12. Gadis pilihan-Nya

13K 797 6
                                    

***

Ayash berjalan menuju teras rumah setelah memarkir mobilnya di bagasi, malam kian larut dan dia baru saja pulang dalam keadaan lelah. Sudah beberapa minggu ini ia jarang pulang ke rumah setelah menjadi seorang dokter yang harus menangani banyak pasien, ingin mengeluh tapi dia malu, bersyukur lebih baik daripada mengeluh. Karena lelahnya adalah untuk kebaikan dan mendapat ridha-Nya.

Ayash membuka pintu rumah, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, semua penghuni rumah pasti sudah tidur. Ayash masuk ke dalam rumah setelah menutup pintu dan kembali menguncinya tubuhnya lelah ingin segera di buai nyamannya kasur serta pelukan hangat selimut.

"Sudah pulang!"

Ayash tersentak kaget begitu mendengar suara para penghuni rumah, sang ibu terlihat sedang duduk di atas sofa berwarna merah, tersenyum pada Ayash dan menyuruh anaknya itu duduk di sebelahnya. Ayash bingung sendiri, tumben, ada yang menyambut kepulangannya malam ini, ia pikir semua orang sudah pada tidur tadi.

"Kok belum tidur, mi?" tanya Ayash usai mencium tangan sang ibu ia mendudukkan diri di atas sofa karena lelah.

"Nunggu kamu pulang, kamu kalau pulang sering larut, sampai kelelahan begitu. Apalagi semua orang sudah tidur dan tak ada yang mengurus kamu," katanya merasa bersalah, mungkin karena terlalu khawatir pada putranya yang terlalu giat bekerja sampai melupakan dirinya.

"Mengurusi apa sih? Ayash udah besar lho, ummi. Masa ngurus diri sendiri aja nggak bisa, gimana mau ngurus istri."

Sang ibu tertawa sesaat, "Oh ya, soal istri, ummi punya sesuatu buat kamu. Sini, nak."

Aisyah mengintruksi putranya itu untuk mendekat ke sebelahnya, Ayash menurut saja karena penasaran.
Sang ibu meletakkan beberapa map coklat diatas meja kaca di hadapan mereka, menyuruh Ayash membuka isinya dan menimbang-nimbang. Barangkali ada sesuatu yang terlihat cocok untuknya.

"Ini proposal ta'aruf, ada beberapa ibu-ibu di pengajian yang menawarkan itu pada Ummi, sebaiknya kamu lihat, Yash."

Menuruti permintaan sang ibu, Ayash bergegas membuka map tersebut dan nampaklah photo seorang gadis berjilbab, lengkap dengan nama, alamat, hobi. Aisyah yang menyarankannya karena Ayash itu pemilih, maksudnya, Ayash lebih memilih yang memiliki komitmen sama, memang perbedaan bisa saling melengkapi. Tapi masa iya, dia mau bersama dengan seseorang yang komitmennya saja berbeda sering rusuh katanya.

"Yang itu namanya Zahra, putri kyai jafar, anaknya cantik dan insya Allah shaliha," sang ibu mengenalkan sosok dalam photo itu, meski ada biodatanya di sana, tetap saja sang ibu ingin menerangkan lebih lanjut agar Ayash semakin mantap memilih nantinya.

"Yang kedua, namanya Aini, putri dari teman ummi yang selalu ikut ke pengajian, anaknya baik, anak yang berbakti. Tapi semua itu tergantung kamu."

Ayash manggut-manggut menatap selembaran photo gadis berjilbab itu dengan ekspresi biasa. Ia tidak mau zina mata, cukup saja melihatnya sekilas seperti melihat Afifah, biasa saja. Tapi kok jadi nyambung ke si gadis ceroboh itu, ya?

"Yang ini siapa, ummi?" Ayash menunjukan satu photo gadis berkhimar hijau yang tengah tersenyum manis ke arah kamera.

"Namanya Naila, dia putri tunggal dari ustadz Khalid, kamu kenal bukan?"

"Naila temen Ayash dulu, bukan?"

Tentu saja dia tahu, gadis pemalu yang dulu sangat dekat dengan Ayash, namun setelah Ayash pindah ke London. ayash tak pernah lagi mengetahui kabar gadis itu, kabar terakhir yang ia dengar Naila sudah di khitbah. Tapi kenapa justru Naila yang menawarkan proposal ini pada ibunya, apakah Naila membatalkan lamarannya? Ah, hanya Allah saja yang tahu.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang