PROLOG

679 66 60
                                    

Februari 2014, Bekas Pabrik Kertas, Jakarta, pukul 16:16

Aku baru saja membunuh seseorang!

Kesadaran itu menghantam Nevania Audri seperti meteor. Sebuah lubang menganga di dalam dirinya, dan peristiwa alam ajaib mana pun tidak akan pernah mampu menutupnya. Tapi yang dibutuhkannya sekarang bukan analisa menakjubkan dari siapa pun, melainkan sedikit kekuatan untuk menggerakkan tubuhnya.

Aku tidak dilahirkan ibuku untuk menjadi pembunuh. Hari ini, aku akan pulang ke rumah dengan dua label yang akan membuat ibuku menyesali semua rasa sakitnya ketika melahirkan aku: seorang pengangguran dan seorang pembunuh.

Kalimat itu menggema di dalam dirinya, memantul-mantul dan menyisakan nyeri tumpul. Serangga-serangga ganas dalam kepalanya meneriakkan vonis: Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!

Ke mana hujan? Kenapa hari ini cerah sekali? Padahal seorang gadis baru saja mati. Kekasihnya meratap di bawah sana. Kenapa alam semesta tidak tahu caranya bersimpati pada hal-hal manusiawi?

Kesibukan di sekeliling Neva bermain seperti film yang diputar dengan kecepatan asa tinggi. Semua suara terdengar seperti dengungan statis bernada tinggi dalam kepalanya. Di suatu tempat jauh di bawah tempatnya terkulai, seorang perempuan cantik, anak perempuan kesayangan seseorang, kakak dan adik seseorang, kekasih seseorang, sekarang tak lebih lumat dari cacahan daging pengisi sandwich. Neva tidak akan pernah memakan sandwich lagi. Dia bersumpah!

Neva membayangkan seorang lelaki mengais debu untuk menemukan remah daging kekasihnya, sepatunya dalam genangan darah gadis itu, dan dia mungkin menginjak patahan tulangnya.

Bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya dengan kenangan mengerikan semacam itu?

"Neva! Kamu nggak apa-apa?" seorang lelaki mendekatinya. Wajahnya diliputi kekhawatiran ketika dia menarik tubuh Neva ke dalam pelukannya yang bergetar. Tapi pendengaran Neva seolah berhenti berfungsi. Kepalanya kosong sekaligus penuh oleh berbagai hal secara bergantian. Rasa itu lebih menyakitkan dari nyeri mana pun yang pernah dikenalnya.

"Kamu bisa berdiri, nggak?" tanya lelaki itu lagi. "Kita semua pernah gagal dalam tugas. Oke?"

Neva tidak merespon. Sehingga lelaki itu mulai mengguncang-guncang tubuhnya.

"Va! Neva!" katanya, sambil menepuk-nepuk pipi gadis itu. "Denger apa yang aku bilang barusan? Semua orang pernah gagal dalam tugas. Kita semua akan berada dalam situasi itu. Kalaupun belum, nanti ada saatnya. Ada saat untuk segala sesuatu. Kamu sendiri yang pernah bilang begitu. Ingat? Neva! Ayolah! Please!"

Neva tidak bereaksi. Tubuhnya kaku dan ekspresi wajahnya sedatar maneken. Lelaki itu bernama Erlangga Basupati, salah seorang anggota tim penyidik khusus kasus-kasus pembunuhan di unit tugas mereka--dan orang-orang memanggilnya Lang. Lang menyadari kulit Neva yang teramat dingin. Dia mendongak untuk menemukan wajah-wajah petugas medis mana pun.

HEALINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang