10. seikhlas rasa.

15.2K 917 8
                                    

***

"Kok aku bisa berpikiran begitu, dodol ish."

Gadis itu menggerutu di sepanjang jalan menuju rumah. Tas yang ada di bahunya kini ia seret sembarangan sebagai bentuk pelampiasan moodnya, belum lagi suara hentakan kaki yang di timbulkan dari flat shoes yang di pakai si gadis. Membuat bunyi gaduh sepanjang jalan.

Afifah baru pulang setelah selesai mengajar pagi ini, ia tidak naik motor karena motor yang biasa di pakainya sedang di pinjam Alif untuk berangkat tugas kelompok, berita baiknya kunci motor itu juga sudah ketemu, Ayash yang menemukannya. Afifah tadinya ingin naik angkot saja menuju rumah sakit karena Ayahnya terpaksa harus menjalani pengobatan rutin.

"Aku maluu!" pekiknya, kecerobohan yang sering ia lakukan tak sebanding dengan rasa malu yang tengah ia alami. Apalagi jika mengingat kasus kemarin.

Ia teringat pada kejadian di rumah sakit kemarin itu, ketika dirinya dikurung bersama Ayash di dalam gudang. Rasanya sangat berbahaya berdekatan dengan lelaki es itu, sekali saja menatap mata tajamnya ia bisa langsung beku seketika.

Padahal kan Ayash cuma mau membuat Afifah menyingkir saja dari sana, Afifah saja yang pikirannya aneh-aneh.

Dan kejadian itu masih terekam di otak Afifah sampai sekarang, ia berdoa semoga hal itu tak terulang lagi. Ia bisa mati lemas jika terus menerus sedekat itu dengan Ayash.

"Masih malu juga karena kejadian kemarin?"

Suara berat seorang lelaki itu terdengar menggema. Sepasang matanya melirik waspada berusaha tak menoleh ke arah belakang tepat dimana bayangan lelaki es itu sudah mematung di sana dengan tampang judesnya.

"Tak usah di pikirkan, jika tak mau malu,"
Ayash sedang menyindir atau bagaimana? Tentu saja Afifah sangat malu, malu sekali. Harga dirinya berasa tercoreng di hadapan lelaki kutub utara seperti dirinya, Ayash memang annoying.

Kalau mengingat kejadian kemarin itu Ayash ingin sekali tertawa, Afifah begitu konyol dengan wajah menyebalkan dan kentara ketika Ayash mendekatinya, apakah Afifah berpikir Ayash akan berbuat macam-macam padanya. Afifah memang polos, bahkan tak bisa membedakan mana nada serius mana candaan.

Ayash tega banget dah.

"Masuklah." ujar Ayash kembali merubah nada suaranya seperti semula.

"Apa?" Afifah berbalik menghadap arah tuju Ayash.

"Hendak ke rumah sakit? Aku juga mau pergi ke sana, mau bareng-bareng?"

Afifah mengeryit untuk aksi Ayash yang satu itu, bagaimana dia tahu Afifah mau kembali ke rumah sakit? Dia kan cuma sekilas bertemu tanpa saling sapa, ya, di sapa juga tapi gak gitu-gitu amat sih.

"Gak usah, aku jalan aja," Afifah berkata cuek, cuek karena malu luar biasa. Ayash mungkin terlihat biasa saja tapi Afifah tidak tahu raut wajahnya sekarang seperti apa.

Gadis ini keras kepala, Ayash baru saja mau berangkat ke rumah sakit untuk tugas dan kebetulan dia bawa mobil, jadi ketika ia melihat gadis itu berjalan sendirian mau tak mau Ayash menawarkan tumpangan juga.

"Masuk, nanti hujan." Ayash bersikeras membujuk gadis itu, kejadian kemarin di gudang membuatnya merasa ingin selalu dekat dengan gadis itu, entah apa ini namanya.

Afifah tak peduli ia terus melangkah mengabaikan ucapan Ayash barusan, ia kan sudah berusaha menjauhi Ayash. Dia hanya malu saja sih.

"Masuk, kau tak takut di culik karna postur tubuhmu yang pendek itu?"

PRANG!

Bukan, itu bukan suara Afifah melempar perabotan dapurnya pada Alif seperti biasa. Itu suara dari reruntuhan gadis itu. Karena ia dikatai pendek. Iya pendek.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang