Chapter 20

28.1K 1.5K 6
                                    

Ansefa Side

Aku terduduk di taman sekolahku sekarang. entah kenapa, aku hanya ingin waktu sendiri. Langit senja kini menemaniku dalam perasaan heningku.

Aku teringat kata kata Diana 3 hari yang lalu, tentang ia meninggalkan wanita itu. Apa yang harus kulakukan?

Aku harus melupakan pria itu. Harus!

Aku mengepalkan tanganku dan membuat sebuah komitmen untuk menjauhi pria itu.

Dan kali ini, semua harus berhasil.

"Ansefa, kau masih disini?"

Tidak!

Kenapa dia datang saat aku baru saja membuat komitmen?

"Ku pikir ini bukan urusanmu" ucapku datar tanpa menatap kearah sosok itu yang berada di belakangku. aku mengepalkan tanganku kuat, kenapa harus ada dia disini?

Dia seperti hantu, nyaris membuatku tersentak jatuh.

"apa yang kau pikirkan di otak cantikmu itu, Ansefa? Katakan saja padaku" ucapnya dan mengambil tempat duduk disebelahku. Aku hanya menatap lurus dan memainkan ujung kukuku yang entah aku tak tahu gimana kondisi kuku ku sekarang.

Aku tidak bisa marah padanya.

"Aku tak apa, hanya beberapa pelajaran saja yang menganggu pikiranku saat ini. Kau tidak kerja?" ucapku mengalihkan pembicaraan, aku menatap kearahnya dan ia hanya menatapku diam. Aku berusaha menatap kearah lain menahan rasa gugupku.

Kenapa aku tidak bisa marah padanya?

"Tidak. Aku baru saja memasukan seseorang ke Covard University." ucap pria itu yang membuat sebuah emosi yang pernah terpendam menjadi nyaris menguap lagi. Ia memasukan orang lain ke Covard, sedangkan aku? Dipersulit olehnya.

"Aku sudah membayar full biaya administrasinya sampai ia lulus, bahkan jaminannya sekalipun" ucapnya yang membuatku tersenyum sinis. Ya, aku tak butuh itu. Bisa memasuki universitas itu saja aku sudah bangga.

"Kau tidak mau tau siapa orang itu?" tanyanya yang membuatku menggeleng kecil.

"Untuk apa aku tahu, memasuki universitas itu saja aku sudah dipersulit" ucapku lemah, lesu dan madesu. Tentu, bagaimana tidak suram? Memasuki universitas favoritku saja sulit.

"Tapi sayang, orang yang kumaksud adalah dirimu" ucapnya yang membuatku terdiam.

Aku?

Katanya barusan aku?

"Tapi maaf, aku kenapa ya?" tanyaku, ia hanya tersenyum.

"Kau sudah kulunasi, semuanya. Jadi, kau bisa memasuki universitas itu" ucapnya yang membuatku terdiam.

Hening.

Tidak!!

"Kau gila! Kau lihat aku tak membutuhkan siapapun saat ini!! Aku tak butuh semua hartamu, cukup kerja kerasku sendiri. Sekarang, cukup beri aku ijin dan ambil semua uangmu!" ucapku sontak berdiri, bukannya merasa terkucilkan, ia malah tertawa. Bodoh!

Aku memilih untui memutarkan bola mataku. Tidak, aku sepertinya senang dan tenang saat ia tertawa padaku.

Apakah aku mencintainya?

"Kau ini. Ah ya, lusa aku akan banyak proyek, dan kau tidak akan bisa bertemu denganku selama 1 bulan. Kau tidak akan merindukanku nanti, hum? Aku pasti akan merindukanmu" ucapnya yang membuatku sedikit sedih.

Satu bulan?

Itu waktu yang cukup lama.

"Tiga hari lagi kau akan memghadapi ujian, aku juga tak akan menganggumu. Tetapi, maukah kau berjanji padaku?" tanyanya, aku hanya mengerutkan keningku.

Janji untuk apa?

"Berjanji agar kau mendapatkan nilai yang sempurna untuk ujian nanti" ucapnya aku hanya terkekeh.

Itu bukan hal yang sulit.

"Aku akan menepati janjiku." ucapku, dan ia tersenyum kearahku.

"Ansefa.." panggilnya, aku memilih untuk duduk disampingnya. Aku tak bisa menatap kearah matanya.

"Jika seandainya aku meninggalkanmu, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya, aku terdiam. Apa yang aku lakukan?

"Tidak banyak, mungkin hanya menangis" ucapku dengan tempo yang cepat saat kalimat terakhirnya. Ia tersenyum kearahku, dan menghela nafas.

"Jika kau menangis, seperti apa kau menangis? Apakah hiks hiks hiks atau huu huu huu?" tanyanya yang membuatku sontak menatapnya. Pertanyaan macam apa itu??

"Apakah sampai kau mengeluarkan sesuatu cairan bening di hidungmu?" tanyanya yang membuatku terdiam. Aku tak tahu harus menjawab apa. Satu sisi aku tertawa dengan pertanyaannya, sisi lain aku sedih, apakah ia akan meninggalkanku nanti? Aku memilih diam.

"Jika seandainya kita tidak jadi, aku juga tidak akan meninggalkanmu. Kita akan seperti ini tetap, kita juga bisa berkomunikasi juga" ucapnya yang membuatku sedih.

Ia ingin meninggalkanku.

Ia mau meninggalkanku.

Bagus.

"Aku hari ini ada tugas, aku harus pulang" ucapku dan bangkit dari dudukku lagi, dan hendak melangkah. Namun, ia menahan tanganku.

"Mau aku an-"

"Aku mau jalan sendiri" ucapku dan melangkah sendiri.

Aku benci hari ini.

That's My Old ManWhere stories live. Discover now