2

14.1K 1K 18
                                    

Dengan jari-jari rampingnya, Yemi menarik untaian rambut Sandra yang tergerai. Kemudian menyentaknya kebelakang diiringi pekikan Sandra. Suara terkesiap disekelilingnya.

"Kau sebut aku gilakan? Dan inilah saat aku dalam keadaan gila!" Diambilnya botol kecap lalu disemprotkannya ke seragam Sandra sampai meluber ke wajah Sandra.

"Aaakkhh... Sialan lepaskan!" umpat Sandra. Tapi Yemi tak mengindahkan.

Sandra melirik kedua temannya dibelakang, mengkode mereka. Yemi memutar matanya jengah ketika kedua tangannya dipegangi dan gerakan tubuhnya ditahan. Sandra lepas dan ia bertambah geram. Ia mengambil tindakan dengan memelintir kedua tangan yang mencengkeramnya itu ke belakang hingga teman-teman Sandra mengaduh kesakitan.

"ampun...tolong lepaskan." jerit keduanya

"Aku tidak memiliki urusan dengan kalian. Jadi jika tidak ingin tangan ini kupatahkan. Segera enyah dari pandanganku." keduanya mengangguk kompak sambil menahan sakit.

Yemi melepaskan mereka dan Sandra bertambah kesal dengan ketidak becusan kedua temannya.

"kalian mau kemana? Kemari pengecut!" panggil Sandra ketika melihat kedua temannya itu bergerak menjauhi kantin.

"Bukankah kau yang pengecut Sandra? Beraninya melawan beramai-ramai. Ini yang jadi primadona sekolah? Cantik sih tapi BANCI!" ejek Yemi pedas dilengkapi dengan senyuman miringnya.

"Banci katamu?! Kau itu yang Aneh Yemi! Dasar perempuan jadi-jadian! Apakah kau tidak pernah dididik untuk menjalani kodratmu?"

"Kau tidak punya kaca di rumah? Kau yang lebih aneh. Anak manja! Setidaknya aku memiliki ibu. Lah kau, kaya saja tapi tidak pernah diperhatikan. Ibumu pun kau tak tau kemana."

Plak!...

Kantin menjadi senyap. Kepala Yemi masih tertoleh ke kiri. Tamparan kilat itu membuatnya terkejut. Bekas merah di pipi, membuat Yemi menatap tajam Sandra.

"Kedua orang tuaku belum perna menamparku. Dan kau mengawalinya! Atas kehendak apa Sandra?!" kedua alisnya berkedut.

Nafas Sandra masih memburu, "Jangan pernah melibatkan ibuku dalam pertengkaran."

Plak!...

"Akupun sama. Jangan sekali-kali kau menghina kedua orang tuaku!" tangan Yemi terasa panas setelah menampar sisi pipi Sandra.

Sandra terkekeh, mengusap pipi. Saat Yemi berpaling, ia menarik kuncir kuda rambut Yemi hingga terlepas. Dan mereka terlibat dalam aksi pertengkaran fisik. Orang-orang dalam kantin itu bergerombol mengelilingi kedua sosok itu. Tidak ada yang berniat melerai. Shelly dan Karina sudah angkat tangan. Mereka sudah biasa melihat Yemi bertengkar.

Yemi mendorong tubuh Sandra ke belakang lalu dibantingnya ke atas meja hingga meja itu terbelah menjadi dua.

Semua orang terperangah menyaksikan kejadian itu yang bergerak begitu cepat, bahkan setelah beberapa menit berlalu belum ada yang bergerak. Sandra bangkit berdiri, tidak ada luka di sekujur tubuhnya. Yemi menyipitkan mata curiga, ia menduga-duga ada sesuatu yang tidak beres disini.

Manusia saja jika dibanting ke lantai akan menyebabkan tulang punggungnya patah, apalagi tadi ia membanting tubuh Sandra dengan keras bakan mejanya sampai patah. Dan yang ia lihat sekarang, Sandra bisa berdiri dengan mantap di kedua kakinya tambahkan ia juga berlari ke arahnya sekarang!

Ia tak sempat mengelak manakala dirasakannya kelima jari kanan Sandra mencengkeram lehernya begitu kuat. Nafasnya tersendat, ia hendak memukul lengan yang tengah mencengkeramnya ini namun Sandra bergerak cepat. Wanita itu mendorongnya ke dinding. Kepalanya berdenyut sakit saat dirasakan kepalanya membentur dinding batu itu.

The Last Heirs 2 : Aristide Keano (Revisi) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang