BAB 11

12 4 0
                                    

"Jans hentikan!"

Rinaya menghentikan langkahnya dan melepaskan genggaman Janssen. Dan tiba-tiba butiran air mengalir menyusuri pipi Naya.

"Nay ka kau kenapa?"
Ucap Janssen,panik dan berlalu mendekati Naya.

"Berhenti mengajakku berlari Jans. I ini menyakitkan."

Tangisan Rinaya memecah,air matanya tak hentinya mengalir dari kedua matanya.

Janssen akhirnya tersadar jika Rinaya tidak mengenakan alas kaki dari pertama kali dia bertemu. Digigitnya bibir bawahnya menahan rasa bersalahnya pada Rinaya.

"Nay a aku minta maaf"
Janssen mulai mengerti arti tangisannya itu. Dan akhirnya Janssen memutuskan untuk menggendong Rinaya.

" ka kau mau apa?"
Ucap Rinaya bingung dengan tingkah Janssen yang congkok membelakangi Rinaya

"Cepat kemarilah jangan banyak tanya."
Janssen bersikeras membujuk Naya dan akhirnya wanita itu menurut. Rinaya pasrah dan jika dia mengelak maka kakinya tidak hanya berdarah melainkan membengkak dan lebam.

"Kenapa harus menangis? Payah"

Ucap Janssen yang kini menggendong Naya di punggungnya.

"Kau lebih baik diam dan teruskan langkahmu"

Naya mendengus kesal pada Janssen dan mencubit lengan kiri Janssen.

"Aw sakit Nay,hentikan!!"

Janssen berteriak kesakitan. Dan keduanya berdiam diri dalam pemikirannya masing-masing. Langkah demi langkah mereka telusuri dan tanpa tujuan dari keduanya hingga malam menyelimuti langit kelabu.

"Nay coba kau lihat di arah jam 2. Kau lihat ada rumah kecil. Kelihatannya ada yang menempati."

Janssen melihat dengan seksama menelusuri dengan teliti.

"Kau bicara apa Jans aku tidak tau apa maksudmu jam 2 tadi"

Rinaya kesal dengan kosa kata yang Janssen gunakan.

"Sudahlah,kau tidak akan paham. Diamlah dan berdoa agar kita bisa tidur di tempat yang layak."

Janssen mendengus kesal dengan kebodohan Rinaya yang sulit mencerna ucapannya tadi.
Keduanya berhenti di depan rumah yang Janssen lihat dari kejauhan.

"Apakah kau yakin menginap di sini Jans?"
Naya menggedek ketakutan dan tak yakin jika esok bisa bernafas kembali.

"Jika tidak disini di mana lagi?"

Janssen memutuskan untuk mengetuk pintu rumah yang terlihat misterius penuh kesuraman.
Dan diturunkannya Rinaya dari punggung Janssen.

Tok!tok!tok!

Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan terlihat seorang lelaki dengan tatapan garang membukakan pintu.

"Permisi pak,maaf sebelumnya mengganggu tidur an.."

"Langsung saja,apa tujuanmu kemari?"

Ucap lelaki tersebut,memotong pembicaraan Janssen. Rinaya ketakutan dengan tatapan yang lelaki itu lontarkan hingga Rinaya bersembunyi di balik Janssen.

"Jans ayo kita pergi dari sini. Kau yakin besok kita bisa berbicara lagi seperti ini?"

Bisik Rinaya dalam ketakutan yang mendalam. Dirinya memegang kemeja belakang Janssen.

"Em,kami ingin menginap di sini. Rumah kami sedang ada masalah."

Ucap Janssen dengan memberanikan diri ia lakukan untuk Rinaya.

"Baiklah aku izinkan. Cepat masuklah."

Ucap lelaki itu mempersilahkan Janssen dan Rinaya masuk.

"Terima kasih pak"
Janssen langsung menuntun Rinaya masuk dengan pelan.

"Disini ada dua kamar,kalian bisa menempatinya"

Lelaki tersebut berlalu meninggalkan keduanya. Dan sepintas terlihat lelaki yang mungkin anak buahnya berbisik kepada bapak-bapak yang mempersilahkan Janssen dan Naya masuk.
Rinaya memandang keduanya yang sedang berbisik-bisik itu lantas membuat Rinaya takut dan mengalihkan pandangan ya ke arah Janssen. Janssen menuntun Rinaya masuk ke dalam salah satu kamar tersebut dan mendudukan Naya di ujung kasur.

"Jans apa kau yakin kita bermalam di sini?"

Gerutuan cemas terpampang nyata di wajah Naya dan menggigit bibir bawahnya.

"Sudah percayakan padaku jika ada hal yang membuatmu tidak nyaman. Kamar ku ada di depan kamar ini. Kau bisa meminta tolong padaku."

Ucap Janssen dan hendak keluar dari kamar. Tetapi lengannya lebih dulu tertahan oleh Rinaya.

"Jans kumohon"

Rinaya sangat ketakutan harus bermalam di sini.

"Sebentar,aku akan kembali"

Janssen berlalu dan melepaskan genggaman Naya dan keluar.

Tak lama kemudian,Janssen kembali dengan membawa baskom yang sudah menampung air hangat dan juga handuk kecil.

"Rupanya kau belum tidur?"

Ucap Janssen,dan melihat Rinaya yang masih terduduk di ujung kasur.

"Angkat gaun mu keatas. Aku akan mengobati kakimu."

Dengan sigap Janssen meraih kaki Rinaya yang penuh goresan luka. Rinaya memandang Janssen dengan seksama.

"Kau seharusnya memberitahu ku,jika kau tidak memakai al.."

Ucap Janssen yang sedang sibuk membasuh kaki Rinaya dan beralih memandang Rinaya. Rinaya kini tertangkap basah oleh Janssen yang dari tadi memandanginya dengan diam-diam.

"Kenapa kau memandangi ku?"

Janssen menghentikan aktivitasnya dan memulai menginvestigasi Naya yang seperti ketahuan mencuri barang ,tapi tidak untuk Rinaya. Dia hanya mencuri pandangan ke arah Janssen.

"Si siapa yang memandangimu, dasar!"

Ucap Rinaya dan mengalihkan pandangannya menoleh kesamping. Kini Janssen menatap wajah Rinaya dengan lekat. Berlahan wajah Janssen mendekati wajah Rinaya. Wanita itu salah tingkah dan dengan reflek Rinaya memejamkan matanya.

"Ada apa dengan mu?"

Ucap Janssen tertawa.

Merely A DreamWhere stories live. Discover now