[6] - Hostel, Harold, Meet Again?

138 8 3
                                    

Kalau saja Vanya tidak canggung atau sanggup menahan malu, mungkin ia akan bahagia walaupun sejenak sekarang. Kekakuan tubuhnya dan otaknya yang membuat dirinya takut dan malu untuk bergerak membuatnya harus menelan rasa pahit. Bagaimana tidak? Pesawat baru saja mendarat, dan dia tidak dapat satu foto pun sedari tadi. Satu pun!

Yha, kapan lagi coba? Vanya bisa memfoto Barcelona dan kota-kota lain dari atas? Apalagi mengabadikan pemandangan Italy dari atas pesawat. Ah sialnya! Vanya sedari tadi tidak berhenti merutuk dalam hati. Ia hanya mengantukkan kepalanya ke kaca dan cemberut.

Oh! Mungkin Vanya bisa mendapat kesempatan kedua untuk memfoto Italy dari atas.

Minta terbang lagi sama papa dan mama kan bisa?

Papa kaya, Vanya senang.

Sebenarnya bukan cuman papa aja sih, mama juga. Jadi kangen sama mama..

Alasannya hanya karena cowok berkaca mata hitam yang duduk di sampingnya, sepanjang perjalanan cowok itu sering sekali melihat ke arahnya.

Atau sebenarnya ke arah kaca?

Karena dia memakai kaca mata hitam, Vanya tidak tau arah pandangnya. Ah, tapi sudahlah. Vanya juga tidak berniat mengajak bicara cowok itu, dan oh! Hampir lupa, sepanjang perjalanan ada beberapa kali cowok itu bertanya pada dirinya, dari mana? Tujuannya ke Italy apa? Dan beberapa pertanyaan semacam tempat-tempat apa saja yang sudah Vanya datangi di Barcelona.

Vanya hanya menjawabnya singkat-singkat sambil sesekali tersenyum tipis sebagai bentuk keramahan nya, karena mereka dari berbeda negara mungkin akan lebih baik kalau sedikit saja ada keramahan. Agar tidak di cap sebagai orang yang sombong. Semacam itulah.

Pesawat sudah benar-benar berhenti, Vanya melepaskan seatbelt lalu merapikan rambutnya sebentar, sebelumnya ia mengambil ponselnya lalu mematikan mode safe flight. Dia sudah sampai kan?

Vanya melirik sedikit gerakan cowok yang ada disebelahnya, ia hanya menunduk sambil menatap layar ponselnya. Sesekali jarinya mengetikkan sesuatu yang Vanya tidak ketahui.

Dari pada melihatinya, lebih baik Vanya keluar kan? Toh semua orang sudah mulai berkeluaran.

Vanya bangkit perlahan agar bisa keluar dari barisan seat nya. Tapi si cowok kaca mata hitam itu tidak bergerak, sementara Vanya harus keluar.

Karena malas lama menunggu, Vanya mencoba untuk meminta izin, "excuse me."

Cowok kaca mata hitam itu tersadar lalu mendongak menatap Vanya yang masih berdiri di depannya. Alis mata cowok itu naik, menanyakan 'ada apa?' 'kenapa?' dan hal itu membuat Vanya menghela nafas.

"Gue mau lewat ini orang malah ga ngerti. Asgata..." gumam Vanya entah ke arah mana.

Cowok berkaca mata hitam itu memundurkan kakinya agar memberikan ruang berjalan untuk Vanya. Setelah Vanya berjalan beberapa langkah, cowok itu ikut bangkit dan mengambil tas nya. Tapi, kecanggungan menimpa Vanya lagi, ia tak dapat menggapai kopernya. Sementara cowok itu sudah berhasil menenteng tas nya.

Vanya mengedip sekali setelah melihat koper nya turun, Vanya menoleh ke kanan. Ah, cowok itu lagi. Terpaksa Vanya harus berterimakasih kan?

"Thanks." ucap Vanya sambil mulai memegang kopernya.

"No prob." jawabnya sambil berlalu. Setelah kepergian cowok itu, Vanya mulai bergerak keluar dari pesawat. Usai itu, ia akhirnya menginjak bandara. Yes!

Restart In ItalyWhere stories live. Discover now