1.Laura Isabella Pieter

589 56 109
                                    

"Laura, bangun!"

Teriakan di tambah guncangan itu berhasil membuat gadis bernama Laura itu menggeliat saja di balik selimut.

"YaAllah, Laura!!!" suara wanita paruh baya itu terdengar frustasi. Dia Sandra Ibu dari Laura.

Yup! Namanya Laura, lebih tepatnya Laura Isabella Pieter. Gadis dengan kadar tidurnya yang tinggi bahkan suara teriakan pun tak kan berpengaruh apa-apa bagi dirinya.

"Kalo kamu gak mau bangun? Umi gak mau denger rengekan kamu saat di hukum di hari pertama kamu sekolah ya.." Sandra mencoba menyindir anaknya.

Laura tetap tertidur lelap.

"Astaghfirullah Laura!" Sandra kesal pun menabok pantat Laura dengan keras.

"Aw!" pekik Laura mengelus pantatnya. Dia pun terduduk di atas ranjangnya.

"Sakit??"

Laura mengangguk.

"Umi mah sakit nih pantat Rara..." rengek Laura. Sandra berdesis, lalu menyibak gorden kamar Laura.

"Mandi gih, abis itu sarapan. Umi tunggu di bawah." Sandra meninggalkan Laura.

Laura tersenyum menyeringai,kemudian ia menarik selimutnya hendak tidur lagi.

"Jangan coba-coba untuk tidur lagi!" teriak Sandra. Ternyata wanita paruh baya itu belum sepenuhnya menutup pintu kamar Laura.

"Iya Umiku sayang yang bawelnya tingkat dewa.." Sandra mendelik, Laura yang melihatnya langsung lari kearah kamar mandi di dalam kamarnya.

***

Laura sudah siap dengan seragam sekolahnya. Laura menarik kursi di meja makan. Ia melirik ke arah laki-laki di sebelahnya.

"Kakak udah janji ya, Pokoknya bilangin ke temen-temen kucrut kakak itu biar gak ngehukum Rara kalo Rara telat!"

"Apa sih lo dateng-dateng ceramah." Kata Gian, kakak Laura.

"Tuh kan.. Ntar pokoknya kalo Rara di hukum, Rara bilang kalo Rara adeknya kak Gian."

"Serah lo anak manja."

"Kak Gian!" pekik Laura kesal saat di panggil manja.

"Emang bener kan? Lo tuh anak manja.." cibir Gian.

"Gue gak manja!" bentak Laura. Sandra menatap kearah Gian dan Laura bergantian.

"Lo tuh--"

"Gian.." panggil Sandra memperringati agar tak di lanjutkan.

"Iya deh umi. Maaf." ucap Gian pasrah.

"Rara berangkat ya. Assalamualaikum..." Laura berdiri mencium tangan Sandra tak lupa mengambil bekalnya.

"Kamu kan belum sarapan sayang?" Sandra tampak khawatir.

"Gak papa."

Kemudian beranjak pergi meminum susu cokelatnya.

"Lo belom makan Ra."

"Bodo."

"Ntar lo pingsan."

"Bodo."

"Ntar lo nyusahin gue."

"Bodo."

"Gue tau lo bodoh."

Laura tak menggubris perkataan kakaknya. Ia pergi dengan sepedanya kesekolah.

"Umi mau kamu jagain Laura disekolah, Gian."

"Laura udah gede' gak usah di jagain."

"Gian!"

"Iya-iya Gian jagain."

Anggian pun selesai sarapan, kemudian ia berjalan ke arah Sandra.

"Gian berangkat Umi. Assalamualaikum.." Gian mencium tangan Sandra tak lupa sebelumnya mencium kening Sandra terlebih dahulu seperti biasa.

"Gian jalan.." ucap Gian menyambar kunci mobilnya dan melenggang pergi.

"Kalo ketemu Laura dijalan. Ajak naik mobil bareng kamu Gi.."

"Lah. Dia kan naik sepeda."

"Kamu lupa ya? Laura gak tau jalan kesekolah." Gian memutar bola malas mendengar penjelasan Sandra.

"Iya.."

Gian pun pergi.

.
.

Sepanjang jalan Laura hanya diam. Ia menyumpal kedua telinganya dengan headseat putih yang bahkan tak terdengar lagu apapun.

Laura kesal ketika kakaknya selalu mengatakan kalau dirinya anak manja. Sungguh dalam hati ia memaki kakaknya. Namun laura adalah tipikal gadis yang diam. Marah pun dia hanya diam.

Tiinnn! Tiinnn!

Laura menoleh ketika suara klakson mobil terdengar dan mengusik keberadaannya.

"Gila lo!" pekik Laura kesal. Ia tau siapa pemilik mobil putih itu. Dia Gian, kakaknya.

Mobil itu berhenti tepat di depan Laura yang sedang mengayuh sepeda.
Laura pun berhenti.

Gian keluar dari mobilnya. Melepas kacamata hitamnya dan berjalan kearah Laura, adiknya.

"Naik." titah Gian.

"Lo gak buta kan? Gue naik sepeda."

"Bawel ah." Gian mengangkat sepeda Laura dan memasukannya ke bagasi mobil.

"Apa-apaan sih kak." kesal Laura.

"Udah beres. Sekarang naik." Gian berjalan membukakan pintu untuk Laura.

"Gue gak mau." Laura tetep kekeuh tidak menuruti kakaknya.

"Lo marah sama gue gara-gara tadi?"

"Enggak."

"Yaudah naik."

"Ogah."

"Udah siang Laura.." suara kakaknya terdengar memohon.

"Kalo siang kenapa? Toh gue bakalan kena hukum juga ntar."

"Ngomong apa kamu?" Gian merubah logat bicaranya menjadi sangat lembut.

"Engga!" Laura pun masuk kedalam mobil. Gian tersenyum senang.

Mobil putih itu pun melesat dengan cepat membelah kota jakarta yang memang penuh sesak.




Baru part 1 nih wkwkw
Cerita kedua ini , ya gaje gak papa deh..
Vommentnya boleh dong kakak :*

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now