TIGA (3.2)

12.1K 1K 9
                                    

Gagal membujuk Stacy walau imbalan yang ia tawarkan cukup fantastis membuat Henry pesimis. Mungkin ada baiknya ia mempertimbangkan usulan sepupunya, Ronald.

Pagi ini ketika sedang asyik bergelung dengan seorang wanita di dalam kamarnya, dering telepon membangunkannya. Nama Cindy tertulis di layar ponselnya. Dengan suara serak ia menjawab telepon itu.

Ia nyaris melonjak turun ketika mendengar jeritan Cindy. "Aw, Henry. Suara berat yang seksi." Memorinya memutar kembali jeritan Cindy ketika ia sedang berjalan di tengah keramaian Capital Square.

Minggu pagi adalah agenda di mana Tallulah menyarankan Henry untuk membuat pencitraan sebaik mungkin. Lagi. Kali ini ia menerima tawaran Cindy yang memintanya untuk pergi bersama ke bazar mingguan.

Cindy menggelayuti lengannya dengan erat, menjaga jarak mereka tetap rapat satu sama lain selama berjalan. Ia berceloteh mengenai apa saja yang ia lihat dan semuanya tidak terdengar perlu ditanggapi. Henry mengedarkan pandangan ke segala arah dan perhatiannya tertumbuk pada stand penjual kue-kue manis.

MARI KENYANG SAMBIL BERAMAL SELAGI BISA. KESEMPATAN TERBATAS!

Alisnya bertaut bingung membaca tagline yang terpasang di atas stand itu. Mengapa tulisan itu berubah menjadi aneh?

Menyadari prianya sibuk memandang stand kue-kue manis itu membuat Cindy tertarik ingin mencicipinya. Ia menarik Henry menghampiri meja di mana cupcake dipajang dengan cantik.

Mata Cindy bersinar cerah memandangi kue-kue cantik itu. "Kelihatannya lezat." Komentar Cindy, "Aku mau satu lusin." Ujar Cindy pada gadis berisi di belakang meja yang sedari tadi ternganga melihat Henry.

"Anda malaikat itu, kan?" kata Viviane masih belum menyadari permintaan Cindy.

Alis Cindy bertaut bingung, ia memandang Viviane dan Henry bergantian. "Apa maksudnya?"

Akhirnya Viviane menoleh pada Cindy, "Kekasih Anda sangat murah hati, Nona. Waktu itu dia membeli seluruh dagangan kami."

Cindy terkesiap karena takjub, "Benarkah?"

Henry merasa risih dengan topik ini, ia menggaruk lehernya sambil menjawab, "Beramal." Ia melirik spanduk di atas mereka lalu kembali pada Viviane, "Mengapa sekarang tulisannya berbeda? Strategi pemasaran baru?"

Viviane terbahak tapi hanya sebentar karena setelah itu wajahnya berubah murung. "Rumah kami akan digusur. Entah sampai kapan kami dapat berjualan di sini lagi setiap minggunya. Ketika semua penghuni panti disebar, maka tidak ada lagi Little Sunny."

Henry terdiam, ia tidak mengerti mengapa dirinya merasa iba mendengar berita itu. Tapi Cindy sudah lebih dulu menanggapinya. "Sayang sekali." Wajah gadis muda itu begitu tulus, kemudian ia menoleh pada Henry, "Bagaimana kalau kita beli semua dagangan mereka?"

Pria itu mengerjap mendapatkan serangan tidak terduga. Sebut saja Cindy lancang karena mengusulkan itu tanpa berdiskusi dulu dengannya, untung saja impulsif Cindy berada di tempat yang benar karena Henry setuju untuk membeli semua kue-kue itu.

Benaknya sedang memikirkan hal lain. Dimana Stacy? Mengapa ia tidak terlihat? Ketika tiba-tiba seseorang menabrak sikunya dari belakang.

"Maaf!" seru gadis dengan kulit merah merona dilapisi keringat tipis yang membasahi pelipisnya. Anak rambut brunettenya menyatu membingkai wajah gadis itu. "Tolong pindahkan satu lusin lagi, anak-anak pramuka di sana menyukainya." Seru Stacy tanpa menyadari kehadiran Henry di sisinya, gadis itu terlalu fokus pada pekerjaannya karena ia mulai memindahkan kue-kue ke dalam kotak.

"Sayang sekali semua kue ini sudah terjual." Viviane menggeleng pelan.

Akhirnya Stacy mendongak pada Viviane, tangannya berhenti memindahkan kue-kue itu ke dalam kotak, "Apa?"

What Makes You Fall In Love (#2 White Rose Series)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora