Reza bangun!

3.1K 208 2
                                    

Aku berjuang untuk cinta, bukan karena ingin memiliki. Karena cinta itu hal yang suci, dan aku tidak mau menodainya jikalau tak bisa memilikinya.
*

"Permisi.. ada kak Radit?" Kata seseorang cewek di balik pintu kelas unggulan.

"Ya? Ada apa?" Tanya Radit menghampiri.

"Ditunggu ibu kepsek di ruangannya" lalu cewek itupun pergi setelah Radit mengangguk mengerti dan bergegas pergi keruangan kepala sekolah.

Gadis yang mendengar itu sedikit curiga. Sebenarnya ada apa? Beberapa hari lalu dia mengikuti Reza ke ruangan kepala sekolah dan melihat Reza ditampar oleh ibu kepsek. Dan tadi? Dia mendapat teka-teki ada apa antara Reza dan Radit. Sekarang? Radit dipanggil ke ruangan kepala sekolah? Ada apa dengan semua ini? Ah semesta memang membingungkan.

Gadis berniat mengikuti Radit dan mengintip apa yang dilakukan Radit disana, tapi niatnya dia urungkan ketika lengan Didit mengapitnya dan membawanya ke kantin.

Di kantin Gadis seperti orang yang linglung. Matanya liar mencari Meysa dan Seli, tapi tidak ada. Gadis merasa, Meysa dan Seli menjaga jarak dengannya, entah karena apa.

"Dis! Bengong aja! Dengerin gue ngomong gak sih?" Kata Didit dengan nada yang sedikit kesal.

"Hah? Emang lo tadi ngomong apa?" Jawab Gadis polos.

Didit menarik nafasnya pelan "Jadi gimana jawaban yang semalam?"

Mendengar itu, Gadis diam. Dia benar-benar bingung "Duh Dit, gue laper nih. Bentar ya gue pesen siomay dulu. Lo mau?" Sengaja Gadis mengalihkan pembicaraan dan beranjak.

Didit menghela nafas berat dan menggeleng.

Ternyata banyak yang sedang mengantri untuk memesan siomay, membuat Gadis berdecak kesal. Lalu tiba-tiba datang dua orang guru yang bertugas distaf TU sembari berbincang dan menenteng sebuah piring.

"Iya bu! Saya juga dengar kabarnya. Kasihan banget ya" kata ibu bername tagkan Yati.

"Sejak kejadian beberapa tahun lalu, Reza itu jadi gagap dan sering disebut pembunuh sama teman-temannya, dan sekarang punya penyakit ya? Komplikasi gitu katanya. Sekarang juga lagi oprasi. Kasihan banget ya bu, apalagi mamanya kepala sekolah, apa dia gak malu ya?"

Dan BUM!! Gadis kaget mendengarnya. Kejadian beberapa tahun lalu, pembunuh, penyakit komplikasi, operasi, mamanya kepala sekolah? Jelas sudah itu tentang Reza, karena di awal guru staf TU itu menyebutkan nama Reza gagap.

Untuk menghilangkan kegelisahannya, Gadis memberanikan bertanya "Maaf bu? Yang ibu maksud itu Reza kelas unggulan ya? Apa dia udah sembuh?"

"Eh? Temennya ya? Reza sekarang lagi operasi, katanya sih penyakitnya parah"

"Oh makasih ya bu" Gadis berlari meninggalkan kantin. Bahkan dia lupa kalau ada Didit yang sedang menunggunya. Yang hanya ada dipikirannya sekarang adalah Reza. Bagaimana bisa Reza dioperasi? Selama ini dia kelihatan baik-baik saja. Atau karena dicambuk oleh besi panas beberapa hari lalu? Tapi kenapa guru tadi bilang penyakit komplikasi? Ah benar-benar kali ini Gadis sedang bedebat dengan dirinya sendiri.

