9. Accidentally meet(2)

13.6K 910 7
                                    

Ada yang bilang, Cinta hadir karena terbiasa.
Apalagi ketika mencintai lantas tidak ingin mengumbar karena tahu itu hanya kesenangan sesaat jika belum bisa menghalalkan, akhirnya cinta dalam diam menjadi pilihan. Cinta dalam diam itu seperti matahari, ya. Matahari. Menatapnya dari kejauhan. Meski saling menjauh, tapi cintanya tetap dekat. Menyilau menghadiahkan cahaya.

Karena sebagaimana matahari, jika dipaksa mendekati apalagi menyentuh bumi, ia akan hancur binasa.

Afifah sejak tadi uring-uringan di dalam gudang rumah sakit, memangnya Afifah tidak punya tempat berpijak lain selain tempat itu? Ah, tidak, ia sedang mencari kunci motornya yang tiba-tiba jatuh lalu masuk kedalam gudang melalui celah di bawah pintu.

Semua akibat keteledorannya karena sifat paniknya yang berlebihan, dan kalau saja ia tidak berdesakan dengan para pasien tadi, kunci ini takkan terlempar masuk gudang.

Masalah kunci yang hilang itu justru menyeretnya pada masalah baru, seorang penjaga rumah sakit yang kebetulan lewat di sana melihat pintu gudang yang tak terpakai itu terbuka, penjaga itu pun menutup pintu gudang kemudian menguncinya.
Hal itu sontak membuat Afifah membelalak kaget begitu mendengar suara pintu yang tertutup, ia menghentikan pencariannya lalu berusaha membuka kenop pintu, namun pintu itu sudah di kunci dari luar, penjaganya pun sudah pergi.

"Hey, apa-apaan ini? Buka!?" Afifah berteriak sembari menggedor-gedor pintu kayu tersebut, nyaris menangis karena keadaan di dalam gudang ini terlihat remang-remang ia takut.

Afifah menghentikan gedorannya. Gudang yang ia tempati ini sangat kecil jadi wajar jika tak ada yang mendengarnya, Afifah memperhatikan tak ada jendela sama sekali di gudang itu hanya dus-dus besar dengan lemari bekas yang berdebu. Ia sendirian di sini. Untung saja ia bukan terkunci di kamar mayat.

Bugh!

Afifah memukul pintu kayu itu lumayan kesal. Ia bahkan tak menyadari ketika ada sebuah suara kaki melangkah mendekat ke arahnya.

"Ada apa?" tanya sosok itu dari tempat yang tak tersoroti sinar lampu.

"Seseorang mengurungku di-- hah!" Afifah berbalik dan kaget ketika menyadari seseorang berbicara padanya, dan ia mendapati Ayash berdiri di belakangnya begitu ia menoleh.

Matanya belum rabun dan telinganya juga baik-baik saja untuk memastikan benarkah lelaki itu Ayash, namun pantaskah kejadian seperti ini kembali disebut kebetulan?

"Ayash, sedang apa kau di sini?"

"Harusnya itu pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa belum pulang?"

Ayash juga bingung apa yang di lakukan gadis itu di gudang sempit seperti ini, seharusnya dia sudah pulang kan?
Ayash sendiri berada di sini karena mencari sesuatu tadinya, namun ia tak menemukannya. Kemudian tiba-tiba saja ia mendengar suara yang ia kenal, Ayash muncul di hadapan Afifah, lelaki berpostur tinggi itu terlihat menawan dengan jas putihnya. Sayangnya, ekspresi wajah Ayash tetap saja dingin seperti sebelumnya, dan yah, beginilah sekarang.

"Jadi seseorang mengurungmu?"

"Lebih tepatnya kita," jawab Afifah cuek.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?"

"Jangan tanya aku!"

Ayash ikut menghela napas dalam-dalam, selalu seperti ini. Pertemuan mereka selalu dalam kondisi yang tak menyenangkan. Kedua orang itu hening beberapa saat, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Kamu dokter di sini?" tanya Afifah memecah keheningan diantara mereka. Berusaha terlihat tenang padahal dalam hati tengah merutuk tidak jelas.

"Ya, dan ada pasien tabrak lari yang harus ku tangani."

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang