[7] - Biancolatte, Grandma Aimee

110 10 2
                                    

Terjadi  keheningan di antara kedua manusia yang saling berhadapan saat ini. Dengan banyaknya kecurigaan dan kebingungan yang terus melintas di benak mereka. Kedua mulut saling mengatup, dan sesekali matanya mengedip seakan belum sadar siapa di hadapannya.

Berbeda dengan sekitar mereka yang sangat asik dengan perbincangan dan canda tawa. Di atas meja Vanya, semangkuk es krim dengn varian rasa dan topping sama sekali belum disentuhnya. Sama dengan Raymond, ia juga sama sekali belum menyentuhnya.

Vanya masih mengingat kejadian tadi, ketika ia mau lari dari Raymond. Dan Raymond mendapatkannya. Sementara Harold masih belum muncul juga untuk menyelamatkannya. Pada ujungnya, Raymond membawa Vanya ke cafe ini.

Biancolatte, salah satu cafe di Milan yang menyiapkan berbagai macam makanan, termasuk sup, burger, dan es krim.

Raymond selalu tau tempat yang enak, dan Vanya mulai mengingat-ingat, bahwa Raymond yang sering membawanya mengunjungi tempat baru. Seperti cafe ini. Sebenarnya Vanya tau banyak Cafe Di Milan, seperti; Nerino Dieci Trattoria, Seta, dan lainnya, tapi ya Raymond selalu mengenalkannya tempat yang baru.

Pandangannya Vanya beralih ke hadapannya saat mendengar sebuah suara mulai terdengar. "Kenapa tidak kau makan es krimnya?"

Suara yang sangat jelas itu terdengar kembali di telinga Vanya dan sejenak membuatnya merinding. Vanya menatap Raymond dan menjawab, "kau juga tidak makan es krimnya."

Raymond mengerti bahwa masih ada kecanggungan antara dirinya dan Vanya. Dan Raymond berusaha untuk mencairkan suasana.

"Bagaimana kabarmu?" Vanya merasakan jantungnya mulai berdetak lebih kuat saat mendengar pertanyaan Raymond. "Baik." jawabnya.

Raymond mulai melahap es krimnya sedikit-sedikit setelah merasa lebih tenang. Vanya hanya melihatnya sedari tadi. Lalu Raymond kembali bertanya, "jadi kau kuliah disitu?"

Vanya mengangguk walau pada awalnya ragu untuk menjawab. Dan akhirnya Vanya memutuskan untuk mengakhiri kecurigaan nya sedari tadi. "kau juga kuliah disitu?"

Raymond menjawab saat mendengar Vanya akhirnya bertanya padanya, "tidak."

"Lalu?"

"Aku datang karena ada acara di kampusmu." Vanya masih bingung apa maksudnya. Harold hanya memberitahukan tentang kunjungan pemilik kuliah, dan Vanya tidak bertanya lebih dalam lagi.

"Jadi... Kau?" pertanyaan Vanya menggantung di udara karena tidak tau harus menebak apalagi. Dan kecurigaannya terungkap saat Raymond mengungkapkan kebenarannya.

"Aku cucu pemilik kampus."

Sekarang Vanya tidak tau harus berkata apa, seperti kena sial, tidak juga, kena untung, tidak juga. Semuanya masih mengambang. Vanya masih menatap Raymond yang menikmati es krimnya, sementara Vanya masih terdiam. Raymond sebenarnya tidak mau membuat Vanya merasa tertekan atau apa, tapi memang kenyataannya bahwa dia cucu pemilik kampus.
Alias, cucu neneknya a.k.a  pemilik kampus.

Raymond melipat kedua tangannya pada tepi meja, sebelumnya ia berdeham untuk melegakan tenggorokannya. "Aku mau minta maaf."

Vanya bertanya, "untuk?"

"Untuk yang terakhir kali kau di tempatku."

Ah, Vanya jadi teringat ketika dirinya disebut jalang oleh Raymond. Vanya tersenyum miris, "gapapa, udah lewat juga."

"Tapi dimaafin kan?" nada Raymond menjadi lembut dan tatapan matanya yang hangat, kenapa Vanya jadi geregetan gini?

Vanya menggaruk tengkuk lehernya grogi, "ya, dimaafin."

Restart In ItalyWhere stories live. Discover now