***

"Maaf bu. Operasi kami gagal. Sekarang saya serahkan semuanya pada Tuhan dan keluarga ibu. Anak ibu memang masih bisa hidup, tapi mungkin akan seperti mayat. Dia tidak akan bisa apa-apa, bahkan kemungkinan untuk bangunpun sedikit. Itupun karena dibantu alat pernafasan" kata Dokter itu sembari menatap perempuan yang ada dihadapannya dengan tatapan penyesalan.

"Gak dok gak mungkin!! Anak saya pasti sembuh dok pasti" perempuan itu memberontak. Hatinya sakit. "Anak saya pasti sembuh! Anak saya pasti sembuh! Sembuhkan dia dok! Saya akan bayar berapapun dok sembuhkan anak saya" perempuan itu semakin memberontak. "Sembuhkan anak saya sembuhkan anak saya"

"Udah bun udah! Kita bisa apa! Serahin semuanya sama Tuhan!" Laki-laki itu yang notabenya adalah suaminya, memeluk perempuan itu erat.

"Reza yah Reza. Reza...." perempuan itu semakin terisak.

"Udah tante, om. Lebih baik sekarang kita pergi berdo'a. Kita ngaji!" Kata pemuda yang sedari tadi menahan air matanya agar tidak jatuh.

***

"Reza?.." Gadis menahan nafasnya dan menutup mulutnya ketika melihat tubuh Reza yang dipenuhi dengan selang. Gadis tidak tahu dan tidak mengerti apa tugas selang ini sebenarnya, tapi Gadis yakin bahwa sakit yang diderita Reza sangat parah.

"Reza..." air mata Gadis mulai berjatuhan. Dia tidak bisa menahan tangisannya. Semakin lama ruangan ini semakin mencekam. Gadis terisak sembari memegang tangan Reza pelan.

"Coba lo cerita dari awal ke gue Za. Lo ngebagi penderitaan lo ke gue, gue siap bantu lo" Gadis mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh, tapi tetap saja jatuh.

Sudah hampir dua jam Gadis berada di ruangan ICU ini, menunggu Reza sadar. Tapi apa daya Gadis? Reza tidak menunjukkan tanda-tanda akan kesadarannya.

Cklek

Tiba-tiba pintu terbuka menampakan seseorang dengan mimik wajah yang kaget ketika melihat keberadaan Gadis di ruangan ini.

"Radit?" Gadis menghapus air matanya dan langsung berdiri. "Kenapa lo kesini? Lo tahu semua kan?" Tanya Gadis dengan suara serak dan tatapan sendu.

Radit menutup pintu pelan dan masuk menghampiri Gadis.

"Kata dokter Reza gak bakal hidup kalo semua selang ini dibuka" kata Radit sembari menatap Reza yang tengah terbaring lemah.

"Kenapa lo gak bilang sama gue kalo Reza sakit! Lo udah tahu semuanya dan lo malah nyembunyiinnya? Lo kenal Reza lebih tapi di sekolah lo jahat sama dia sedangkan disini? Lo malah so peduli!!" Gadis mencoba menahan diri agar tidak berteriak.

"Jangan hakimi gue Dis!" Kata Radit masih dengan memandangi Reza.

"Gue gak hakimi lo! Gue kaya gini karena gue peduli sama Reza. Wajar dong kalo gue pengen tahu semuanya?"

"Emang lo siapanya Reza sampai-sampai lo mau tahu semuanya?" Tanya Radit terbilang kalem, namun sebenarnya sangat menusuk bagi Gadis.

"Sa.. sahabat! Ya sahabat!" Gadis menarik nafasnya gusar "Sekarang lo bilang ke gue Reza kenapa?"

"Gue gak ada hak buat bilang apa-apa. Lo harus berjuang buat sembuhin Reza supaya lo bisa tahu semuanya" kata Radit sembari berlalu hendak meninggalkan kamar ICU ini.

"Apa cuma gue yang harus berjuang?"

"Kita semua termasuk Reza. Gue yakin sekarang dia pasti denger" lalu Radit pun keluar dan menutup pintu itu perlahan. Gadis tidak tahu, dibalik pintu, Radit meneteskan air matanya.

Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang