"Apa yang sudah dia lakukan padamu?" pria itu mendekati Stacy lalu menyeka air matanya.

Stacy menggeleng, "Kami hanya berdebat."

Tidak puas dengan jawaban gadis itu, ia menelengkan wajah pada Hanzel yang sedang mengamati mereka berdua. "Apa yang sudah kaulakukan padanya? Tidak perlu menyerangnya, kompetisi ini adalah antara kita berdua."

"Aku hanya bertanya bagaimana kalian bertemu." pria itu mengulas senyum miring berharap Henry sama bisunya dengan Stacy ketika mendengar pertanyaan itu.

Henry diam, tapi ia berjalan mendekati pria itu dengan penuh percaya diri. Ia sedikit menunduk padanya. "Stacy adalah kekasih Royce."

Baik Stacy maupun Hanzel terkejut oleh pengakuan itu. Hanzel kehilangan sikap tenangnya, ia mengerjap cepat, "Maksudmu kalian berdua berselingkuh di belakang Royce?"

"Memangnya apa yang bisa kami lakukan. Begitu Royce mengumumkan pernikahannya, aku pun perlu memastikan kepemilikanku atas Stacy. Adil, bukan?"

Melalui kelopak matanya yang disipitkan, Hanzel mengamati Henry dan Stacy bergantian. Henry tampak begitu meyakinkan, terlebih Stacy. Gadis itu seolah baru saja membongkar aib paling memalukan yang ia miliki. Stacy tidak berani memandang wajahnya dan lebih memilih melihat ke luar jendela kaca.

"Ini belum selesai." tutur Hanzel sebelum meninggalkan mereka berdua.

Henry menutup pintu segera setelah Hanzel pergi kemudian ia menarik siku Stacy. "Apa yang terjadi?"

"Dia menyebutku pelacur." air mata kembali muncul membayangi penglihatan Stacy.

"Dan kau bukan?"

"Aku bekerja dengan kemampuanku memanipulasi orang lain. Aku memainkan peran tapi aku tidak pernah menjual tubuhku pada orang lain."

"Tolong benarkan aku jika keliru. Tapi yang kau lakukan dengan Royce malam itu?"

"Itu ranah pribadiku. Begini, pernahkah kau bercinta karena memang menyukainya lantas apakah salah jika kemudian kau memberinya hadiah?"

"Itu yang selalu kulakukan."

"Jadi apakah mereka semua pelacur?"

"Bukan! Mereka matrialistis."

Stacy menyeka air mata memalukan dari wajahnya dengan kasar lalu berjalan melewati tubuh pria itu. "Kita makan siang."

Henry segera menyusul, ia menautkan jemarinya pada Stacy dan berjalan bersama layaknya kekasih sungguhan. Semua pasang mata tertuju pada mereka, tentu saja ada yang percaya, ada yang mencibir, ada pula yang berspekulasi. Terserah, mereka terlanjur memainkan ini dan akan melakukannya hingga akhir.

"Hanzel adalah pria brengsek. Maaf karena ucapannya menyakiti hatimu." kata Henry seusai makan siang, mereka sedang menikmati minuman masing-masing sambil bersantai.

"Sepertinya dia telah melakukan hal yang buruk padamu."

"Sangat buruk dan sangat pecundang. Dia mendukung karyawan Superfosfat untuk mendemo diriku, ia ingin menjadi malaikat bagi mereka."

Stacy melipat tangannya, pandangannya menerawang hampa ke luar melalui jendela kaca jernih "Dalam berjudi, bukan hanya antar pemain yang bisa bermain curang. Bahkan bandar bisa mengatur permainan." Henry mengerutkan dahinya tanda bertanya, "Kau boleh memilih, ingin menjadi bandar yang mengendalikan semuanya. Atau menjadi pemain yang hanya saling menyerang."

"Tapi aku bukan-"

Stacy meraih tangan Henry di atas meja lalu menatapnya amat serius. "Jika Hanzel menantangmu untuk menikah, mengapa kau tidak menantangnya untuk menyelesaikan urusan pelik yang melanda Superfosfat. Setidaknya kau sudah membuat perencanaan sementara dia hanya membual."

What Makes You Fall In Love (#2 White Rose Series)Where stories live. Discover now