1

87 4 2
                                    

"Kita putus." Terdengar suara dentingan peralatan makan yang dibanting ke atas piring. Seketika itu juga, semua diam; setiap pasang mata tertuju pada meja bundar di tengah-tengah kafe Alistair tersebut.

Keheningan yang tiba-tiba memaksa HANA mengangkat kepala dari buku yang sedang dibacanya. Ya, dia memang suka sendirian, tapi suasana sekeliling yang tiba-tiba diam mengganggu kenyamanannya membaca. Semua perhatian tertuju kepada meja yang di tengah kafe itu; seorang perempuan berambut panjang yang duduk membelakangi Hana, dan seorang laki-laki yang, meskipun duduk menghadap Hana, sebagian besar wajahnya tidak terlihat; tertutup bayang-bayang topi hitam berlogo New York Yankee yang dipakainya.

"Putus ?" Si laki-laki mengangkat kepala. Kata yang dia ucapkan memecah keheningan; membuat sekelilingnya sadar dan melanjutkan aktifitas masing-masing, berusaha untuk tidak terlihat menguping.

Hana menghembuskan napas panjang. Kepalanya kembali tertunduk, tangannya membalik lembaran buku Harry Potter & The Cursed Child yang baru saja dibelinya tadi pagi. Aktifitas orang-orang di sekeliling yang tiba-tiba berlanjut mambuatnya tidak bisa mendengar kelanjutan percakapan laki-laki dan perempuan tersebut.

Biasanya Hana bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain, dia juga tidak suka ikut terlibat dalam drama kehidupan teman-teman perempuannya. Tapi Hana seorang observer; dia memang sama sekali tidak suka terlibat, tapi dia cukup enjoy mengamati keadaan dari jauh.

Tidak lama kemudian, dilihatnya si perempuan dari meja tengah itu berjalan keluar dari kafe Alistair, meninggalkan si laki-laki yang cepat-cepat mengeluarkan beberapa puluh ribu  untuk membayar makanan, dan bergegas mengejar si perempuan.

Hana mendengus pelan. Pasti setelah ini mereka akan bertengkar di depan kafe, si laki-laki memegang tangan si perempuan dan berkata-kata manis kepadanya, lalu hati perempuan itu luluh, lalu mereka baikan, pikirnya. Semua itu dilakukan di tempat terbuka. Di hadapan banyak orang. Hana bergidik pelan. Dia tidak bisa membayangkan ada orang yang suka mengumbar kehidupan pribadi mereka ke hadapan publik. Kayak Jakarta kurang sinetron TV saja.

Sendiri(an)Where stories live. Discover now