Jangan Merindu

2K 229 14
                                    

Sehun memandangi Irene yang sedari tadi bercerita dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ia begitu menyukai pemandangan ini. Demi dewa Neptunus, Sehun rela melakukan apa saja untuk terus melihat gadis di hadapannya tersenyum seperti ini terus.

"Tampaknya dulu kamu ceria sekali," komentar Sehun begitu Irene menyelesaikan ceritanya.

"Benarkah? Aku terkadang lupa seperti apa aku yang dulu,"

"Apa kamu banyak berubah?"

"Semua orang pasti berubah kan? Ah ani, semua hal pasti berubah. Tapi aku tidak tahu sejauh apa aku berubah," Irene memainkan pasir pantai dengan kaki mungilnya, membiarkan beberapa butir terselip di sela-sela jarinya yang terbebas dari alas kaki.

"Lalu, apa yang terjadi?" Irene mengalihkan pandangannya pada Sehun dan menatap lelaki itu dengan tatapan bingung.

"Kamu dan Mino. Kalian tampak begitu bahagia. Apa yang terjadi?" Irene menaikkan sudut bibir kanannya sedikit.

"Mereka pembohong. Aku benci pembohong," Sehun menaikkan sebelah alisnya. Kini gilirannya yang dilanda kebingungan. Sepengetahuannya, Irene masih begitu mencintai Mino. Hal itulah yang dulu juga dikatakan Seulgi kepadanya, tapi sekarang kenapa Irene bilang ia membenci Mino. Dan mereka? Hanbin juga?

"Apa yang terjadi?" Tanya Sehun lagi.

"Rahasia," kata Irene lalu tertawa pelan. Sehun tidak suka tawa itu karna ia tahu, tawa yang ditunjukkin Irene barusan menyimpan begitu banyak rahasia, dan mata gadis itu tak lagi bercahaya seperti ketika ia menceritakan kenangannya tadi.

Song Mino. Sebegitu berharganyakah kamu untuk seorang Bae Irene? Lalu apa yang kamu lakukan? Menyia-nyiakannya?

●○●

Irene menatap langit-langit kamar penginapannya selama di Busan. Sehun dan teman-temannya menyewa sebuah kamar penginapan tradisional Korea yang besar sehingga 7 orang bisa tidur beralaskan matras di dalamnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, tapi sedari tadi Irene belum mampu memejamkan matanya sementara yang lainnya sudah terlelap, bahkan yang laki-laki mendengkur tak tahu diri.

Gadis itu bergerak perlahan, berusaha tak mengeluarkan suara sekecil apapun yang bisa mengganggu tidur keenam orang lainnya. Ia keluar dari kamar dan pergi dari penginapan seorang diri..

Tujuannya hanya satu. Pantai. Penginapan mereka untungnya sangat dekat dengan pantai, sehingga Irene tak perlu takut tersesat.

Irene menghela nafas panjang begitu ia sampai di pantai. Sebenarnya, ia bukan seorang penggemar berat pantai. Dulu, Irene bahkan tidak menyukainya karena pantai terasa begitu panas, lagipula ia juga tidak bisa berenang. Jadi, untuk apa ke pantai?

Tapi, semua berubah ketika ia mengenal Mino. Laki-laki itu begitu menyukai pantai. Mino seringkali mengajaknya ke pantai, pada waktu yang berbeda-beda. Entah itu hanya duduk di atas pasir pantai, berjalan-jalan menyusuri bibir pantai, bermain water sport, memotret pemandangan dan Irene sebagai modelnya, atau hanya sekedar melihat matahari di batas laut kala senja dan kala ia terbit.

Ada begitu banyak kenangan tentang Mino di pantai. Sebenci apa pun Irene pada Mino, pada akhirnya ia masih mencintai laki-laki itu, meski kini ia berjuang mati-matian menghapus perasaannya, menghapus kenangannya. Dan Irene tak pernah lagi bisa membenci pantai. Ia terlanjur jatuh hati pada segala sesuatu tentang laut dan pantai. Dengan deburan ombaknya yang mungkin bisa menghanyutkan Irene, dengan teriknya matahari siang yang mungkin bisa membuatnya gosong. Semuanya.

Remember YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang