Hello, Mino

2.4K 225 44
                                    

"Aaaarrghh!" erang Irene ketika gadis itu kalah untuk kesekian kalinya dalam permainan Jenga.

"Ah Irene-a kapan kau akan menang? Aku bosan menang terus," ujar Jeno, adik Sehun yang sedari tadi ikut bermain bersama Sehun dan Irene di ruang tengah rumah Sehun.

"Hyaa berhenti meledekku, Oh Jeno!"

Jeno dan Sehun hanya berbeda satu tahun, itu artinya Jeno seumuran dengan Irene. Jeno kuliah di KAIST mengambil studi computer science.

"Kau akan kuberi kesempatan untuk menang. Aku tidak akan ikut bermain di ronde ini. Kita lihat siapa pemenangnya antara kau atau hyung," ujar Jeno yang kini meraih sebuah bantalan sofa dan berbaring di atas karpet, mengambil posisi tidur.

"Tentu saja aku yang akan menang!" Seru Sehun.

"Kita lihat saja. Kali ini aku akan menang!" sahut Irene tidak mau kalah.

Irene memulai permainan. Sebelum Sehun mengambil gilirannya, sebuah ide terlintas di otak Sehun.

"Hey, yang kalah harus menuruti perintah yang menang. Bagaimana?" tanya Sehun.

"Oke! Siapa takut!"

"Irene-a, hati-hati. Hyung itu menyebalkan," ujar Jeno memperingatkan Irene.

"Tenang saja, aku yang akan memenangkan permainan kali ini," Irene berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Setelah 10 menit permainan berlangsung, krisis pun mulai nampak, ditandai dengan semakin lambannya setiap orang melakukan gilirannya, mencari setiap langkah yang akan mempertahankan menara yang sudah bolong-bolong itu.

"AARRRGHH!" teriak Sehun dengan kesal ketika tumpukan balok itu jatuh berantakan. Hal itu berbanding terbalik dengan Irene yang justru bersorak kegirangan.

"Aku tidak percaya aku kalah!" teriak Sehun sambil menjambak-jambak rambutnya dengan frustasi.

"AHA! Jangan meremehkanku! Ya! Oh Jeno lihat akulah yang menang!" seru Irene bersorak. Irene menatap Jeno yang ternyata kini sudah terbaring pulas.

"Ya! Jeno-ya! Kau malah tidur? Hey, aku menang!" Irene mengguncang-guncang tubuh Jeno, namun lelaki itu malah mengerang pelan dan menyuruh Irene untuk tidak menganggu tidurnya.

Irene hanya cemberut. "Aish, menyebalkan!"

Gadis itu beralih menatap Sehun yang masih menatap balok-balok jenga dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin laki-laki itu kalah dari Irene yang seharian ini bahkan tak pernah menang?

"Sudahlah, jangan ditatap terus. Kau tak akan mengubah hasilnya dengan hanya menatap balok-balok itu," ujar Irene lalu terkekeh. Sehun menatap Irene dengan pandangan masam.

Irene bangkit berdiri lalu berkacak pinggang.

"Jadi, sekarang serahkan padaku semua rokokmu!" Sehun hanya bisa menganga di tempatnya duduk saat ini.

"Kau mau mencoba rokok?"

"Aniya! Cepat! Berikan! Jangan ada yang kau sembunyikan!" Dengan berat hati, Sehun melangkah menuju kamarnya dan kembali dengan 4 bungkus rokok. Irene sendiri sudah siap dengan kertas post it, lakban, dan spidol di meja ruang tengah.

"Ya! Kau bilang sudah jarang merokok tapi apa itu? Kau bahkan masih menyimpan 4 bungkus!"

"Baru satu kok yang dibuka. Tiga lagi masih utuh. Aku kan hanya mengurangi, bukan berhenti, lagipula itu untuk persediaan, kalau stress," ujar Sehun mencoba membela dirinya.

"Aish," umpat Irene.

Gadis itu mulai melakban bukaan setiap bungkus rokok dengan lakban yang telah ia siapkan, tak lupa ia menulis sesuatu di sebuah kertas post it lalu menempelkannya di setiap bungkus rokok milik Sehun.

Remember YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang