12. Gadis pilihan-Nya

Mulai dari awal
                                    

"Dia sekarang belajar di Singapura, hebat bukan?" sang ibu nampak kagum dengan Naila, ah. Sedari dulu juga sang ibu memang selalu ingin menjadikan Naila menantunya. Tapi sayangnya Ayash berbeda, dia tidak memiliki rasa apapun pada gadis itu.

"Bagaimana? Kamu suka? Kalau suka kita datangi rumahnya nanti."

Ayash nampak sibuk berpikir, tidak ada yang membuatnya tertarik meski gadis di dalam photo itu cantik-cantik, ah, Cinta kan tidak melulu harus mempermasalahkan fisik dan kekurangan orang lain. Justru yang terlihat biasa saja namun memiliki kepribadian yang unik itu yang bisa membuatnya tertarik. Bukankah memilih wanita itu karena empat perkara, ya, masalah shalihah atau tidaknya dia Ayashlah yang akan memperbaikinya, selebihnya jika dia tak menemukan keshalihan dari Ayash, maka gadis itu berhak menolaknya dengan tidak merendahkannya.

"Tapi ummi.." ada jeda seperkian detik di luncuran kalimat Ayash, ia mendongak menatap wajah sang ibu yang terlihat antusias menunggunya bicara, meski yang keluar bukanlah pilihan ibunya.

"Ayash sudah menemukan gadis pilihan-Nya."

Hening, sang ibu masih terdiam karena jawaban Ayash barusan bukanlah sebuah pilihan, melainkan penolakan dengan mengatakan bahwa mereka sudah saling menemukan. Tapi kapan itu? Ibunya saja tidak tahu kapan Ayash dekat dengan makhluk bernama wanita. Setaunya, Ayash ini kaku dan cenderung pendiam.

"Yang benar, A?" sang ibu bertanya meyakinkan anaknya seakan tak percaya dengan yang baru saja ia dengar.

"Insya Allah."

Wajah Ayash tenang, namun terpancar aura keseriusan di sana. Ayash memang jarang bercanda jika sudah menyangkut prioritas hidupnya, karena baginya hal sepenting itu bukam suatu hal yang bisa di anggap candaan, Ayash terlalu serius menyikapi keadaan.

"Siapa itu, nak? Bawa dia ke rumah. Ummi ingin lihat."

Bukan berarti Aisyah pilih-pilih menantu, namun dia harus memastikan siapa dulu gadis pilihan putranya itu, bukankah itu jalan yang bagus bagi mereka untuk saling mengenal? Atau paling tidak keluarga Ayash saja yang datang mengunjungi mereka.

Ayash tersenyum penuh arti mendengar kalimat sang ibu, "insya Allah, ummi akan bertemu dia nanti."

"Kapan?"

"Ada kok, Mi. Percaya sama Ayash, ya" Ayash tersenyum penuh arti, ia merasa tak salah dengan pilihannya meski entah kenapa lisannya tiba-tiba saja tergerak mengatakan hal itu meski ia belum yakin. Namun di balik ini ia percaya, ini skenario terbaik dari Allah yang tengah ia perankan.

Menemukannya sesederhana itu.

----------

Cinta kadang rumit, bukan masalah bagaimana mengungkapkan, tapi masalah keberanian lisan untuk mengatakan sapaan.
Mungkin karena tak ingin menodai rasa yang belum waktunya, karena cinta haruslah terjaga kesuciannya.

"Faiz, makan dulu, nak."

Lelaki bernama Faiz itu menoleh begitu mendengar sang ibu memanggilnya. Ia menghentikan penggerakan jarinya di atas keyboard laptop kemudian membalikkan badan dan tersenyum.

"Wah, bolu keju kesukaan aku, mama tau banget deh apa mau aku," Faiz semringah melihat potongan kue bolu di atas piring bersama teh manis hangat, mamanya sengaja membuat bolu demi putranya yang katanya mau lembur di kamar.

"Iya, mama sengaja bikin. Kamu istirahat sebentar, nak. Kamar kamu kayak kapal pecah gini."

Faiz terkekeh pelan, ia rindu kehangatan mamanya yang seperti itu, karena Faiz anak tunggal dan jarang berada di rumah, wajar saja ketika ada di rumah dia diperlakukan bak anak Raja.

"Yang penting sama Mama, hehe."

Nora -mama Faiz- melihat pancaran aneh di mata anaknya, auranya terlihat berbeda seperti.. Seperti orang yang sedang jatuh Cinta.

"Kamu lagi seneng, ya?" tebak Nora menatap anaknya yang tengah menyuapkan bolu kedalam mulutnya.

Faiz mengeryitkan kening untuk kalimat mamanya yang satu itu, apa iya ia terlihat bahagia saat ini? Ya, mungkin saja begitu hati Faiz tengah menahan sebuah keinginan.
"Seneng liat mama atuh."

Nora tak bisa di bohongi, ia tahu ekspresi putranya seperti apa, 26 tahun merawat Faiz membuat Nora selalu tahu apa yang di sembunyikan anaknya. Berlebihan, ya? Nora hanya tidak mau Faiz menyembunyikan hal dari ibunya.

"Coba cerita sama Mama."

Faiz ragu-ragu, apanya yang harus di ceritakan? Apakah tentang perasaannya kini? Ah, perasaan itu saja belum tentu akan mendapat sambutan hangat meski di ungkapkan sekalipun.

"Apa sih, Ma?" Faiz mengelak dengan tuduhan ibunya, tidak ingin di introgasi, ia sudah dewasa untuk menyimpan urusan pribadi sendiri.

"Faiz.." mamanya masih kepo, Faiz hanya mengembuskan napas pendek, mungkin ini saatnya Mamanya mengerti.

"Sebenarnya aku.."

***

TBC

Maafin kalo ada yang kaga jelas. Nggak di baca dulu soalnya, mepet sama waktu. Haha.
Semoga bisa terus menginspirasi dalam kebaikan.

See you.

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang