BAB 12

22 4 0
                                    

Ucap Rinaya dan mengalihkan pandangannya menoleh kesamping. Kini Janssen menatap wajah Rinaya dengan lekat. Berlahan wajah Janssen mendekati wajah Rinaya. Wanita itu salah tingkah dan dengan reflek Rinaya memejamkan matanya.

"Ada apa dengan mu?"

Ucap Janssen tertawa.

●●●●●●

Rinaya membuka matanya berlahan dan medapati Janssen yang sedang tertawa puas. Muka Rinaya berubah seperti udang rebus yang menahan malu. Dia berfikiran jika Janssen hendak menciumnya.

"Sudut bibirmu juga terluka. Ini kenapa?"

Janssen memegang luka di sudut bibir Rinaya hingga membuat Rinaya kesakitan.

"Aw jangan disentuh curut!"

Rinaya berusaha bersikap biasa karena jarak keduanya sangat dekat hingga tinggal beberapa senti meter.

"Aku tanya,bibirmu kenapa?"

Ucap Janssen kesal karena Rinaya tidak menjawab pertanyaanya

"Ini karena kedua lelaki tadi siang itu. Aku dipaksa ikut dengan mereka dan mengatakan,jika aku ikut dengannya aku akan dibuat bahagia semalaman. Uh aku jadi risih mendengarnya dan memutuskan untuk berusaha pergi dari cengkramanya.
Inilah yang aku dapatkan,Sebuah pukulan."

Rinaya mengutarakan semuanya pada Janssen tanpa malu.
Entah apa yang ada di pikiran Janssen,tiba-tiba pria Belanda itu mencium sudut bibir Rinaya dengan lembut. Rinaya membulatkan matanya tak percaya dengan aksi gila yang Janssen lakukan. Sekujur tubuh wanita itu kaku dan tidak menandakan gerakan sedikitpun. Janssen akhirnya melepaskan ciuman yang mendarat di bibir Rinaya. Dia memutuskan untuk pergi dari kamar tersebut karena kali ini Janssen juga salah tingkah oleh kelakukanya sendiri.

"Jans tunggu"

Ucap Rinaya yang menahan Janssen untuk pergi dari kamarnya.
"Hem"
Hanya kata itu yang bisa Janssen lontarkan.

"Ti tidak. Selamat malam"

Ucap Rinaya dengan hati yang dari tadi berdetak kencang tak karuan.

"Ya"

Janssen menutup pintu kamar Rinaya dan kembali ke kamarnya. Di dalam kesunyian,Rinaya senyum-senyum sendiri memikirkan ciuman yang Janssen berikan.
Begitu juga sebaliknya. Janssen juga mengalami hal yang sama.

Tak lama kemudian,pintu kamar Rinaya terbuka, Naya pikir Janssen yang masuk tapi dugaan ya meleset. Terlihat anak buah lelaki tadi menerobos masuk tanpa mengetuk pintu. Rinaya langsung bangkit dari tidurnya.

"Selamat malam cantik?"

Ucap pria itu dan berlahan mendekati Rinaya.

"Mau apa kau?"
Tubuh Rinaya bergetar hebat. Menampakan ketakutan.

"Berhenti mendekatiku brengsek!"

Rinaya berteriak agar Janssen tau jika dirinya terancam.

"Jangan berteriak Sayang. Lelaki yang bersamamu sudah terlelap. "
Pria itu mendekati Rinaya dan hendak menciumnya.
Rinaya mendorong tubuh pria brengsek itu dan berusaha lari dari kamar. Tapi gaunya yang besar mempermudah pria itu untuk menangkap Rinaya dari pelarianya. Retsleting di belakang tubuh Rinaya mendarat ke bawah hingga menampakan tubuh putihnya. Rinaya memberontak tapi kali ini tamganya terkunci oleh nya, al hasil tubuh Rinaya di pepetkan ke tembok dan pria itu menciumi punggung Naya dengan penuh nafsu.

"Dasar pria brengsek. Hentikan!!!"

Rinaya berteriak. Air matanya terlepas dari tempat semula dan membanjiri kedua pipinya

Brakkkk!!!!!

Sebuah kayu tebal berhasil mendarat di kepala pria sialan itu. Rupanya Janssen lagi-lagi menyelamatkan nyawa Rinaya dari malapetaka.

"Ayo keluar Nay"

Ucap Janssen dan menarik lengan Rinaya untuk keluar dari rumah ini. Dan tiba-tiba Janssen teringat jika kaki Rinaya masih terluka. Tanpa babibu diboponglah tubuh mungil Naya dan berlalu meninggalkan rumah itu.
Tangan Rinaya melingkar di leher Janssen dan menangis tersedu-sedu mengingat kejadian tadi. Jika tidak ada Janssen mungkin keperawanan Rinaya terambil sudah oleh pria brengsek tadi.
Janssen memutuskan untuk bermalam di dalam hutan. Dia langsung menurunkan Rinaya dan menatap Rinaya.

"Sudah,hentikan tangisanmu itu. Yang terpenting kita sudah aman . Dan maafkan aku tidak menuruti perkataanmu sebelumnya."

Janssen langsung memeluk tubuh Naya dengan erat. Dan akhirnya Janssen tersadar jika punggung Rinaya terbuka dan buru-buru melepaskan pelukanya itu.

"Na Naya aku minta maaf sebelumnya. Tolong menghadap ke arah barat."

Ucap Janssen tergagap. Akhirnya Rinaya menuruti apa kata Janssen. Dia langsung memberanikan diri untuk menaikan retsleting Naya.

"Kau mau apa?"

Rinaya panik dibuatnya. Dan berbalik mengadap Janssen.

"Bu bukan maksudku melakukan sesuatu Nay. Retsleting mu terbuka,kau tau?"

Janssen berusaha menata perkataannya agar tidak menyinggung perasan Rinaya.
Rinaya teringat jika itu ulah pria brengsek tadi.

"Terimakasih Jans,tapi aku bisa melakukannya sendiri."

Merely A DreamOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz