Pertikaian si kembar

3K 185 3
                                    

Hujan..
Saat ini aku sangat lemah
Bisakah kamu menjadi saksi?
*

Gemercik hujan dimalam hari menambah suasana menjadi dingin. Heningnya malam ditambah belaian angin menjadikan semuanya terasa mencekam. Tak ada suara jangkrik, yang ada hanya kilatan petir yang tidak bersuara. Gadis membuka jendela kamarnya, merasakan air hujan yang menyiprat membasahi wajahnya.

Tiba-tiba terlihat kilauan cahaya di depan gerbang rumahnya. Ada taxi yang berhenti di sana dan keluar satu orang cewek dengan pakaian yang sudah basah kuyup. Melihat itu Gadis langsung menutup jendela dan berlari keluar.

Tiba saat Gadis membuka pintu, cewek itu memegang tangan Gadis dengan getaran menggigil ditubuhnya.

"Sela!" Gadis menarik Sela masuk ke rumah dan menutup pintu kembali.

"Ga..ga..diss" kata Sela gagap dengan buliran air mata dipipinya.

"Lo kenapa Sela?" Gadis menarik Sela agar mengikuti langkahnya. "Lo harus ganti baju! Gue gak mau kalo lo sampe sakit"

***

Tubuh Sela sudah mulai menghangat dengan secangkir coklat panas ditangannya. Dia sekarang berada di kamar Gadis. Tapi tetap, tatapannya masih kosong sama seperti tadi.

"Sela.. kalo udah gak kuat nahannya, lo boleh cerita ke gue. Siapa tahu gue bisa bantukan? Gue aneh liat lo kayak gini, biasanya juga lo tuh ceria" kata Gadis sembari duduk di samping Sela.

"Kenapa lo masih baik sama gue? Lo malah bawa gue masuk ke rumah lo. Apa lo gak curiga kalo gue ada niatan jahat gitu? Secara gue kan selama ini jahat sama lo" kata Sela masih dengan posisi yang sama.

"Gue gak pernah nganggap lo jahat. Kita semua teman, sahabat bahkan sodara. Gue percaya lo gak ada niatan apapun. Yang gue tahu sekarang lo butuh sandaran, dan disini gue ada buat lo sandarin"

"Gue cape Dis gue cape" Sela menyimpan secangkir coklatnya di atas meja bundar yang ada di kamar Gadis. "Gue cape hati" satu tetes air matanya mengalir dipipi. "Lelah hati. Padahal hati tidak pernah berlari." Sela menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Sela? Gue gak tahu lo kenapa, tapi gue ngerti rasanya gimana" kata Gadis mendekap Sela kepelukannya.

"Gue sayang sama Seli! Segala yang gue punya udah gue kasih ke dia. Selama ini gue selalu ngasih apapun yang dia mau. Selama ini gue selalu ngalah. Gue gak pernah nyesel ngelakuin itu. Tapi gue cape! Kebaikan gue selama ini gak dihargain" Sela menghapus air matanya tapi tetap saja air mata itu terus mengalir.

Gadis masih diam mendengarkan dengan seksama sembari mengelus pundak Sela.

"Masalah cowok? Gue ngaku gue selalu kalah. Masalah prestasi? Gue juga selalu kalah. Tapi gue gak pernah iri. Gue malah bangga punya kembaran kaya dia. Gue gak pernah benci dia walaupun dia ngabisin waktunya di sekolah buat ngomongin kejelekan gue, karena mungkin yang dia omongin itu fakta. So, gue gak peduli" Sela menarik nafasnya berat. "Tapi kali ini dia udah kelewatan. Dia fitnah gue. Dia bilang ke papa gue kalo gue datang ke club malam sama 5 orang cowok. Dia bilang ke Papa kalo gue dimainin sama cowok-cowok itu. Demi Tuhan Gadis! Sebandel-bandelnya gue, gue masih punya harga diri. Gue gak mungkin lakuin itu! Gue juga mikir buat masa depan, bukan buat kenikmatan sesaat. Gue bakal jaga kehormatan gue baik-baik. Dan lo tahu? Papa sama Mama percaya begitu aja tanpa bukti! Sampai gue ditampar, dan yang lebih parahnya gue diusir Gadis gue diusir!" Sela kembali menitikan air matanya. "Gue bingung harus kemana. Gue gak tahu rumah siapapun selain rumah lo" Sela menjambak rambutnya prustasi. Dia menangis. Matanya memerah dan membengkak.

Gadis memeluk Sela. Mengelus pundaknya mencoba menenangkan. Entahlah. Gadis tidak habis pikir kepada kedua kembaran itu. Gadis tidak membela keduanya juga tidak menyalahkan keduanya. Karena mungkin, dia belum tahu siapa dalang ini sebenarnya.

***

Musik berdegum kencang. Lampu berkilau, berputar-putar. Ada pemuda yang tengah mabuk berat dimeja bertender. Tangannya sibuk menjambak rambutnya, sedang bibirnya tak pernah berhenti mengoceh. Sesekali kakinya ia hentakkan kedasar lantai.

5 botol vodka telah ia habiskan. Lantas, apa sebenarnya yang ia rasakan selain terbang? Mati rasa mati hati, semua inderanya terasa mati. Kenapa bisa cinta membuatnya selemah ini?

Ia berdiri membawa satu gelas berisi air berwarna bening. Ya, sisa vodka yang belum habis. Ia berjalan menghampiri segerombolan orang yang sedang asik berjoged. Kepalanya ia angguk-anggukan mengikuti irama musik. Satu tangannya ia acungkan keatas.

"Hahaha lo lebih cantik tapi sayangnya kenapa gue malah sayang dia" katanya pada seorang cewek yang tengah berjoged dengan kekasihnya.

Tentu saja, perkataannya membuat keributan. Gelas yang dipegang ia hempaskan. Satu tonjokan dari sang kekasih cewek tadi berhasil membuatnya terjatuh. Tapi keributan tidak berlanjut saat seseorang menarik tangannya dan membawanya menjauh dari keramaian.

"Radit sadar! Sejak kapan lo jadi pemabuk kaya gini hah!!" ya, pemuda tadi adalah Radit.

"Sejak cinta datang kehidup gue, nona Seli" jawabnya sembari menyeringai. Seli-lah yang membawanya dari keramaian tadi.

"Kenapa cinta ngebuat semua orang lemah? Gue juga lemah gara-gara lo. Cape sih sebenarnya, tapi gue bisa apa?" kata Seli tak kalah dengan seringaiannya.

"Lo ngomong apa hah?" kata Radit sembari sempoyongan.

"Lo selalu liat keseseorang yang gak pernah liat lo, sedangkan gue disini yang selalu liatin lo, yang selalu meduliin lo meskipun lo sama sekali gak pernah lirik gue!" kata Seli geram.

Radit diam. Selipun ikut terdiam. Keduanya sama-sama diam mencoba mengartikan aliran pemikiran mereka masing-masing. Tapi tak lama kemudian Radit merasakan kepalanya semakin pening sampai akhirnya dia tak sadarkan diri.

***

Bel istirahat sudah berbunyi, tentu saja kelas sudah hampir kosong. Menyisakana Gadis, Seli dan Sela. Awalnya Seli hendak beranjak keluar bersama Meysa dan Didit, tapi Gadis menarik tangannya dan memaksanya untuk bicara. Entahlah, ini memang bukan urusan Gadis, dia hanya membantu agar semuanya cepat selesai.

"Gue gak tahu apa-apa. Tapi, gue mohon cepet selesaikan masalahnya" kata Gadis mengangkat tangannya sembari keluar meninggalkan mereka berdua.

Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang