"Kau demam? Sejak kapan?"

"Kau tak ingin masuk dulu?" Sehun membuka lebar-lebar pintu rumahnya, membiarkan Irene masuk ke dalam.

"Jadi sejak kapan kau demam?"

"Hmm 2 hari yang lalu sepertinya. Atau kemarin? Ah sepertinya kemarin,"

Sehun berjalan menuju ruang tengah dan menghempaskan dirinya ke atas sofa, sementara itu Irene hanya memperhatikan setiap gerak-gerik lelaki itu tanpa beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri.

"Hey, aku lapar," ujar Sehun.

Irene menghela nafas panjang lalu melengos ke arah dapur, berniat membuatkan semangkuk bubur untuk Sehun. Sehun menatap punggung gadis itu sambil tersenyum tipis. Rasanya tubuhnya terasa lebih baik sejak melihat gadis itu datang.

●○●

Irene menatap mangkuk bubur yang isinya masih tersisa setengah dengan pandangan masam. Oh Sehun tidak menghabiskan bubur buatannya.

"Apa rasanya tidak enak?" Sehun menggeleng pelan

"Enak kok, tapi aku sudah kenyang,"

"Hyaa bagaimana mungkin kau kenyang hanya dengan setengah mangkuk bubur! Ayo, habiskan! Setelah itu minum lagi obatmu,"

Irene menyodorkan kembali mangkuk tersebut ke arah Sehun namun lelaki itu kembali hanya menggeleng pelan.

"Aku datang kemari dan membuatkan bubur ini untukmu dan kau hanya menghabiskan setengahnya. Kau menyebalkan, Sehun-ssi," ujar Irene yang kemudian memanyunkan bibir mungilnya.

Sehun terkekeh lalu mengacak-acak pelan rambut Irene.

"Baiklah, tapi suapi aku, ne?"

Dengan begitu, Irene menyuapi Sehun sisa buburnya sementara Sehun asyik menonton film kartun yang ditayangkan di televisi.

"Kau terlihat seperti bayi besar. Makan bubur, disuapi, sambil menonton film kartun," Irene berdecak pelan.

"Apa aku terlihat lucu? Menggemaskan?"

"Menggelikan?"

Kini giliran Sehun yang memanyunkan bibirnya begitu ia mendengar ucapan Irene. Irene tertawa pelan melihat kelakuan lelaki itu. Siapa sangka dibalik sosok Sehun yang menyeramkan ada sosok lain yang seperti ini?

"Cha! Sekarang minum obatmu," Irene beranjak dari sofa menuju ke dapur untuk mengambilkan Sehun segelas air dan obat yang tadi Irene lihat tergeletak di meja makan.

Irene menyerahkan gelas dan obat tersebut pada Sehun dan Sehun langsung meminum obatnya. Laki-laki itu menaruh gelasnya di atas meja.

Sejurus kemudian, tanpa Irene duga, Sehun berdiri dari duduknya, mengacak pelan rambut Irene dan merengkuhnya dalam sebuah pelukan singkat.

"Gomawo," bisiknya tepat di telinga Irene.

Rasanya tubuh Irene seperti dialiri sengatan listrik secara tiba-tiba. Irene bahkan merasa tubuhnya kaku, otot-otot tubuhnya seolah menolak digerakan, meski kini Sehun telah melepas pelukannya. Gadis itu hanya mampu menatap Sehun dengan mata terbelalak.

"Wae?" Tanya Sehun pelan.

"A-aku," Irene tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak bisa menjelaskan. Ia sendiri tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya.

"Apa kau merasa seperti ada sengatan listrik mengalir dalam tubuhmu?"

Irene menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Sehun.

Remember YouWhere stories live. Discover now