[9] - Jealous? Yay or Nay?

73 7 1
                                    

Vanya baru saja mengunci layar ponselnya. Biasa, Chika terus mengingatkan dirinya agar tidak lupa membeli oleh-oleh sewaktu pulang ke Jakarta nanti. Dan pada akhirnya, Chika yang brb duluan.

Beberapa hari ini, Vanya jarang berjalan-jalan keluar. Misal, ke mal, restoran unik dan nikmat. Banyak faktor penyebabnya, tugas, tidak ada waktu dan kesempatan lari dan juga,

"Oh iya, Van. Kenapa aku sudah jarang melihatmu dengan Raymond?" Harold tiba-tiba bertanya, di detik detik panekuk itu mau masuk ke mulut. Vanya meletakkan sendok dan menutup mata.

Udah jarang ya? Vanya berkata dalam hati. Belum sempat Vanya menjawab, tiba-tiba gadis bule di depan mereka ini heboh sendiri. "Raymond?! Cucu pemilik kampus yang sangat ganteng itu?" Tanya Zara dalam bahasa inggris.

Harold ikut heboh, mengangguk lalu berkata, "iya, kau mengenalnya juga?"

Zara terkekeh, "aku kenal dia, dia tidak kenal aku." Jawabnya lagi dalam bahasa inggris.

Vanya memasukkan potongan panekuk yang belum sempat termakan tadi. Cukup diam menatap Zara yang memasang wajah getir.

Harold memasang wajah kagum, mulutnya membentuk 'o' lalu menoleh sekilas pada Vanya. Seakan mengartikan, wuoh, Raymond saja sudah dekat dengan Vanya.

"Semua gadis di sini membicarakannya, asal kalian tahu. Banyak yang ingin berkenalan, bahkan ada yang ingin mengajak one night stand dengan dia," sambung Zara lagi dengan santai.

Harold melotot mendengarnya, bahh... ngeri kali gairahnya.

Harold kembali menoleh pada Vanya, "kalian bertengkar? Atau kau sudah tidak cakapan lagi karena menjadi korban one night stand nya?"

Vanya melotot dan dengan cepat mencubit lengan Harold. "Aku tidak tahu. Plis deh, pikiran mu Har, bersihin dulu gih."

Harold tidak mengindahkan perkataan Vanya dan kembali berkata, "terus kalian kenapa? Biasanya kau selalu hilang dari kampus dan pergi dengannya."

Vanya diam, tidak tahu harus jawab apa, bener juga sih kata Harold.

"Jadi.... kalian bertengkar?" Tanya Harold lagi.

Vanya menggeleng.

"Lantas?"

Vanya menggeleng lagi.

Harold mendengus kesal, tidak ingin bertanya kenapa lagi. Ia melihat ke sembarang arah, dan seperti bergumam. "Mungkin ia sedang sibuk dengan pacarnya."

Zara walaupun hanya mengerti sepatah kata, ikut mengangguk setuju. Sedikit tidak nyaman dengan perbincangan saat ini, Vanya meletakkan sendok nya. Lalu meneguk minuman dari gelasnya.

"Aku duluan ya, kelas sudah mau mulai," Vanya bangkit tak lupa membawa buku-buku catatannya. Dan meninggalkan kedua manusia itu yang sedang terkekeh habis-habisan.

"She's jealous," bisik Zara dengan senang. Harold ikut menyetujui, "yeah.. true."

Dalam hati, Harold lebih tertawa puas. Padahal dia hanya berbohong dan bercanda.

Ah, Vanya ini...

Di sepanjang lorong dekat parkiran dan gedung khusus pemilik kampus, Vanya menyumpal head set ke telinganya dan memencet lagu asal pada layar ponselnya.

Perasaannya seperti bingung, seakan mengambang di atas ombak. Langkahnya jadi tidak jelas kemana.

Perkataan kedua temannya tadi, sangat banyak yang mengganggu benaknya.

1. Dia sudah 3 hari tidak dekat dengan si anu.
2. Banyak gadis yang ingin ons dengan si anu.
3. Sibuk dengan pacarnya si anu.

Restart In ItalyWhere stories live. Discover now