Part 20 ~ SILY ~

6.4K 419 13
                                    

Sudah beberapa jam Dimas menunggu seseorang yang sangat dinantikannya keluar dari kelas. Dia rela menunggu di depan kelas karena ingin berbicara dan menjelaskan semua kesalahpahaman yang ada. Sesekali Dimas bersandar di dinding dengan kepala menunduk ke bawah. Terkadang ia juga melirik dari cendela untuk melihat orang yang dinantikannya belum keluar juga.

Dimas segera menegakkan tubuhnya kala terlihat seorang dosen mulai keluar dari kelas tersebut. Dia lebih mendekat ke arah pintu kelas.

"Rasti!"

Orang yang dinantikannya sejak tadi akhirnya keluar juga, kini Rasti yang sedang mengobrol dengan salah satu teman kelas cowoknya seketika menoleh. Terlihat sekali bahwa Rasti sempat menegang kemudian mengajak teman laki-lakinya itu ikut keluar. Rasti mencoba untuk menghindari Dimas yang sudab siap mencegahnya di depan pintu.

"Rasti, kita perlu bicara." Kata Dimas saat Rasti dan temannya itu melewati pintu. Dan Dimas berhasil menggapai tangan Rasti tapi Rasti langsung menepis. Bahkan ia tak ingin melihat wajah Dimas sedikitpun. Hatinya sudah terlanjur sakit. Dia baru saja akan merasakan bahagia karena orang yang dicintainya menyatakan cintanya juga padanya.

"Bayu, ayo cepat!" Ajak Rasti pada temannya itu untuk segera pergi dari sana.

"Ah iya!" Bayu yang merasa tak enak dengan suasana itu pun terpaksa mempercepat langkahnya dengan Rasti.

"Terserah! Kemanapun kamu pergi untuk menghindar, Kakak tetep akan nungguin kamu. Bahkan sampe kamu pulang ke rumahmu sekalipun." Teriak Dimas sedikit keras tapi Rasti tetap berjalan tak peduli.

"Bahkan meski Digo memukulku seperti tadi. Kakak nggak peduli!" Lanjut Dimas sengaja mengatakan itu karena ia yakin Rasti pasti akan berhenti.

Dan tepat!

Mendengar apa yang diucapkan oleh Dimas tadi, Rasti menghentikan langkahnya seketika. Digo, Kakaknya ternyata sudah menemui Dimas dan memukulnya? Padahal yang ia tahu, semalam Digo sudah berjanji padanya untuk tidak menemui Dimas bahkan memukulnya. Lalu? Kini dia mendapatkan pernyataan bahwa Kakaknya tengah mengingkari janjinya.

Dimas sedikit tersenyum dibelakang Rasti melihat respon dari gadis yang berhasil mencuri hatinya itu. Dalam hati dia berhitung sampai tiga, Rasti akan berbalik dan menghampirinya.

Satu...

Dua...

Tiga...

Berbalik!

Tidak! Rasti tidak berbalik sama sekali, dia malah melanjutkan jalannya kembali membuat Dimas menatapnya tak mengerti. Setahunya, Rasti adalah seorang gadis yang tidak tegaan terhadap sesuatu. Tapi? Apa ini? Bahkan saat dia mengadukan perbuatan Digo yang sudah memukulnya, Rasti justru tidak peduli sama sekali? Ini tidak bisa dibiarkan!

"Rasti! Tunggu!" Dimas berteriak dan segera menyusul Rasti.

"Rasti, kenapa kamu nggak berhenti? Aku tadi bilang bahwa Digo sudah memukulku tadi. Apa kamu tidak peduli?" Dimas terus mengoceh membuat Bayu makin merasa tak enak yang berada disana.

"Hei tunggu!" Dima menggamit lengan Rasti.

"Lalu apa Kak? Apa yang harus Rasti lakuin saat tahu kalau Abang udah mukul Kakak? Rasti akan kasihan pada Kakak, begitu?" Tanya Rasti tegas di depan Dimas.

"Maaf Kak, Rasti nggak mau tau soal itu. Apa yang dilakukan Abang sudah benar, dia hanya tidak ingin adiknya disakiti oleh lelaki lain. Tapi sekali lagi maaf Kak, setelah kejadian kemarin. Sungguh, saat ini Rasti baik-baik saja. Kejadian kemarin cukup membuat mata Rasti terbuka, bahwa lelaki yang pernah Rasti sukai sebenarnya bukan lelaki yang tepat untuk Rasti. Begitu pun juga Rasti, nggak akan pernah tepat untuk dia. Jadi tolong, berhenti mengejar Rasti. Rasti masih banyak tugas yang harus di selesaikan hari ini juga." Jelas Rasti panjang lebar membuat Dimas tak percaya. Dia menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju dengan ucapan Rasti barusan.

Say I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang