BAB 13

32 2 0
                                    

"Bu bukan maksudku melakukan sesuatu Nay. Retsleting mu terbuka,kau tau?"

Janssen berusaha menata perkataannya agar tidak menyinggung perasan Rinaya.
Rinaya teringat jika itu ulah pria brengsek tadi.

"Terimakasih Jans,tapi aku bisa melakukannya sendiri."

Rinaya mengeluarkan segenap tenaganya untuk menaikan retsletingnya, tapi usahanya sia-sia saja. Rinaya kelelahan dan tertunduk karena malu. Seharusnya dia menerima pertolongan Janssen.

"Kau menyerah mrs Nay?"
Janssen mentertawakan usaha Rinaya yang tak ada hasilnya sama sekali.

"Jans..."

Rinaya memasang wajah memelas dan meminta tolong pada Janssen.

"Baiklah, sini biar aku yang menaikan retsleting mu"

Janssen menghadapi punggung Rinaya yang terbuka hingga kebawah. Desiran aneh kini berlalu lalang di hati Janssen, segera ia menaikan retsleting itu dengan cepat.

"Sudah, kau boleh berbalik."

Ucap Janssen dan ia buru-buru bersandar dipohon besar yang terletak di samping Rinaya.

"Apa kita akan tidur disini tanpa alas Jans?"

Rinaya tampak takut jika bermalam di hutan. Dia langsung duduk di hadapan Janssen. Pria Belanda itu lebih dulu memejamkan mata dan tertidur

"Jans apa kau sudah tidur? Jans dengarkan aku. Janssen"

Rinaya mengguncangkan tubuh Janssen agar dia terbangun, dan tanpa babibu, Janssen menggeret lengan Naya agar terduduk di pangkuan Janssen, kedua tanganya reflek memeluk tubuh Rinaya. Hal itu membuat kedua mata Naya membulat sempurna, jantungnya menggebu-gebu dengan sangat kencang, tubuhnya kaku tak menandakan gerakan sedikitpun.

"Jans.."

"Sudah tidurlah, kau pasti kedinginan"

Ucap Janssen memotong pembicaraan Naya. Akhirnya Rinaya pasrah dan bersandar di dada bidang Janssen.

○○○○○

Kedua matanya terbuka secara perlahan hingga sinar benderang menaung di pelupuk mata. Rinaya terbangun dari tidurnya, matanya menyapu sekeliling dan tidak mendapatkan sosok Janssen di belakangnya karena Rinaya tertidur di dedaunan dan berselimut kain putih

"Bukankah ini kemeja Janssen?"

Tangan Rinaya memegang kain tersebut dan mengamati apakah benar ini milik Janssen.

"Jika ini di sini, berarti Janssen?"

BHA!!!!!

Janssen berhasil membuat Rinaya terkejut.

"Dasar curut dari mana saja ka.. HEYYYY JANSSEN!!!!!"

Kedua tangan Rinaya berhasil menutup pandangannya dan sepintas melihat tubuh sixpage Janssen yang setengah telanjang.

"Kenapa Nay, apakah kau sebelumya tidak pernah melihat tubuh pria? Cewek kurang pengalaman."

Janssen tersenyum miring dan duduk dihadapan Rinaya

"Apa kau bilang? Cewek kurang pengalaman? "

Ucap Rinaya dan memeberanikan diri melihat tubuh Janssen dengan terpaksa.

"Aku tidak seperti yang kau pikirkan mr. Jans"

Rinaya menyilangkan kedua tangannya tepat di depan dada.
Janssen tertawa dengan tingkah Rinaya yang memaksakan dirinya.

"Dasar wanita ini"

Ucap Janssen dan mengajak-ngacak rambut Rinaya yang tidak terikat dan tersenyum manis di hadapannya. Rinaya juga ikut tersenyum menampakan gigi gingsul nya yang hampir menyerupai taring vampir.

"Kenakan ini Jans, kau akan sakit."

Rinaya menodongkan kemeja ke arah Janssen.

"Dasar payah, kau saja yang pakai. Aku tidak akan sakit hanya karena tenjang dada seperti ini."

Ucap janssen dan mencegah tangan Rinaya yang memberikan kemejanya.

"Kenapa kau keras kepala? Sudah, pakailah aku tidak kedinginan"

Rinaya mendengus kesal dengan sifat Janssen yang bersikeras tidak ingin menggunakan kemejanya.

"Kau harus kenakan ini, karena aku tidak ingin melihat dirimu tergoda oleh lelaki lain karena belahan dadamu itu. Semua pria akan tergiur dengan belahan dadamu kecuali aku."

Janssen salah tingkah dengan ucapanya tadi. Dia begitu bodoh mengatakan jika semua lelaki kecuali dirinya yang tak akan tergoda oleh Rinaya.

"Ma Maksud ku, aku tidak mau ada orang yang tergoda olehmu lagi"

Janssen berusaha menata perkataanya dan hal itu membuat Rinaya meyipitkan matanya memandang Janssen

"Bukankah kau yang tergoda Jans?"

"Hentikan omong kosongmu, aku hanya prihatin melihat mu jadi..."

Janssen menghentikan perkataannya karena tingkah Rinaya yang berhasil membuat semburat merah menjalar di kedua pipi Janssen. Rinaya menurunkan sedikit gaunya hingga belahan dadanya hampir separuh terlihat.

"Ka kau apa yang kau lakukan?"







Merely A DreamOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz