"Ini tidak akan sakit." ujar Kean saat Yemi menatap perilakunya.

Bibir Yemi menguap. Ia merasakan kantuk yang amat sangat. Kelopak matanya perlahan tertutup. Tanpa perlawanan ia terkulai dalam dekapan lengan Kean. Terakhir yang ia ingat, suara pria itu membisikan sesuatu.

"Maafkan aku, ini demi kebaikanmu. Aku harus membuat serigalamu tertidur. Tiba waktunya, kita akan bertemu kembali, My Mate."

Setelah Yemi tertidur, suara ranting terinjak dibelakangnya mengalihkan atensi. Tanpa menoleh ia tau, siapa gerangan yang ada dibelakangnya. Muncul sosok berjubah hitam dan iris merah. Kepalanya bertudung jadi sulit melihat wajah orang itu.

"Kau sudah menemukannya?" tanya sosok itu dengan suara lembut khas suara perempuan.

Kean menjawab dengan dehaman. Matanya tak berpaling ke lain sisi selain gadis dalam pangkuannya.

"Ada yang datang." ujar sosok itu lagi. Kemudian tubuhnya perlahan mengikis digantikan kupu-kupu hitam.

Kean memandang sejenak, lalu bertranformasi menjadi serigala hitam besar yang tingginya mencapai dua meter. Lalu hilang dibalik pepohonan. Tidak lama dari hilangnya sosok itu, sepasang suami istri menyibak semak-semak dan menemukan putrinya tertidur diatas dedaunan.

-+-+-+-

"Apa lihat-lihat? Mau mati?!" lengan seragamnya digulung hingga siku, memakai celana hitam dan kalung tengkorak. Ya, dialah Yemi Leyner. Si murid tomboy bermulut pedas, nyali tinggi tapi sayang otak kosong.

Ia berjalan di koridor sekolah dengan tatapan tajam bagai silet. Menatap balik orang-orang yang meliriknya. Kakinya melangkah menuju toilet perempuan. Disana sangat sepi kala ia membuka pintu. Namun beberapa langkah kakinya masuk ke dalam, sebuah bilik terbuka dengan kasar. Muncul lima orang laki-laki dengan seragam dikeluarkan. Yemi menatap datar apalagi ketika matanya tak sengaja melirik ke dalam bilik tempat keluarnya laki-laki itu. Seorang siswa nampak tersungkur lemah, pipinya lebam seperti baru di pukuli, bibirnya berdarah dan kaca mata pecah tergeletak di lantai, habis diinjak. Laki-laki yang tergolek di lantai dingin itu menatap dirinya lemah.

"Oh bukankah kau Yemi? Wanita yang memukuli Gio tempo hari?" kata salah satu dari mereka.

Yemi diam. Matanya menyipit tajam," Kalau iya memangnya kenapa? Dia yang mulai duluan."

"Tapi dilihat-lihat kau manis juga." kali ini pria berambut mowhak bermata kurang ajar, mengamati tubuhnya.

Yemi berdecak, "Bisakah kalian pergi? Aku tau kalian bisa membaca tempat ini atau perlu aku ejakan?" katanya sinis.

"Wow, perempuan ini boleh juga." Kata pria mowhak tadi seraya memberi kode kepada temannya.

Melihat kelimanya mendekat, Yemi memasang kuda-kuda.

"Ayo maju para pengecut!"

***

Dua siswi perempuan. Yang satunya bertubuh berisi bernama Shelly dan satunya lagi berkaca mata tebal bernama Kinara, terlihat menghentikan percakapan mereka saat seseorang duduk didepan mereka. Mulut mereka ternganga dan matanya mengamati wajah orang didepannya.

"Kau tidak apa-apa Yemi?" tanya Kinara.

"Dia tidak mungkin baik-baik saja. Lihat wajahnya babak belur, luka disana-sini dan rambut hmm...berantakan. Aku yakin Om Damian akan menyatemu pulang dari sekolah." sahut Shelly. Dia pemberi semangat yang buruk.

"Kau berkelahi lagi, Yemi?" tanya Kinara lagi.

"Aku tebak kau berkelahi dengan lima orang."

Dengan cepat Yemi menatap Shelly, "Dari mana kau tau?"

"Itu." tunjuk Shelly kebelakang dengan dagunya.

Dari muka kantin nampak lima orang siswa berjalan memasuki kantin. Wajah mereka sama babak belurnya dengan Yemi.

"Kali ini gara-gara apa?" Kinara membenarkan letak poninya yang tertiup angin.

"Mereka membully seseorang di toilet perempuan. Aku yang kebetulan disana--"

"Jangan bilang kau jadi pahlawan dan menyelamatkan pria yang dibully. Dan mengatakan kau adalah Wonder Woman sekolah ini." cibir Shelly penuh ejekan.

"Ayahmu akan marah lagi dan memasukanmu ke asrama kalau kau seperti ini terus. Kau masih ingatkan ancaman Ayahmu?" lanjut Shelly kesal bercampur frustasi.

"Okey, madam. I remember." balas Yemi.

"Aku mau pesan makanan dulu." ujarnya lagi. Yemi beranjak berdiri. Namun saat ia berbalik, tubuhnya menabrak seseorang dan seragamnya basah.

"Ups," ucap seseorang dengan nada bicara dibuat-buat.

Yemi menaikan tatapannya. Terlihat seorang siswi dengan seragam ketat, rok pendek diatas lutut, dan tangan terlipat didada.

" bukan salahku. Itu salahmu sendiri yang berdiri tiba-tiba."

Yemi mendengus, menarik sudut bibirnya lalu menepuk pundak siswi itu keras dengan senyuman manis, "Sandra, apakah kau kehabisan jalan untuk memperagakan gaya modelmu itu?"

"Orang buta juga tau kau melakukannya dengan sengaja." lanjutnya.

"Ada bukti?" Sandra tak mau mengalah. Dengan gaya bossynya ia mendorong bahu Yemi kemudian berlalu.

"Hah..." dengus Yemi tak percaya. Kedua tangannya berada di pinggul. Matanya turun mengamati seragamnya yang berwarna hijau disertai ampas alpukat, ia mendesis dan menoleh ke belakang dimana Sandra berjalan berlangga-lenggok dengan bokongnya.

"Setidaknya kau minta maaf!" teriak Yemi dan dibalas lambaian Sandra.

"Astaga, anak itu..." tangan Yemi sudah terkepal kuat.

Shelly menarik Yemi duduk, "Sudah, sudah, tidak usah diladeni. Kau sudah berkelahi. Apa jadinya jika kau berkelahi untuk kedua kali? Kalau urusan seragam, aku punya dua. Kau bisa memakainya."

"Ya tapi anak itu selalu membuat tensi darahku naik! Dia sengaja setiap hari mencari gara-gara denganku!"

"Sudah, Yemi. Penampilanmu sudah buruk, kau ingin menambahnya lagi? Kami tidak ingin kau terluka."

Yemi diam. Tapi dalam hati mendendam.

Beberapa menit kemudian, ketika Yemi sudah berhasil mendapatkan pesanan makananannya. Sesuatu menjegal kakinya, ia tersungkur dan makanannya tumpah. Pelakunya tak lain adalah Sandra. Dengan kepulan amarah ia bangkit. Telunjuk Yemi mendorong bahu Sandra kuat.

"Kesabaranku sudah habis! Kau ingin mati hari ini Sandra, Hah?!" kepalan tangan Yemi mencengkeram kerah baju Sandra.

Reaksi Sandra, ia tampak tenang. Menaruh sendoknya dengan gemulai. Lalu mengangkat wajah, "Ada masalah Yemi?"

"Hah! Kau tanya ada masalah?! Banyak! Kau salah satunya! Katakan padaku, tulang mana yang harus kupatahkan!"

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan? Kau sudah minum obatmu?"

"Sialan kau ya! Kau menjegal kakiku! Lihat! Makananku tumpah!" tunjuk Yemi mengarah ke lantai.

Sandra menelengkan sedikit kepalanya, lalu menatap Yemi, "Kau jangan sembarangan menuduh Yemi. Ada yang melihat aku melakukannya?" tanyanya pada yang lain.

Yemi semakin geram kala semua mata menunduk.

"Jadwalku sangat sibuk. Sebaiknya kau memesan lagi, karena jam istirahat hampir habis." Sandra berjalan menjauh tapi ia berbalik, sambil tersenyum lebar ia berkata, "oh ya, sebaiknya sebelum pergi sekolah kau harus minum obatmu."

"Dia bilang aku gila!"

Shelly mundur teratur melihat botol aqua remuk dalam genggaman Yemi.

"Baiklah jika dia pikir aku gila. Mari ku tunjukan reaksi orang gila mengamuk itu seperti apa!" Yemi membuang botolnya sembarangan. Lalu dengan langkah panjang mendekati Sandra dan rombongan gengnya.

*****

The Last Heirs 2 : Aristide Keano (Revisi) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang