BAB 8

23 4 0
                                    

Sinar matahari kini memenuhi ruangan tersebut. Memberi salam kehangatan di pagi hari yang siap untuk beribu momentum di ingatan. Kilauan cahaya menebus melewati celah-celah jendela.

Berlahan wanita itu membuka matanya yang di sambut beribu cahaya terang. Rinaya terbangun dan duduk sejenak. Dia melihat selimut yang Rinaya kasih ke Janssen tadi malam dan kini selimut itu bertengger di tubuhnya saat dia tidur.
"Kau sudah bangun?"

Terlitas suara dari balik papan yang membuat sekat antara ruang tidur dan dapur. Rinaya mengabaikan pertanyaan Janssen. Wanita itu buru-buru melihat jendela ingin menyaksikan sang mentari tersenyum dalam luasnya hutan.

"Kau tidak mandi?"
Tanya Janssen yang berhasil membuat tubuh Rinaya menoleh ke arah Janssen.

"Dimana aku harus mandi?"

Suara gemericik air berkelana membentuk nada indah. Air mengalir sangat jernih hingga wajah Rinaya tampak jelas terlihat di air yang mengalir tenang itu.

"Cepat mandi,aku akan menunggumu di gubuk. Tenang,aku bukan lelaki mesum seperti kebanyakan orang."

Janssen tersenyum manis kepada Rinaya dan beranjak pergi untuk berbaring di gubuk.
Semua pakaian yang Rinaya kenakan sudah terlepas semua. Tampak gaun tergantung di batang pohon. Dengan cepat Rinaya mandi,ia takut jika terlihat orang lain.

"Tolong!!!"

Janssen seketika membuka matanya dan bangkit dari tidurnya. Kakinya mengiring langkah cepat dan pergi menuju keberadaan Rinaya. Setengah hati Janssen mendekati Rinaya. Dia takut jika Dirinya datang Rinaya belum mengenakan busana. Dan dugaan Janssen benar. Rinaya hanya mengenakan kain putih untuk menutupi bagian tubuhnya. Dan kain itu berhasil menghalangi pandangan hingga atas lutut dan juga bagian dadanya.

"Kenapa kau kesini Janssen?!!!"

Teriak Rinaya dan memegang kain itu erat-erat di tubuhnya.

"Kau tadi kan teriak minta tolong,jadi aku kemari ingin menolongmu. Dasar!!."

Janssen memunggungi Rinaya dengan detak jantung yang bergerak cepat. Janssen menggigit bawah bibirnya dan memutuskan untuk melangkah menjauh dari hadapan Rinaya.

"Janssen tunggu!"

Rinaya memutar bola matanya. Kakinya hampir sepenuhnya bergetar menyuruh hal bodoh kepada Janssen. Sontak Janssen menghentikan langkahnya tanpa menoleh Rinaya.

"Janssen tolong singkirkan ulat itu dari gaun ku. Kumohon?"

Ucap Rinaya menunjuk gaun yang tergeletak di atas batang pohon besar. Dia memberanikan diri untuk meminta tolong pada Janssen. Tanpa babibu Janssen menyingkirkan ulat di gaun Rinaya dan memberikan gaun itu pada wanita yang setengah telanjang.

"Bentar!! Tutup matamu rapat-rapat. Aku tidak ingin terlihat olehmu."

Rinaya menatap punggung Janssen yang segera menghadapnya untuk menyerahkan gaun putih itu.
Segera Rinaya melangkah mendekati Janssen dan mengambil dengan cepat gaun pemberian Janssen.

"Kau boleh pergi."

Ucap Rinaya dengan tersipu malu. Kejadian ini sangat memalukan yang melibatkan Janssen.

Terlihat Janssen sedang termenung di gubuk. Setengah kakinya terhempas menyentuh air yang jernih itu. Terlintas bayangan pada saat Janssen melihat tubuh Rinaya tidak tertutup sempurna.

"Dasar,berhenti Janssen"
Janssen mengucap pada dirinya sendiri dan memukul kepalanya sendiri.

"Janssen?"

Suara panggilan Rinaya terdengar di telinga Janssen. Desiran aneh terselip di hati Janssen yang membuat kedua pipinya merona.

"Ada apa?"

Janssen menutupi rasa malunya dengan sangat sempurna. Tetapi pandangan ya menuju ke atas pohon tidak berani menatap mata Rinaya.

"Baiklah,kalau begitu ikut dengan ku"

Lagi-lagi Janssen melakukan hal serupa seperti sebelumnya. Dia meninggalkan Rinaya dan melangkah lebih dulu.

Merely A DreamWhere stories live. Discover now