Kini gadis itu duduk seorang diri di atas pasir, menatap jauh ke depan, ke batas yang tercipta di antara langit dan samudera raya. Pikirannya melayang pada Mino. Entah apa yang akan laki-laki itu lakukan jika ia ada di sini sekarang. Mungkin mengabadikan momen ini dalam 1 jepretan?

Seketika, Irene merasa dadanya begitu sesak. Matanya berubah sendu, menatap alam yang biasanya ia tatap dengan senyum. Biasanya ada 2 orang yang duduk di atas pasir, dalam diam, tak melakukan apa-apa dan hanya memandang jauh ke depan, sibuk dengan pikiran masing-masing, namun rasanya nyaman dan menyenangkan.

Kali ini hanya ada Irene seorang diri. Melakukan semua hal itu seorang diri, dan yang Irene rasakan adalah pedih dan kosong.

Irene merindukan Mino.

"Jangan. Jangan pernah merindu. Jangan pernah memendam rindu. Rasanya menyakitkan, rasanya begitu berat. Bagilah denganku. Utarakan padaku. Telpon aku dan aku akan segera datang,"

Perlahan, bulir-bulir air mata mulai membasahi pipi Irene. Sekuat apapun gadis itu menahannya, ia berakhir dengan isak tangis sambil menelungkupkan kepalanya di atas kedua lututnya.

"Song Mino menyebalkan! Song Mino pembohong!" Bisik Irene lirih di tengah isak tangisnya.

Kalau saat ini juga Irene menelpon Mino, apa laki-laki itu akan langsung datang seperti dulu? Memeluknya dan menjahilinya? Irene rasa tidak. Song Mino memang seorang pembohong.

"Apa sebegitu sakit rasanya?" Irene mengenali suara itu. Kang Seulgi. Irene bisa merasakan tubuh Seulgi memeluknya erat.

Irene tahu, ia tak perlu menjawab pertanyaan Seulgi barusan. Irene tahu, Seulgi tahu seberapa besar ia mencintai dan merindukan Mino meski Seulgi tak pernah merasakannya. Seulgi hanya tahu.

Dan di sana, Seulgi hanya memeluk Irene erat. Membiarkan sahabatnya itu menangis sejadi-jadinya hingga lelah. Irene tahu, ia memang telah kehilangan Mino, tapi masih ada Seulgi di sisinya. Dan ia bersyukur, Seulgi sudah lebih dari cukup.

●○●

Irene duduk di kursi belakang dalam diam. Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan pulang ke Seoul. Chanyeol memutar musik dengan cukup keras sementara Sehun dan Seulgi ikut mendendangkan setiap lagu yang lelaki jangkung itu putar dari ponselnya yang terkoneksi ke pengeras suara di mobil Sehun.

Irene memejamkan matanya begitu ia merasa kantuk kembali melandanya. Ia baru tidur 1 jam tadi sebelum Taeyeon membangunkannya untuk pergi mencari sarapan dan jalan-jalan sejenak sebelum mereka kembali ke Seoul.

Untung saja Irene adalah tipe orang yang bisa tidur kapan saja dan di mana saja, asal tak ada pikiran lain yang mengganggunya. Tak butuh waktu lama baginya untuk menjalankan siklus tidurnya itu meski suara musik terdengar semakin keras.

●○●

Irene menatap lukisan di depannya. Hanya sebuah lukisan biasa. Sebuah pemandangan air terjun megah yang dikelilingi pepohonan hijau nan rimbun, namun terasa begitu hidup.

"Apa lukisan itu begitu menarik?" Irene menoleh dan mendapati Mino tengah berdiri di sisi kanannya, turut mengamati lukisan itu.

Irene membulatkan matanya seolah tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat saat ini. Song Mino. Di sisi kanannya.

"Mino?" Panggil Irene lirih. Mino menoleh dan menyunggingkan senyum tipis.

"How are you, my Bae?" Ingin rasanya Irene meninju Mino tepat di wajahnya. Bagaimana mungkin pria itu bertanya demikian setelah meninggalkan Irene dengan tiba-tiba.

"Aku benci padamu!" Sahut Irene. Mino hanya terdiam lalu tak lama kemudian ia tersenyum tipis.

"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, Bae Irene," tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Irene. Gadis itu malah mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Mino mendekatkan jarak di antara keduanya hingga tak ada jarak sedikitpun yang tersisa, membuat Irene mematung dalam dekapan Mino.

"Aku tahu kamu gadis yang luar biasa. Kamu gadis yang hebat dan kuat. Maafkan aku. Aku sangat mencintaimu, Bae Irene. Percayalah," dengan berakhirnya kalimat itu, Mino melepaskan pelukannya dan berjalan mundur menjauhi Irene.

"Mino," panggil Irene lirih ketika menyadari jarak di antara mereka semakin jauh. Irene mukai berlari mengejar Mino yang tampak semakin menjauh dengan cepat.

"Mino jangan pergi lagi! Bukankah kamu bilang kamu mencintaiku? Bagaimana bisa aku mempercayaimu kalau kamu meninggalkanku lagi. Song Mino!"

Percuma saja. Sekeras apapun Irene berteriak, secepat apapun Irene berlari mencoba meraih Mino, ia tak mampu. Song Mino kembali meninggalkannya. Tangis Irene pun kembali pecah untuk yang ke sekian kalinya. Untuk Mino. Karena Mino.

"Song Mino menyebalkan! Aku benci padamu!" Teriak Irene di sela-sela isak tangisnya, meski Mino tak lagi ada di sana.

●○●

"Hey," Irene terbangun ketika merasakan seseorang mengguncang tubuhnya dengan cukup kencang.

"Kamu mimpi buruk?" Irene terdiam tak bergerak sejenak, mencoba mengingat-ingat apa yang ia mimpikan. Ah, Song Mino.

"Kenapa bertanya seperti itu?" Alih-alih menjawab pertanyaan Sehun, gadis itu malah bertanya balik

"Kamu menangis dalam tidurmu," Irene terdiam mendengar ucapan Sehun. Benarkah?

Tanpa aba-aba, Sehun mengarahkan ibu jarinya untuk menghapus sisa air mata di pipi Irene. Irene kini dapat merasakan bahwa pipinya basah.

"Benarkan? Aku tidak bohong. Jadi, kamu mimpi apa sampai menangis seperti ini?"

"Seseorang?"

"Seseorang? Katanya jika kita memimpikan seseorang, ia sedang merindukan kita," ujar Sehun sambil terkekeh.

"Bukan. Aku yang merindukannya. Sampai rasanya begitu menyakitkan," kini giliran Sehun yang membisu dan menatap Irene tajam.

"Song Mino?" Tebaknya. Tak ada jawaban dari Irene, tapi dengan diamnya Irene, itu sudah merupakan sebuah jawaban untuk Sehun.

Song Mino. Laki-laki itu lagi. Sehun rasa ia mulai muak. Sehun akan menemukan Mino dan memberi pelajaran bagi pria yang telah mengacaukan hidup Irene. Lihat saja nanti.

~//~

Remember YouWhere stories live. Discover now