karena cinta, semua terluka

3.2K 225 5
                                    

Aku memang tak pandai merangkai kata. Tapi setidaknya, aku tidak mau menyembunyikan rasa dalam dusta.
*

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Gadis, Meysa, Seli dan Didit baru pulang menjenguk Reza. Sekarang mereka berada di taman rumah sakit.

Gadis dan Didit duduk berdampingan, sedangkan Meysa dan Seli sedang asik membicarakan Aktris Korea yang menurut mereka maco. Awalnya mereka asik dengan dunia mereka masing-masing, sebelum akhirnya Didit membalikkan tubuh Gadis untuk menghadapnya dan memegang tangan Gadis erat. Melihat itu, Meysa dan Seli menghentikan aktifitas mereka dan langsung menatap Didit dengan pandangan tak percaya.

"Gadis.." kata Didit pelan sembari menatap mata Gadis lekat dan dalam, membuat Gadis merasa aneh melihat Didit dengan sikap seperti itu.

"Sebenernya gue sayang sama lo, dari awal gue udah nyimpen rasa. Tapi-" ucapan Didit terpotong keteika Meysa tiba-tiba pergi sembari menghentakkan kaki.

"Gue kejar Meysa bentar" Seli ikut berlari mengejar kepergian Meysa. Disitu Gadis tahu, bahwa semua tidak akan baik-baik saja.

***

"Tapi Sel, gue sama dia tuh udah sama-sama dari kecil. Wajar dong gue nyimpen rasa? Gue pikir..."

"Gue ngerti Mey, gue ngerti. Sebelum lo ngerasain, gue duluankan?" Seli mendekap Meysa dan mengelus punggungnya pelan. " Kita sayang sama cowok, tapi cowok itu malah sayang sama cewek lain dan cewek itu sahabat kita sendiri. Ini pasti susah. Kita gak tahu kedepannya, kita bakal move on atau dia yang mengalah" Seli menghela nafas berat.

"Gue yakin kok, Gadis cewek baik-baik. Dia pasti gak bakal terima dua cowok, mungkin salah satunya. Entah gue atau lo yang bakal patah hati. Gue gak tahu" lanjut Seli lagi.

Meysa hanya diam mendengarkan ucapan Seli. Dia berfikir, Seli benar, Gadis itu cewek baik-baik, dia tidak mungkin memilih dua cowok sekaligus.

"Biar gue yang patah hati. Bukan lo ataupun dia" kata Meysa akhirnya.

***

Hari ini Gadis merasa aneh dengan sikap Meysa dan Seli yang hanya diam. Biasanya mereka selalu mengoceh tentang aktris korea, film ranveer dan ishani, sampai pertandingan sepak bola yang sering menggehgerkan. Tapi kali ini berbeda. Beberapa kali Gadis bertanya, mereka hanya menjawab sekenanya, bahkan beberapa kali tidak menjawab.

Gadis duduk dibangkunya dengan pikiran yang bercabang. Satu, karena Reza. Dua, karena Didit. Tiga, karena Meysa dan Seli. Empat, karena papanya.

Tak sengaja Gadis menjatuhkan bolpoinnya di dekat kaki seseorang yang tengah melewati bangkunya. Seseorang itu terjongkok untuk membawa bolpoin milik Gadis dan menyimpannya diatas meja.

"Lo kenapa sih?"

"Eh? Hah? Apa? Gak papa" Gadis terkaget sendiri dengan suara berat yang ditimbulkan dari seseorang itu yang ternyata "Radit?"

Radit duduk dikursi sebelah Gadis, yaitu kursi Reza yang masih kosong.

"Gue tahu Dis, lo pasti kepikiran Reza kan? Gue ngerti, lo lebih tahu Reza dibanding kita semua" Radit menatap mata Gadis lekat. "Gue bukan so tahu, tapi gue tahu. Reza mulai ngebuka semuanya ke elo kan?"

Gadis menggeleng. "Dia gak cerita apa-apa ke gue. Hidupnya dikelilingi rahasia"

"Nanti lo juga tahu sendiri. Tapi mungkin gak sekarang" Radit memalingkan wajahnya.

"Lo tahu tentang dia?" Kini giliran Gadis yang menatap Radit, walaupun tak selekat pandangan Radit tadi.

Radit tidak menjawab. Dia diam mengatupkan bibirnya. Pandangannya begitu layu. Pikirannya melayang tak tentu arah.

Ah masa lalu. Yang dulunya indah, sekarang menyakitkan. Yang dulunya memabukkan, sekarang mematikan. Ada apa dengan masa lalu? Hanya sekelebat kenangan bukan? Tapi kenapa? Kenapa sakitnya kenangan masih tersimpan? -Radit berbicara dalam hatinya sendiri sembari memejamkan matanya untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia berlalu meninggalkan Gadis dengan sejuta pertanyaan.

***

"Gue udah gak tahan Mey. Gue harus move on! Bodohnya gue bisa cinta sama orang yang gak pernah liat gue, walaupun gue selalu ada disampingnya" Seli menghapus air matanya. Sekarang, Seli dan Meysa sedang berada di toilet wanita.

"Gue lebih milih Gadis dari pada Radit. Gadis sahabat gue, sedangkan Radit? Cowok yang gue cinta tapi dia gak pernah sadar. Sakit emang, cuma gimana lagi? Cinta emang rumit. Apalagi hati" Seli menambahkan lagi.

"Kita sama-sama berjuang oke? Kita harus bilang ini ke Gadis. Kita serahin semuanya. Nanti akhirnya dia mau milih siapa, itu terserah dia dan bukan urusan kita lagi. Oke?" Kata Meysa sembari mengelus punggung Seli pelan.

Akhirnya setelah mereka selesai berbincang, merekapun keluar dari toilet. Tapi tak sengaja Seli menabrak seseorang yang membuat tubuhnya sendiri jatuh.

"Seli? Lo gak papa?" Seseorang itu mengulurkan tangannya membantu Seli untuk berdiri. Sedangkan Meysa hanya merdecak sendiri. Mampus lo Seli! Mau move on malah ketemu sama cowok yang mau dimove on-nin. Kayak jodoh aja. Begitulah kira-kira hati Meysa bicara.

Seli menyambut uluran tangan itu ragu. "Radit? Gak papa" jawabnya terbilang dingin.

"Ah mata lo bilang lo lagi kenapa-napa. Kenapa lo nangis hmm?" Tanya Radit lagi.

"Kenapa lo malah tanya? Kayak yang peduli aja!" Seli benar-benar kesal kepada dirinya sendiri. Sedangkan Meysa hanya diam seperti kambing congek.

"Kenapa lo ngomong kayak gitu? Jelas dong gue peduli sama lo! Gue gak pernah suka liat lo nangis!" Jawab Radit sembari menatap Seli yang sedari tadi menunduk

Andai lo tahu gue nangis karena lo, apa lo juga bakal ngomong kayak gitu?- hati Seli berteriak.

"Kenapa-" omongan Seli terpotong saat Sela tiba-tiba datang menghampiri mereka sembari berteriak.

"Kenapa kenapa dan kenapa. Terus aja kenapa kenapa, biar Radit memperhatikan lo!" Sela mendorong pundak Seli dengan telunjuknya. "Lo gak puas hah? Mama Papa udah lo rebut perhatiannya. Temen-temen gue udah lo hasut buat ngejauhin gue. Sekarang? Radit juga lo embat? Mau lo apa Seli! Gue Sela KEMBARAN lo, SODARA lo, malah lo sendiri yang jatuhin gue? Gue kayak gini itu karena lo Seli karena lo!!" Sela berteriak dengan suara yang bergetar. Membuat Seli, Meysa dan Radit yang mendengarnya agak aneh.

"Gue gak maksud jatuhin lo! Dan lo kayak gini karena lo sendiri bukan karena gue!" Kata Seli tak kalah berteriaknya membuat para siswi yang hendak memasuki toilet mengurungkan niatnya untuk masuk dan malah pergi karena merasa risih dengan dua anak kembar ini.

"Karena gue kata lo? Gue kayak gini karena lo! Gue berusaha ngerebut perhatian mama papa biar gue diperhatiin kaya lo! Dan gue kaya gini biar gue diperhatiin sama Radit, sama kaya Radit merhatiin lo! Dan biar lo sadar kalau gue itu lagi gak baik-baik aja! Tapi lo malah buat geng anti Sela?" Tak disangka air mata Sela menetes. "Untuk kali ini, gue bener-bener sakit hati! Sekarang lo jujur, lo punya rasakan ke Radit? Dan selama ini lo nangis gara-gara Radit suka sama Gadis kan? Hah cemen banget mainnya dibelakang"

"Kalo iya kenapa? Gue sayang sama Radit! Lo mau apa!?" Kata Seli tak sengaja, membuat Meysa yang mendengar itu kaget dan langsung menarik lengan Seli untuk menjauh dari tempat itu.

Sedangkan Radit yang sedari tadi mendengarkan, hanya diam tercengo sembari meresapi kata-kata Seli yang terakhir. Apa maksudnya? Seli menyayanginya? Tapi menyayangi sebagai apa? Sebagai sahabat atau lebih? Ah entahlah, Radit terlalu bodoh untuk menyadarinya.

"Gue belum tahu, gue harus ngalah ataupun kekeh maju. Tapi, kalau gue nanti kalah, lo jangan pernah nyakitin kembaran gue kaya lo nyakitin gue!" Setelah mengatakan itu, Sela pergi meninggalkan Radit membawa segala kepedihan dalam hatinya.

Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang