36- Pertemanan

64.1K 5K 91
                                    

Bani dan Dinda berhasil sampai di sekolah lima menit sebelum gerbang ditutup. Untungnya kemampuan Bani nyelip sana sini di kemacetan berhasil membuat mereka tidak telat. Sebenarnya Bani tidak peduli kalau dia telat, toh namanya sudah sering masuk buku catatan, tapi Dinda tidak, oleh sebab itu Bani ngebut gila-gilaan agar mereka tidak telat.

Dinda turun dari motor dan menunggu Bani memarkirkan motornya. Dan setelah cowok itu selesai, Dinda pun berterima kasih dan pamit ke kelas karena gedung kelas mereka bersebrangan.

"Gue duluan, ya!" ucap Dinda sambil berusaha tersenyum. Namun sebelum Dinda sempat melangkah tangannya sudah ditarik oleh Bani membuat Dinda memandangnya bingung.

Bani tidak berkata banyak dan melepaskan helm dari kepala Dinda yang lupa cewek itu lepas. Setelah terlepas Bani menaikkan sebelah alisnya dengan ekspresi wajah geli, "Katanya mau ke kelas?" tanyanya.

Dinda mengembungkan pipinya. "Ma--makasih!" ucapnya sebelum buru-buru berlari menuju gedung kelas IPS.

Bani pun memandangi punggung Dinda yang menghilang dari pandangannya karena berbaur dengan anak-anak yang juga berjalan menuju gedung IPS. Baru setelah itu Bani menggantung helm milik Dinda dan cowok itu berjalan ke kelasnya sendiri.

***
Sesampainya Dinda di kelas, gosip soal Dinda yang datang dengan Bani berboncengan mulai berdengung di kelas. Entah siapa yang memulai menyebarkan info tersebut, intinya beberapa orang di kelas Dinda yang memang selalu saja kepo soal urusan orang lain mulai mengintrogasi cewek itu.

Mereka yakin kalau kisah Bani dan Dinda sama seperti film atau novel remaja kebanyakan. Dari musuhan berubah jadi cinta. Meskipun secara garis besar memang begitu, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam di kisah mereka yang tentu saja cukup hanya Dinda dan Bani yang tau.

Dinda juga tidak tau apa Bani setuju untuk menyebarkan soal status mereka saat ini atau tidak, jadi Dinda tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut dan berkilah sebisanya. Namun sepintar-pintarnya Dinda berkilah dari orang-orang, Dinda tetap tidak bisa berkilah dari Audy dan Reta. Dua gadis itu bahkan sudah memincingkan mata mereka sejak pagi seolah menuntut penjelasan dari Dinda.

"Nanti, pas istirahat." Itulah kata Dinda sebelum pelajaran pertama di mulai.

Dan kini, saat bel istirahat baru berbunyi, Reta dan Audy langsung menagih janji Dinda.

"Di kantin aja, yuk? Gue laper." Audy dan Reta pun menyetujui ajakan Dinda. Dan mereka bertiga berjalan bersama menuju kantin.

Kelebihan SMA Angkasa yang lain adalah SMA Angkasa memiliki kantin yang sangat luas dan lengkap. Itulah kenapa murid-murid Angkasa tidak perlu khawatir tidak kebagian tempat jika ingin makan di kantin. Apalagi waktu istirahat mereka sekitar setengah jam.

Setelah memesan dua mangkuk mie ayam untuk Dinda dan Audy, serta sepiring nasi goreng untuk Reta, mereka pun memilih kursi yang ada di pojok. Karena tujuan mereka yang utama di kantin memang bukan makan tetapi untuk proses introgasi Dinda.

Dinda memulai ceritanya, bagaimana dia dan Bani akhirnya jadian di kamarnya. Cerita Dinda jelas membuat Reta dan Audy geregetan sekaligus kegirangan sendiri membuat Dinda memandang aneh kedua sahabatnya itu.

"Gila, Bani tuh aneh tapi cute juga ya? Anak remaja mah nembak nggak jauh-jauh dari kata would you be mine, mau nggak kamu jadi pacar aku, atau paling nggak, jadian yuk." Reta bicara dengan heboh, "Cowok ABG mana yang jaman sekarang nembak pake kata-kata kayak gitu? Gemes, ih!" ucap Reta sambil meremas lengan atas Audy membuat cewek berambut ikal itu meringis.

"Ya gemes sih gemes Ta, tapi jangan remes-remes dong!" kata Audy sambil melepas tangan Rea dari lengannya.

Reta terkekeh lalu kembali memfokuskan tatapannya pada Dinda yang sedang sibuk menyeruput kuah mie ayam. "Enak ya punya pacar, pagi-pagi dijemput gitu terus ke sekolah bareng," kata Reta menggoda Dinda.

Infinity [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang