BAB 3

40 5 0
                                    

Dalam perjalanan pulang, Rinaya tertidur di bus. Dia kelelahan karena akhir-akhir ini selalu bergadang untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Tapi harapan untuk sampai kerumah terbuang sudah. Rumah Rinaya terlewat jauh. Berlahan mata Rina terbuka dan melihat keluar jendela bus.

"Ya ampun, rumahku kelewatan. Duuhhh!!!"

Rinaya langsung meminta kernet bus umum itu agar menghentikan lajunya dan menurunkan Rina.

"Ya ampun sial lagi kan!"

Selang beberapa waktu meratapi nasibnya, Rinaya menelfon ayahnya yang sedang bekerja di kantor.

"Hallo ayah. Tolong aku yah,aku tadi ketiduran di bus dan..."

Belum sempat mengakhiri keluhannya,ayah Rinaya langsung menyela bicara

"Kelewatan rumah? Ya ampun Naya udah berapa kali kamu kaya gini terus. Untung kampus mu bukan di luar kota. Kalo iya, bakalan pulang ke rahmatullah kamu Nay"

Rinaya mendengus kesal,bukanya dikasihani malah dirinya di permalukan.

"Brakkk!!"

Tas Rinaya dilemparkan begitu saja di meja belajar dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur

●●●●●●●●●●

Secercah cahaya perlahan menerangi ruangan gelap penuh dengan ukiran nuansa barat yang menyelimuti ruang besar tersebut. Warna dasar coklat dengan sentuhan emas bergelut di dinding beton. Kakinya menyusuri lantai demi lantai dan tepat di hadapannya pula di suguhkan pintu kaca yang sangat besar dengan bingkai kayu jati yang terlihat kokoh. Matanya membulat menangkap secercah cahaya yang benerang. Dibukanya pintu secara perlahan .....

"Amazing"

Tanganya meremas gaun putihnya yang sangat indah dan besar. Matanya tak henti menyapu sekeiling. Tampak jelas yang ada di hadapannya,hamparan pohon yang besar tersusun rapi yang memberikan kesan indah untuk hutan sebesar ini. Rinaya terkesan juga dengan gaun yang ia kenakan. Betapa cantiknya dia mengenakan gaun putih ini. Di ikatnya rambut hitam pekat itu agak keatas. Tapi tanpa di sadari, Rinaya tidak mengenakan alas kaki. Kakinya dibiarkan telanjang dan melangkah menyusuri hutan tersebut. Kicauan burung sangat merdu sekali. Memberikan khas hutan di pagi hari. Disaat setengah perjalanan, tiba-tiba suara pistol di hempaskan ke arah udara

"DOORRRRR!!!!!"

"Ya tuhan,bagaimana ini. Pakai acara gak sendalan lagi!."

Gerutan panik di dahinya tampak jelas sekali. Rinaya berlali tanpa alas kaki. Setengah di pakasa untuk menyelamatkan dirinya sendiri ia rela terkena duri di kaki putihnya itu. Dan di dalam pelarian,tubuhnya menghantam seseorang dan terjatuh,Rinaya menangkap sepasang sepatu hitam mengkilat di kenakan oleh kaki yang ada di hadapannya. Dengan ragu Rinaya memberanikan diri menghadap si tuan sepatu itu. Na'asnya,Rinaya dihadapkan oleh pria Belanda mengenakan kemeja putih.tak ambil pusing, ia berusaha melarikan diri dari pria tersebut. Tetapi lengannya lebih dulu tertahan olehnya. Rinaya pasrah dalam tangkapannya. Didalam hati dia sudah menyerahkan dirinya untuk mati. Kedua matanya di pejamkan dan terasa sekali ada tangan yang melingkarkan pinggang Rinaya sangat erat.

Rinaya masih memejamkan matanya dan juga tubuhnya masih memeluk erat pria tersebut. Dalam hatinya,terlukir banyak pertanyaan yang enggan ia ucapkan

"Shhuutt jangan berisik"

Ucap pria Belanda itu yang berhasil menyadarkan Rinaya dalam pelukanya. Rinaya spontan melepaskan diri dan juga terkejut bukan main  pria dihadapannya sekarang bisa berbahsa Indonesia

"Ka kamu siapa?"

Tanya Rinaya dengan gemetar. Dia memberanikan diri untuk menatap si pemilik mata biru yang indah memberikan kesan Belanda dan juga rambut pirangnya setengah di naikan. Kancing kemejanya di biarkan terbuka satu dan baju lenganya juga tergulung ke atas. Tapi Rinaya berhenti mengagumi nya saat Pria itu berlahan mendekati Rina.

"Jangan mendekat!!"

Rinaya takut bukan main,jika dirinya di perlakukan tidak manusiawi oleh pria Belanda tersebut. Tapi dugaanya meleset 90 derajat. Pria itu mengulurkan tanganya sekedar berjabat tangan dengan Rinaya.

"Perkenalkan namaku Lorn Sham Janssen biasa di panggil janssen."

Rinaya memutarkan kedua bola matanya tak percaya mendengar ucapan Janssen. Dia membisu tidak bisa berkata apapun

"Ok ga masalah. Lain kali saja kau memperkenalkan dirimu. O ya jangan takut, karena aku tidak akan menyakitimu."

Ucap Janssen menatap Rinaya yang berdiri kaku. Dan berlahan Rinaya duduk di lantai beralas kayu. Pikiran nya sedang kacau. Sebuah pertanyaan ia tahan di benaknya.

Terik matahari semakin menampakan kehangatan di hutan. Namun Rinaya duduk melamun. Tapi dia bingung kenapa Rinaya bisa kedalam rumah kecil ini. Dan rasa penasaranya membludak hingga Rinaya memutuskan untuk berdiri dan melihat jendela.

Betapa terkejutnya Rinaya yang sudah ada di atas pohon. Rupanya rumah yang Rinaya duduki adalah rumah pohon. Rinaya terpana melihat pemandangan yang di suguhkan dari jendela. Sangat menakjubkan melihat pepohonan dari atas sini.

"Indah bukan?"





Merely A DreamWhere stories live. Discover now