Chapter 3 : Melarikan Diri

65.5K 3.5K 28
                                    

Ansefa Side

Hari ini adalah hari burukku. Kenapa? Karena nyatanya seharian ini aku hanya bisa berdiam diri dan menatap Ceo gila itu bekerja. Apakah aku akan digaji walaupun pekerjaanku hanya menatap Ceo aneh itu?

"Jika aku tampan, katakan saja" ucapnya, aku berdecih dan menatap objek lain. Aku tahu dia tampan, tapi aku takkan pernah mengakui itu.

"Sungguh, lebih tampan Patrick dibanding dirimu" ucapku tanpa sadar, dan aku mendengar suara pulpen tergeletak dan tanpa aku sadari aku menatap dirinya.

"Siapa Patrick?" tanyanya, aku berusaha tertawa. Dia kenapa? Kenapa logat bicaranya seakan dia tidak senang?

"Dia orang yang kusuka. Kenapa?" kataku enteng, tetapi tak lama ia memilih untuk bangkit dari kursinya dan melangkah menghampiriku yang terduduk disofa ruangannya. Matanya menyiratkan amarah yang terpendam, dan langkahnya disentak seakan mewakili seluruh perasaanya. Aneh.

Aku terkejut saat ia menarik lenganku agar aku berdiri, cengkramannya begitu kuat sehingga membuat aku meringis.  Aku menatap matanya marah dan bertanya tanya, kenapa ia seperti itu?

"Katakan dengan jelas, saat ini, siapa Patrick?" tanyanya, aku hanya terdiam menatap matanya. Benar, dia marah.

"Orang yang kusukai, pria yang aku sukai" jawabku tegas, aku mulai merasakan cengkraman tanganya semakin menguat dan aku kembali meringis dan berusaha melepas cengkramannya itu. Tetapi nihil.

"Hentikan. Jangan sukai dia lagi" ucapnya dengan suara nada rendah, aku hanya menatapnya tajam. Bodoh.

"Kau kenapa?! Kau selalu saja berbuat aneh!" pekikku kesal, ia hanya menatapku tajam. Ia melepas cengkraman tangannya dan ia mendorongku hingga tubuhku menyentuh dinding. Bodoh, aku menatap kesekelilingku, tetapi ia menghalangi setiap gerakku.

"Kau miliku" ucapnya, aku hanya menggeleng tak mengerti. Apa dia gila? Batinku mulai mengoceh kesal.

"Bisakah aku pulang sebelum aku semakin gila?!" tanyaku kesal, dan ia tertawa dihadapanku. Dasar pria bodoh.

"Kenapa kau tidak membuat dirimu gila saja? Disini, saat ini" ucapnya, aku hanya menatapnya tak percaya. Benar! Dia Ceo gila!

"Kau gila! Menjauh dari hadapanku!" ucapku berusaha melepaskan diri dari himpitannya, memukul dadanya tetapi tetap saja..

Itu tak berguna.

"Yah, aku gila. Sangat menggilai dirimu. Apa kau tak ingat dengan pertemuan pertama kita?" tanyanya,aku hanya menaikan salah satu alisku. Pertemuan pertama?

"Tidak" jawabku ketus dan berusaha pergi, tetapi tidak bisa. Aku semakin memberontak, tetapi aku semakin tidak bisa bergerak dibuatnya. Menyebalkan.

"Kau akan bekerja disini, bukan? Kau adalah pegawai sini, ikuti semua perintahku dan-"

"Tidak semua, Tuan Ceo! Aku pegawaimu, dan hanya beberapa aturan saja yang akan aju ikuti!" ucapku, ia menaikan salah satu ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman iblis. Keadaan yang ia ciptakan membuatku cukup terkejut.

"aku menyukaimu" aku terdiam mendengar perkataannya. Apa? Dia mencintaiku?

"Kau gila? Kau menyukai seorang anak remaja, Om tua" ketusku dengan sedikit menyindir dirinya. Ia hanya tertawa mendengar perkataanku, dan dengan tiba tiba ia mengelus kulit wajahku. Bodoh! Otakku sudah memperingati dengan keras jika ini kondisi berbahaya.

"Tapi, nyatanya om tua ini menyukaimu. Aku tak akan membiarkan apa yang sudah ku klaim sebagai milikku di kuasai oleh orang lain. Jika perlu, aku bisa merantaikan orang yang kucinta disebuah ruangan yang kosong. Hmm terdengar seperti ide yang menarik bukan?" katanya, aku hanya terdiam. Aroma tubuhnya tercium jelas di indra perasaku, dan mendengar kata kata itu membuatku semaki  kesal. Bodoh.

"Aku tak perduli. Biarkan aku pergi, aku ada urusan yang jauh lebih penting" ucapku berusaha menyingkirkannya, tetapi tak berhasil.

Hanya ada satu cara disini.

'Bugh!'

"Arrghh!" pekiknya kesakitan, dan saat ia lengah biaa kugunakan untuk melarikan diri. Baru saja, aku memukul perutnya dengan sedang, tidak terlalu keras. Ia meringis dan aku keluar dari ruangannya.

Aku harap, ia jauh jauh dari hidupku. Biarkan Covard menjadi kampus hayalanku saja.

Aku melangkahkan kakiku pergi dari ruangan ini, setengah berlari aku memasuki Lift, untungnya Lift terbuka dan menunjukan seorang wanita yang ada disana keluar, dan dengan cepat aku memasuki lift itu. Aku tak peduli wanita itu melempar tatapan bingung kepadaku. Tak lama Lift tertutup. Aku menghela nafas lega, dan aku merasakan ponselku kembali bergetar. Aku menatap ponselku, ternyata pesan singkat dari Patrick.

'Aku sudah menunggumu

-Patrick'

Aku tersenyum membaca pesan tersebut dan tak lama Lift terbuka. Aku melangkah keluar dengan berjalan sedikit lari, takut takut aku dikejar.

Yah! Sebentar lagi aku akan sampai pintu keluar!

"Untuk semua staff, disivi atau Pegawai lainnya, dimohon untuk menangkap nona Ansefa.. Sekali lagi, untuk semua staff divisi atau pegawai lainnya dimohon untuk menangkap nona Ansefa. Terima kasih" suara pengeras suara entah apa itu mulai terdengar di sudut ruangan, aku berlari.

Sebentar lagi aku akan melewati pintu keluar.

"Itu dia nona Ansefa!"

Tidak! Seseorang akan menangkapku! Dengan cepat aku aku melangkahkan kakiku, aku mempercepat langkahku karena satu alasan.

Patrick menungguku.

Aku tak bisa membiarkan ia menungguku, apabila aku ditangkap berati aku ceroboh karena telah membiarkan ia menunggu tanpa jawaban.

"Nona Ansefa!!" pekik seseorang, aku menggeleng. Hiraukan mereka hiraukan mereka.

'Ting tong!'

Akhirnya! Dengan cepat aku berlari kearah mobil patrick, dan Patrick sendiri hanya bisa bertanya tanya.

"Cepat jalan! Seseorang ingin menyanderaku!" pekikku, Patrick yang mendengar kebohonganku dengan cepat memperjalan mobilnya. Aku menghela nafas, setidaknya aku selamat.

"Kau kenapa? Kenapa mereka ingin menyanderamu?" tanya Patrick, aku hanya menghela menggeleng tidak.

"Kau tau kampus Covard? Aku sudah memenuhi syarat untuk memasuki kampus itu, tetapi mereka mengajukan syarat apabila aku menjadi mahasiswa Covard aku harus menjadi pegawai di Archila.inc, dan kau tau? Ceo Archila hendak memperkosaku!"

"Apa?!! Sial!" pekik Patrick kesal, aku hanya menghela nafas. Bodoh.

"Lain kali, kau jangan kesana lagi! Ingat perkataanku" ucap Patrick, aku mengangguk.

Setidaknya, aku bisa selamat. Kali ini saja.

That's My Old ManWhere stories live. Discover now