19. Zayn, My Son (3)

10K 1K 72
                                    

Yang berada di benak Aliendia saat ini hanya sekelumit kecil pertanyaan mengapa Suaminya mengajaknya makan di tempat seperti ini. Tempat yang menurut Aliendia bukanlah tipe seorang Aldan sekalipun Aldan merasa sakit jiwa atau kehilangan ingatannya.

BUKAN!

Bukan karena Aliendia tidak menyukainya tapi justru Aliendia mengharapkan sedikit waktu milik Aldan untuk diberikan kepadanya. Seperti contohnya sekarang ini. Mereka berdua duduk bersisihan diatas kursi panjang berbahan kayu ditemani dua gelas teh hangat dan dua buah Jagung Bakar. Milik Aliendia diserut sedangkan milik Aldan tidak diserut.

Setelah melewati masa-masa yang buruk dan cukup menakutkan untuk dirinya, Aliendia bisa seidkit bersyukur karena Suaminya sedikitnya lebih berubah membaik daripada waktu-waktu kemarin.

Aneh?

Ya tentu saja aneh bila dipikirkan lebih mendalam. Namun Aliendia lebih memilih untuk bersyukur dalam keadaan apapun. Dia tidak bisa menyalahkan Tuhan atas takdir yang diterimanya saat ini. Menjadi Istri Aldan memanglah kesalahan yang besar, tapi tidak ada salahnya jika dia memberikan kesempatan untuk Aldan berubah selama Aldan mau merubah dirinya menjadi lebih baik dari aebwlumnya.

"Kenapa lo diem aja, Lien?"

"Emh, tidak Mas. Saya hanya... Emh menikmati suasana saja." jawab Aliendia meragu.

Memang suasananya enak sekali, hawanya sejuk karena mereka juga berada di dataran tinggi. Selain hawa sejuk, pemandangan malam penuh dengan bintang yang bertebaran di langit juga cahaya terang dari rembulan menambah kesan nikmatnya 'berkencan halal' mereka malam ini. Inilah pertama kalinya Aliendia bisa berduaan dengan Aldan.

"Suasana nya enak ya?"

"Enak sekali Mas. Saya suka." riang gembira Aliendia menjawab pertanyaan dari Suaminya yang menarik senyum lebar ke arahnya.

"Syukurlah kalo lo suka."ujar Aldan sembari berhati-hati memakan biji-biji Jagung yang masih melekat pada pangkalnya.

Tadi sempat penjual warung memandangnya penuh curiga dan bertanya kepadanya mengapa wajah tampannya babak belur. Beberapa kali juga Aldan sempat dilirik oleh orang-orang disekitarnya sesama pembeli di warung jagung bakar ini.

"Kalau boleh bertanya, mengapa Mas ingin makan Jagung Bakar sampai ke Puncak? Bukankah di dekat rumah juga ada?"

"Ada, memang ada. Tapi suasanya yang gak ada. Selagi gue gak kerja, gue nikmati aja waktu gue. Hitung - hitung liburan lah. Emang lo gak mau liburan sama gue kesini?" mendadak Aliendia menjadi takut ketika Suaminya bertanya demikian.

Lirikan mata Aldan membuat Aliendia menjadi salah tingkah. Sampai-sampai Aliendia harus memutar kepalanya ke arah lain untuk menghindari tatapan tajam mata Aldan yang bak Elang itu.

"Lien, diem lagi lo! Jawab dong!" nada suara Aldan naik satu oktaf ke atas. Dari hal itu saja tubuh Aliendia sudah mulai gemetaran. Ada perasaan takut tapi lebih mendominasi adalah khawatir. Ya, wanita muda itu khawatir apabila sang Suami berteriak lebih keras atau lebih parahnya lagi dia ingin memukul.

"Eng-gak Mas. Saya senang kok. Sungguh." suaranya sampai terdengar terbata-bata menjawab pertanyaan dari Aldan.

Tapi tidak lama kemudian, Aldan menggeser duduknya lebih mendekat ke arah Aliendia. Sebelah tangannya, tepatnya tangan kirinya ia letakkan diatas punggung Tangan Aliendia. Seperti tersengat oleh aliran listrik, Aliendia langsung memutar kepalanya menghadap ke arah Aldan. Wanita itu tidak menyangka jika Aldan sudah sedekat ini dengannya dan lebih-lebih lagi punggung tangannya disentuh oleh Aldan.

"Mas?"

"Emh, Lien lo mau gak cari penginapan disini?"

***

Let's Play (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang