2. Lelaki yang Tidak Boleh Disukai

312 45 42
                                    

Januari 2014, Gedung Kepolisian Negara, pukul 07:04  

"Selamat tahun baru," bisik Lana sembari menyejajarkan langkahnya dengan Neva, ketika mereka bertemu di salah satu koridor di lantai dua.

Lana Faranisa adalah perwira muda yang bertugas di Bareskrim pada hari yang sama dengan Neva sejak 2011. Lana bertugas di unit rekam data kriminal, dan dia selalu terobsesi untuk mengakrabkan diri dengan Neva sejak hari pertamanya bertugas di Kepolisian Negara. Tubuhnya hanya satu atau dua sentimeter lebih tinggi dari Neva. Dan Neva selalu mengagumi perawakannya, yang seolah berkata, "Jangan macam-macam sama aku, kalau masih ingin berumur panjang".

"Sudah lewat dua hari," balas Neva. "Tapi, selamat tahun baru juga, deh. Semoga bandit-bandit kakap lebih banyak yang di-hotelprodeo-kan tahun ini."

Lana terkikik. "Aamiin. Tapi ngomong-ngomong, kamu kok cantik banget hari ini? Beda kayak biasanya. Tugas luar baru, ya? Di mana? Oh iya, lupa. Semacam pengaruh angin tahun baru, pasti. Jadi rotasi tugas gitu, ya?"

Neva tersenyum gugup, nyaris menundukkan wajah untuk mengamati dirinya sendiri. Lana seringkali berlebihan. Biasanya, dia memang selalu berpenampilan semiformal. Memadukan blouse dan chino atau pansuit dengan bawahan celana, dengan kitten heels atau ankle boots. Tugas luarnya yang berhubungan dengan pendampingan tersangka dan upaya negosiasi dengan mereka, mengharuskannya untuk bergerak gesit. Sebenarnya, hari ini pun sama saja. Namun, berkat nasehat fashion seseorang (yang tiba-tiba saja disesalinya karena telah begitu patuh atas itu), hari ini dia mengenakan setelan pansuit barunya. Dan Neva tahu, dia tampak kaku dalam setelan itu. Padahal ini hanya pergantian satuan tugas. Dan pekerjaannya akan sama saja. Bahkan tampaknya, tantangannya akan sedikit lebih ekstrim sehingga dirinya mungkin harus melakukan transformasi pakaian kerja. Dan omong-omong, penasehat fashion tahun baru Neva adalah ibunya.

Neva melirik arlojinya dan memutuskan bahwa dia masih memiliki cukup banyak waktu untuk menanyakan sesuatu kepada Lana. Dia menghentikan langkah dan melirik ke arah dua ujung koridor yang, entah mengapa, terasa agak terlalu panjang hari ini. Belum satu pun rekan mereka yang tampak. Neva mengembuskan napas keras-keras, seolah-olah dia sudah menahan napasnya sejak tadi. Lana mengamatinya dengan rasa penasaran yang mendekati rasa lapar.

Neva bersyukur bisa bertemu Lana di koridor. Sehingga dia bisa mencuri-curi waktu untuk melenyapkan kekakuan militeristik sebelum berhadapan dengan atasan dan rekan kerja barunya.

"Pernah dengar Satsus G13, nggak?"

Lana membelalakkan mata, dan itu sudah cukup untuk membuat Neva merasakan kembali kegugupannya yang sempat lumer.

"Jangan bilang ...."

"Aku baru rencana mau bilang," potong Neva. "Tapi kalau kamu nggak mau dengar, ya udah."

Lana menahan Neva dengan merenggut pergelangan tangannya. "Oke, jadi kamu ditugasin di G ...."

Neva meletakkan telunjuk di bibir dan suara Lana seketika berubah menjadi gerakan bibir yang menyebutkan 'tiga belas'.

Neva mengangguk pelan. Lalu menatap Lana dengan rasa penasaran yang meletup-letup seperti keping-keping popcorn dalam panci kaca. Dia lalu melirik arlojinya untuk kali ke sekian di pagi itu. Pukul 07:07. Neva menyukai kombinasi jam dan menit yang seragam. Dia selalu menganggapnya sebuah pertanda baik. Dulu, ibunya pernah berkata, jika Neva melihat ke arah jam dan menemukan kombinasi angka yang demikian, itu berarti seseorang yang entah siapa, sedang merindukannya. Neva sangat mempercayai hal itu. Sehingga dia nyaris terobsesi untuk selalu menemukan kombinasi angka itu, agar dia bisa berasumsi bahwa ayahnya selalu merindukannya dari surga.

HEALINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang