BAB 14

17 2 0
                                    

"Hentikan omong kosongmu, aku hanya prihatin melihat mu jadi..."

Janssen menghentikan perkataannya karena tingkah Rinaya yang berhasil membuat semburat merah menjalar di kedua pipi Janssen. Rinaya menurunkan sedikit gaunya hingga belahan dadanya hampir separuh terlihat.

"Ka kau apa yang kau lakukan?"

"Sepertinya kau buta dengan hal seperti ini. Kau kan juga mengatakan jika kau tidak tergoda maka aku merasa aman dengan...."

Spontan, Janssen menyaut kemejanya dari tangan Rinaya. Dia memandu Rinaya agar kemejanya di kenakan oleh wanita itu. Dan dengan sigap, Janssen mengancing satu persatu dengan segenap keberanian. Mata birunya sekilas memandang belah dada Naya.

"Dasar bodoh."

Ucap Janssen dan berlalu pergi meninggalkan Rinaya.
Rinaya tertawa puas dengan kejadian ini. Senyum kemenangan terpancar di wajahnya

"Jans, kau mendengar sesuatu tidak?"

Rinaya menghentikan tawanya, seketika terdiam dan mendengarkan dengan seksama.

"Shuuttt!!. Terdengar sangat jelas sekali. Suara itu bertanya padaku"

Bisik Janssen dan tertawa terbahak-bahak. Rinaya melontarkan pandangan masam ke arah Janssen.

"Dasar payah, ini bukan saatnya bercanda Jans. "

Tolong!!!!!!!

Rinaya bangkit dari duduknya menyelidiki dan mengarah pada sumber suara

"Kau kau mau kemana Nay?"

Janssen mencegah Rinaya pergi dengan menahan lengan Naya. Tanpa babibu ia melepaskan cengkraman Janssen dan berlari mendekati sumber suara. Rinaya tidak menghiraukan kaki nya yang terhempas menghentak tanah.

"Rinaya berhenti!!!"

Teriak Janssen, tubuhnya memecah angin pagi yang penuh dengan kicauan burung.
Janssen membungkam, dirinya melihat seorang pria berbangsa denganya tertembak pada punggung bagian kanannya. Rinaya terlihat panik dan mencoba menghentikan pendarahan yang semakin parah.

"Janssen kenapa diam saja. Cepat bantu aku mengangkatnya!!!"

Rinaya berteriak menyadarkan Janssen dari lamunannya. Dan dengan spontan Janssen menarik tangan Naya untuk menjauh

"Apa kau gila!!!"

"Kau yang gila Jans!!! Membiarkan dia mati di hutan?! Baiklah pergilah, aku tidak butuh bantuanmu!!"

Ucap Rinaya, dan kembali sibuk mengangkat tubuh pria itu ke rumah pohon. Entah apa yang terlintas di pikiran Janssen, rasa bersalah terselip di hatinya. Tanpa babibu Janssen menggendong pria itu di punggungnya.

"A apa yang..."

"Kau tidak lihat aku menggendongnya? Tetaplah disini. Setelah aku mengantar dia, aku akan kembali menjemputmu"

Rinaya tidak menghiraukan perkataan Janssen dan mengikuti kedua pria Belanda tersebut dari belakang dengan berjalan pincang.
Sesampainya di rumah pohon Janssen mengangkat tubuh pria tersebut ke atas rumah pohon dan dengan cepat Janssen turun untuk menjemput Rinaya.

"Nay kau tidak papa?"
Janssen panik dan baru tersadar jika Rinaya mengikutinya dari belakang dan memaksakan diri untuk berjalan tanpa alas kaki. Rinaya terduduk di tanah dan bersandar pada pohon besar, Menahan rasa sakit yang menjalar di kakinya.

"Sudah kubilang, tetaplah di sana kau tidak melihat kakimu berdarah lagi?"

Dahi Janssen mengerut memancarkan kepanikan yang mendalam.

"Jans jangan hiraukan aku, cepat bantu dia."

Suara Rinaya melemah menahan rasa sakit. Janssen tidak mendengarkan penjelasan Naya melainkan membopong tubuhnya ke atas pohon.

○○○○○

"Kau bisa ambilkan baskom berisi air dan juga kotak P3K?"

Ucap Rinaya menyuruh Janssen agar segera menangani pria tersebut.
Tak lama kemudian Janssen membawa semua peralatan yang diperlukan.

"Apa kau sebelumnya pernah melakukan ini mrs Nay?"

Janssen ragu dengan Naya yang sudah siap dengan gunting dan alat medis lainya.

"Sebenarnya aku ragu, tapi aku pernah ikut ekstra kurikuler PM..., Rinaya tersadar jika didunia ini tidak ada ekstra seperti itu. Janssen bingung dengan perkataan Rinaya

●●●●●●

"Aku tau itu dan akupun tau tentangmu. Berpura-pura tidak tau itu menyakitkan hingga aku bisa melihatmu secara langsung"

Merely A DreamWhere stories live. Discover now