BAB 15

16 0 0
                                    


Tak lama kemudian peluru berhasil keluar dari tubuh pria tersebut dan dengan sigap ia menjait lukanya.

"Sudah selesai"

Rinaya membereskan p3k dengan sigap. Tapi di saat Rinaya mengambil obat merah, tangan Naya terhalang oleh Janssen. Dengan segera Janssen mengambil nya lebih cepat dari pergerakan Rinaya.

"Apa kau tidak tau, jika luka hanya didiamkan, maka akan infeksi"

Tiba-tiba Janssen meraih kaki Naya dan segera menuangkan obat merah itu pada kapas. Perlahan kaki Naya teratasi luka yang ada pada telapak kakinya itu.

"Jans, maafkan aku. Sejak kehadiranku, kau pasti kerepotan bukan?"

Janssen tidak ambil bicara, dia malah mengacak-ngacak rambut Naya dan pergi ke dapur. Merasa tidak enak telah merepotkan Janssen, Naya langsung pergi mengikuti Janssen ke dapur.

"Apa yang ingin kau masak hari ini?

Rinaya melontarkan senyuman kepada Janssen. Dengan sigap wanita itu mengambil sayuran yang akan di masak Janssen.

"Lebih baik kau diam saja di sana, dan istirahatlah. Lihat laki mu, belum sembuh total Nay."

Janssen menyaut sayuran yang di pegang Naya dan segera menggendong Sikarana ke ruang tengah.

"Duduklah di sini, jika kau kangen dengan ku, panggil saja namaku"

Janssen tersenyum lebar dengan rasa kepedean yang tinggi. Naya hanya mencubit lengan Janssen dan mendorong tubuhnya

"Sudah pergilah ke habitatmu sana. Dasar cowok gembel"

"Gombal Nay"

Senyum manis Janssen selalu mengembang di hadapan Naya.

Selang beberapa waktu, Janssen menampakan batang hidungnya dengan membawa masakan lezat yang terlihat menggugah selera

"Wahhh kelihatannya enak, kau pandai memasak juga rupanya"

Rinaya memandang lekat makan-makan yang sudah di sajikan di meja makan.

"Sudah jangan banyak nanya. Habiskan"
Di dalam pertengahan sarapan pagi. Pria Belanda yang terluka itu sadar, segera Janssen menarik lengan Naya untuk bersembunyi di belakang Janssen. Perlahan Janssen mendekat dan mencoba untuk menanyakan kondisinya

"Apakah kau sudah baikan?"
Janssen melontarkan pertanyaan dengan was-was memegangi lengan Naya

"Dimana aku?"
Pria itu tampak binggung dengan keberadaannya sekarang.
"Kau sekarang berada di rumahku, kalau boleh tau siapa namamu?"

Sepintas Janssen memandang Naya. Reaksi wajah Naya tegang dan ketakutan.

"Namaku Larn Fans Carlt, namamu dan wanita di belakangmu?"

Sepintas mata Larn memandang Naya yang sembunyi di belakang Janssen

"Janssen dan temanku ini Sikarana. Kalau boleh tau apa yang membuatmu tertembak?"

"Ceritanya panjang, akan ku jelaskan besuk saja"

Larn menahan rasa sakit di pundaknya. Janssen dan Naya memakluminya.

Setelah selesai makan, Janssen membereskan piring dan beranjak turun dari rumah pohon.

"Jans kau mau pergi kemana? Aku ikut"

Rinaya menghampiri Janssen yang hendak turun.

"Kau disini aja Nay, lagian kakimu masih sakit"

"Tidak sakit jika aku melakukan ini"

Naya langsung melompat kepunggung Janssen. Sontak membuat Janssen kaget.

"Apa yang kau lakukan Nay, turun!"

"Tidak akan, aku akan ikut denganmu, kumohon"

Naya bersuara melas dan menyender di punggung Janssen.

"Tapi kau harus berjanji jangan melepaskan tanganmu dari gendonganku. Jika kau menghilang, aku tidak akan mrncarimu"

"Siap laksanakan bos!"

Rinaya hormat di atas gendongan Janssen. Tampak dari jauh Larn mengamati tingkah keduanya



Merely A DreamWhere stories live. Discover now