Part 19

833 60 0
                                    

 Part 19

•°•

Angin bertiup kencang menerpa tubuh (Namakamu) dengan kasar dari atas ayunan kayu.

"Balik yuk (Nam)," ajak Dimas perlahan.

Namun (Namakamu) sangat tak peduli, dia masih sibuk dengan aktifitas nya menikmati udara sejuk dari atas ayunan yang ia duduki.

Dimas melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka sepuluh. Ini sudah malam, tak baik bagi mereka masih berada diluar sekarang ini, terkhusus bagi (Namakamu). Apalagi besok masih sekolah.

"Ayo dong (Nam), udah cukup galau-galaunya. Gue capek nih nungguin lo."

Keluhan dimas membuat (Namakamu) segera bangkit dari atas ayunan mengakhiri semua rasa candunya terhadap udara sejuk.

"Siapa juga yang galau. Udahlah lo balik duluan aja, Dim. Gue masih mau disini"

Dimas menggeleng cepat.

"Gue gak bisa ninggalin lo sendirian disini, nanti Oma ngomel lagi sama gue."

Penjelasan Dimas membuat (Namakamu) berdecih sebal, dia masih mau main di taman ini.
Beristirahat disini. Mengurangi sedikit bebannya akibat masalah yang terjadi tadi siang antara Rasyifa, Azka dan dirinya.

"Lo keras kepala banget sih! Ayo pulang! Oma pasti nyariin kita, lo kan janjinya balik jam tujuh. Lo liat deh di handphone lo sekarang udah jam berapa." omel Dimas.

(Namakamu) segera menyalakan ponsel yang dia genggam di tangan kanannya. Betapa terkejutnya dia saat melihat jam analog yang tertera sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Tanpa basa basi lagi, (Namakamu) segera menarik paksa tangan Dimas menuju arah rumah Dimas yang tak jauh dari taman itu.

Sesampainya di depan rumah, pagar pengaman terlihat masih terbuka lebar, memberi kesempatan luar biasa besar untuk mereka masuk.

"Huh, gila gue capek banget!" keluh (Namakamu) sebelum masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.

"Siapa suruh lo lari-lari?" timpal Dimas.

"Karena gue kepengen cepat-cepat nyampe rumah, gue gak mau kalau lo sampe kena omel lagi. Lo kan sahabat gue, mana mungkin gue tega ngeliat lo dimarahin kaya yang waktu itu" jelas (Namakamu) setulus mungkin.

Penjelasan (Namakamu) membuat Dimas tersenyum. Merasa beruntung karena punya sahabat se-pengertian (Namakamu). Oke, Dimas mulai lebay.

"Dim gue masuk ke kamar ya, ternyata gue capek juga. Bye dim"

"Bye!"

Dimas berlalu ke kamarnya yang terletak tepat di sebelah kamar (Namakamu).
Dia menutup pintu cepat lalu membanting badannya asal ke atas tempat tidur.

Matanya tak henti memandangi asbes. Dimas tengah bingung sekarang ini.

Sejak (namakamu) berterus terang kepadanya kalau gadis itu punya rasa ke ari. Dimas merasa aneh, setiap malam dia kepikiran itu melulu.

"Arrgh!" Dimas mengacak rambutnya frustasi karena  berfikir terlalu keras.

Bodohnya Dimas, bukankah dia sudah tahu kalau hatinya mulai punya rasa pada sosok (Namakamu)?

Lagi pula Dimas tidak bodoh.

Hanya saja terlalu rumit rasanya untuk mengartikannya sebagai suatu pertanda kalau dia mulai suka (Namakamu). Terlebih (Namakamau) menjabat sebagai sahabatnya sekarang.

Semua itu terdengar menyakitkan untuk diakui, Dimas tak ingin rasa itu tumbuh. Dimas akan berusaha keras untuk melupakannya.

Kini dimas beranjak menuju meja belajarnya, tangan kanannya beregerak untuk nembuka laci meja belajarnya mengambil sesuatu yang dia inginkan.

Sebuah amplop berwarna putih bersih kini sudah ada di genggamannya. Dimas kembali teringat kejadian tadi siang saat ia menemukan amplop ini tergeletak di depan kamarnya tanpa tahu siapa pemiliknya dan kepada siapa amplop ini ditujukan. Karena rasa penasaran yang amat sangat tinggilah Dimas bertekad untuk menyimpannya dan mengetahui apa isinya.

Sesuai rencana, Dimas akan membukanya sekarang.

Dimas menyobek ujung amplop itu perlahan untuk menelaah isinya.

Secarik kertas ada di dalamnya, hasrat Dimas memaksa untuk mengambil kertas itu.

Tangannya kembali bergerak saat memperhatikan kertas yang saat ini terlipat menjadi dua.

Saat kertas itu terbuka lebar, terpampang sebuah tulisan rapi yang tertulis di atasnya.

Dengan mata menerawang, Dimas membacanya dengan teliti.

------------------------------------------------

Hei kamu yang kehadirannya entah dimana.

Kamu tau gak gimana rasanya nunggu? Capek kan? Jenuh kan? Bosen kan?

Itulah yang selalu aku lakuin.
Buat apa?

Ya buat nungguin kamu supaya cepet-cepet peka dan tau gimana perjuangan aku biar dilirik sama kamu.

Please, peka dong sama sekitar kamu

😊see me

------------------------------------------------

Dimas segera membanting asal kertas yang bertuliskan tentang perasaan seseorang.

"Punya siapa ini?" Dimas sedikit berdecak.

Dia membanting tubuhnya ke atas tempat tidur, isi amplop tadi sedikit merubah pola pikirnya.

Entah pola pikir seperti apa, kali ini Dimas tak ingin menjelaskan.

Sudahlah, Dimas teramat lelah untuk berfikir.
Dia mulai memejamkan matanya sekarang, sampai akhirnya dia tertidur dengan pulasnya.

°°°

To be continued...

See you next part!

22 maret 2017

Akankah Dia? [√]Where stories live. Discover now