11. Es yang menghangat

14.1K 953 6
                                    

***

"Eh.."

Ayash menghentikan suapannya pada potongan buah yang ia tusuk dengan garpu ketika makhluk di sebelahnya nyeletuk dengan kalimat absurd, Ayash memasang wajah sok kalem dan hanya menanggapi dengan menaikkan bahunya acuh.

"Gengsian lo, dia keburu di taken orang, tauk rasa," Rafiq tertawa kembali, ekspresi Ayash barusan itu horror banget, sok kalem lagi.

"Rasanya gue mulai mengerti kenapa lo memanggilnya dengan sebutan boneka."

Ayash menopang dagunya dengan malas, "dia hanya ceroboh."

Rafiq menahan tawanya, ia ingin ngakak di tempat tapi takut dosa, "itu penyakit istri lo, ah, romantisnya~"

"Haha, brengsek."

"Mang, saya pesen roti sama air mineralnya dua."

Kedua lelaki harapan bangsa itu menoleh ke asal suara, ketika dilihatnya seorang gadis berkhimar pink tengah membeli sesuatu di kantin, tak jauh dari tempat duduk mereka.
Rafiq yang lebih dulu menyadari langsung tersenyum jahil.

"Noh orangnya, deketin." Rafiq mesem-mesem sambil menyikut lengan Ayash membuat Ayash risi.

"Apaan sih lu," katanya sewot.

Tanpa di komando, Afifah sudah lebih dulu melihat keberadaan mereka. Gadis itu tersenyum menampakkan gigi gingsulnya, membuat gadis itu tampak terlihat manis.

"Eh ada pak dokter," Afifah mendekati meja Ayash dan Rafiq yang tengah memakan bekal makan siang di sela jam istirahat, kantin rumah sakit terlihat sepi, hanya ada lima orang pengunjung yang sibuk menghabiskan sarapan mereka.

"Oh, hai juga," itu suara Rafiq, Ayash hanya menanggapi dengan datar seperti biasa, "sarapan juga? Kalo gitu gue titip Ayash dulu, yee.. Mau ngechek pasien dulu."

Ayash terperangah mendengar alibi Rafiq barusan, itu berarti dia di tinggalkan dengan boneka ini di kantin berdua, nggak berdua juga deng, tapi tetap saja Ayash was-was, ia beristighfar banyak-banyak.

Pantas saja tadi Rafiq mengajaknya makan siang cepat, dan memilih bangku yang paling ujung dekat jendela agar terlihat oleh gadis itu, ternyata ada udang dibalik batu.

"Boleh ikut duduk?" Afifah meminta izin, mungkin ia merasa ada sesuatu yang ingin Ayash katakan, karena itu Rafiq cabut duluan.

"Ya," jawab Ayash. Singkat, padat, jelas, judes. Ayash banget.

Afifah sedikit kesal dengan jawaban Ayash yang menurutnya sangat dingin itu, apakah sifat Ayash memang selalu begini setiap hari? Dasar lelaki kutub utara, gerutu Afifah dalam hati.

"Lagi gak ada pasien?"

Ayash menggeleng, "istirahat dulu."

Afifah mencoba sedikit membiasakan diri di hadapan lelaki kutub utara itu, meski berulang kali di judesin ia masih saja kepo, Ayash itu susah sekali di tebak. Pagi tadi Ayash tersenyum Ke arahnya dengan obrolan nyambung dan jujur saja Afifah sendiri nyaman dengan sifat Ayash yang out of character tersebut.

Namun berbeda dengan Ayash yang sekarang, jangankan tersenyum padanya menoleh pun tidak. Afifah harus terbiasa, harus!

"Korban tabrak lari itu bagaimana? Bukankah kemarin kamu terkurung sama aku, apa pasien itu selamat?"

Uhuk!

Ayash tiba-tiba tersedak dan terserang batuk kronis karena gadis itu mengatakannya ketika Ayash tengah mengunyah potongan buah, dasar Afifah.

"Eh, eh, minum ini, buruan!" Afifah refleks mengambil minuman di sebelahnya lantas menyodorkan pada Ayash, barusan itu awkward banget.

Ayash meneguk air itu perlahan-lahan, membiarkan tenggorokannya teraliri, ia tidak habis pikir kenapa harus di pertemukan dengan gadis seceroboh Afifah, Ayash hampir saja mati tersedak kalau tidak buru-buru minum, ah, Ayash lebay.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang