15. Bintang yang bermimpi.

13.1K 846 17
                                    

***

Selesai dengan tugasnya yang lumayan melelahkan, Ayash masuk ke kantin rumah sakit, kantin ini sangat steril dan terjaga kebersihannya, biasanya para perawat dan dokter makan siang di tempat ini jika sepi pasien. Setelah memesan air putih Ayash ikut bergabung bersama rekannya yang saat ini tengah berkumpul di salah satu meja.

"Si Ayash tumben wajahnya adem gitu, abis dapet bonus?"

Suara Ahmad terdengar pertama kali, di antara dengung percakapan tak jelas kawan-kawannya yang lain. Semua yang ada di sana langsung menatap Ayash, memang ada yang berbeda dari binar mata pemuda itu.

"Iya juga ya, biasanya mau lagi seneng atau sedih sama aja, komuknya emang selalu keliatan judes," itu celetukan Rafiq, beberapa pria berjas putih di sana hanya geleng-geleng kepala.

"Ekhem," Ayash berdehem, memperingatkan Rafiq agar tidak sok tahu.

"Kalo gitu mana laku sama cewek, Yash," sahut Ryan, salah satu rekan sesama dokter di sana.

Ayash cuma nyengir aja menanggapi kalimat Ryan. Gak minat.

"Kalo ceweknya Cinta sama gue, ya mau gue kek beruang kutub sekali pun itu kaga masalah buat dia," kata Ayash akhirnya, membuat seisi meja riuh.

"Ngomongin Cinta, gue jadi inget sama si Faiz. Katanya dia abis ngelamar cewek, toh. Hebat yee langsung takis, wkwk." kata Ahmad bercerita dengan semangat.

Ayash mulai menenggak air dalam botolnya, ia sudah kenal dengan Faiz, lelaki yang dekat dengan Afifah. Ayash tidak terlalu kepo dengan lelaki itu. Hanya saja, ia ingin tahu apa hubungannya dengan Afifah karena itu Ayash sengaja berkenalan dengan Faiz. Ternyata lelaki itu baik dan yah … lumayan ganteng.

"Kok baper, ya?" kata Rafiq.

"Nyantai lah, Mblo! Asam di gunung, garam di laut. Toh, ketemu juga di cobek," kata Ryan mencoba mencairkan suasana yang auranya mulai agak mencekam.

Rafiq ngakak.

Ahmad menyikut lengan Ayash seketika, membuat lelaki itu terbatuk-batuk kecil.
"Pernah naksir cewek juga nggak, mblo?"

"Diem-diem aja, Mad. Dengan diem gue gak mendapat penolakan." jawab Ayash.

"Iyuuuuuuh," suara Rafiq terdengar., "ada yang lebih menyakitkan dari mencintai dalam diam, Yash. Menunggu wanita yang di cintai, tapi dianya malah nikah sama ikhwan lain."

Suasana di kantin jam tiga sore itu terlihat riuh oleh dengung percakapan empat orang di sana, sesekali membahas hal-hal kecil yang berujung tawa. Ayash memang introvert, tapi berkumpul dengan rekan seperjuangan apa salahnya? Ayash juga kudu menyesuaikan diri bukan?

"Rasanya gimana? Nggak panjang kok, cukup satu kata dengan lima belas huruf.. Sakiiiiiiiiiiit," itu suara Ryan, dia langsung ngakak bareng Rafiq.

"Malu melamar jadi tamu di pelaminan, Kan lebih sakiiiiiit rasanya. Siapa cepat dia Akad!"

Satu tendangan menyapa kaki Rafiq, pelakunya Ayash, "jangan mulai lau!"

Yang lain tertawa.

"Semoga lu di takdirkan sama yang terbaik sesuai pilihan-Nya, Yash," kata Ahmad sembari menepuk bahu Ayash.

Mau tak mau Ayash tersenyum mendengar ucapan Ahmad, ia mengaminkan kalimat bermilenia doa tersebut, percaya bahwa suatu saat akan disatukan. Yah, meski entah dengan siapa Ayash tak tahu.

"Aamiin."

"Gue mau nanya nih, Mengapa mantan itu susah sekali dilupakan?" Tanya Rafiq sembari menatap serius kawan-kawannya.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang