Karin tersenyum sambil mengulurkan tangan. “Sentuh aku.”

Aku menatapnya ragu. “Apa yang akan terjadi jika aku menyentuhmu?”

“Aku tahu kau ingin membantu Axcel bukan?”

Aku memalingkan wajah seketika. “Tadinya begitu, tapi sekarang aku sudah tidak berminat. Dia bahkan hampir membunuhku.”

“Lalu apa yang kau inginkan?”

Aku kembali menatapnya dan menghela napas. “Aku ingin berhenti dan kembali hidup normal. Aku tidak ingin terlibat lagi dengan Loizh dan isinya. Dunia ini adalah kehidupanmu, bukan aku,”

“Apa kau lupa bahwa kau adalah aku? Jika kau tidak ingin terlibat, kenapa kau melangkah sejauh ini? Kau bahkan sudah berbicara pada Dendez sebagai aku.”

“Awalnya aku menginginkannya, tapi sekarang aku merasa terbebani. Aku merasa bahwa kehadiranku justru membuat keadaannya kacau balau,” ucapku frustrasi.

“Kau tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Jika kau merasa membuat masalah, maka jangan pernah tinggalkan masalah itu tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu.” Karin mendesah. “Jika kau merasa bersalah, kau harus bertanggung jawab atas kesalahanmu dan aku—“ Karin semakin mendekatkan uluran tangannya. “Akan benar-benar membantumu sepenuhnya.”

Aku menatapan tangaN dan matanya secara bergantian. “Apa ini akan berhasil?”

“Kau akan memiliki ingatanku dan kau akan tahu apa yang harus kau lakukan. Mungkin akan banyak yang menganggapmu sebagai aku, tapi aku harap itu tidak akan menjadi beban. Kau tidak harus berpura-pura menjadi diriku karena kau tetaplah dirimu sebagai Ririn.”

“Lalu bagaimana dengan keluargaku dan ... Felix?” Aku merasa canggung saat memikirkan Felix yang mungkin akan mengkhawatirkan diriku.

“Jangan khawatir, mereka sudah menemukanmu di hutan. Mereka mengira kau mengalami kecelakaan. Kepalamu terbentur dan tak sadarkan diri untuk beberapa hari. Felix—“ Tatapannya meredup seketika. “Mungkin ia akan menjagamu dari sana. Aku yakin ia akan tetap di sampingmu.”

Aku menghela napas berat sambil menguatkan tekad. Mencoba meyakinkan diri di tengah keraguan yang saat ini menyelimuti bagai kabut. Ada banyak hal yang mengganjal dalam pikiranku, terutama ketakutanku pada rasa sakit yang kualami saat Axcel menyerang. Itu pertama kalinya tubuhku dihujam dan aku tidak ingin mengalaminya lagi.

“Aku—“

“Jangan takut. Kau tidak sendirian.”

Aku menarik napas panjang lagi agar ketenangan menyibak kegelisahanku. “Baiklah. Akan kuselesaikan.”

Aku meraih tangannya dan jari kami saling bertautan. Tubuhku mengerjap dan terasa linu dalam sekejap, merasa seluruh tulangku dililit sesuatu yang keras dan tubuhku menjadi kaku. Napasku terengah dan aku mengerang kesakitan.

Kulihat ada banyak gadis yang mirip denganku dengan tampilan yang berbeda-beda. Mereka semua mendekat dan mengimpitku hingga napas ini semakin sesak. Lalu kulihat cahaya putih berpendar mengitariku dan merasuk dalam tubuhku. Otakku seperti diperas, mengingat sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya, termasuk orang-orang yang belum pernah kutemui meski sebagian sudah kuketahui.

Aku sudah berada di tepi danau, memegangi kepala karena pening. Sejenak, aku merasa aneh dengan diriku. Kuamati kedua tangan lalu tubuhku sambil meraba-raba wajah. Aku menyadari perubahan  diriku. Saat ini aku adalah—Una.

Aku mengangkat sebelah tangan hingga sejajar dengan dada, mengeluarkan sedikit energi dan mengamatinya. Cahaya putih yang transparan berpendar di atas telapak tenganku.

Loizh III : ReinkarnasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang