13- Menikmati Senja Bersama

81.8K 7K 47
                                    

13- Menikmati Senja Bersama

Dinda terbangun setelah hampir tiga jam tertidur pulas di atas sofa. Saat Dinda bangun, langit Jakarta yang terpampang dari jendela besar apartemen Bani sudah berwarna oranye.

Sambil mengucek matanya Dinda bangkit dari sofa dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Sambil menenggak air dingin tersebut, Dinda mencari keberadaan sosok Bani dan menemukan cowok itu sedang berdiri di balkon. Dari tempatnya, Dinda bisa melihat sebelah tangan Bani bertumpu di teralis balkon.

Dinda pun memutuskan untuk menghampiri Bani, ikut menikmati semburat oranye khas langit senja. Angin bertiup cukup kencang di ketinggian tersebut.

Dinda melirik Bani yang ternyata sedang menghisap rokoknya. Refleks Dinda menutup hidungnya. "Udah abis berapa?" Tanya Dinda membuat Bani melirik ke arahnya sambil masih menikmati rokoknya.

Bani menghembuskan pelan asap nikotin tersebut dari mulutnya. "Satu," jawabnya singkat.

Dinda melirik kotak rokok yang teronggok manis di atas teralis balkon yang cukup lebar. Kotak itu kosong. Dinda lalu kembali menatap ke arah Bani. "Satu kotak maksud lo?"

Bani mengangguk singkat sambil menikmati batangan tembakaunya.

Dinda melongo. Lalu Dinda memandangi Bani yang menikmati rokoknya dengan khidmad. "Apa enaknya sih rokok?" tanya Dinda penasaran.

Bani melirik Dinda sekilas sebelum akhirnya menatap jalanan yang padat merayap dikejauhan sana. "Rokok bikin gue...relaks."

Dinda mengernyit. "Lah relaks mah dipijit, creambath atau paling enggak yoga. Mana ada ngerokok bikin relaks."

"That's it, buat lo hal-hal itu yang bikin lo relaks, tapi buat gue rokok adalah hal yang bikin gue relaks."

Dinda mendengus. "Terserah." Dinda lalu menopang kedua sikunya di teralis sambil memandangi jalanan macet ibu kota. "Lucu ya, kemaren kita masih berantem setiap ketemu tapi sekarang kita malah diri bersebelahan nikmatin senja bareng-bareng."

"Nikmatin senja?" Tanya Bani.

Dinda mengangguk, tatapannya sama sekali tidak berpindah dari pemandangan. "Iya," jawab Dinda yakin. Memang benar kan kegiatan mereka saat ini adalah menikmati senja bersama.

Dinda kemudian melirik rokok di tangan Bani. "Does it work?" Tanya Dinda sambil mengedikkan dagunya ke arah rokok di tangan Bani.

Bani mengernyit. "Apaan?"

Dinda kembali mengedikkan dagunya ke arah rokok Bani lagi. "Rokok. Apa rokok berguna buat lo? Buat ngeringanin beban lo?" Tanyanya.

Bani diam sepersekian detik. "Kayaknya," ucap Bani tidak yakin.

Dinda pun tanpa disangka merebut rokok di tangan Bani. "Sini gue coba kalo gitu!"

Bani refleks memukul tangan Dinda yang berusaha merebut rokok dari tangannya dengan tangan yang lain. "Nggak boleh!" Bentak Bani karena Dinda masih berusaha menggapai rokok di tangannya.

Dinda menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa nggak boleh? Kan kata lo rokok bisa ngeringanin masalah?" Tanya Dinda sarkastik.

Bani menghela nafas. "Tapi ini bahaya. Nggak bagus buat kesehatan."

"Tuh tau," kata Dinda datar. "Terus kenapa masih dikosumsi?" tanya Dinda memukul telak Bani.

Bani pun akhirnya mematikan api rokoknya dan membuangnya ke asbak yang sudah penuh dengan bekas rokok di dekat kakinya. "Lain kali lo nggak usah nyamperin gue kalo gue lagi ngerokok."

Dinda mendengus. Lain kali? Apa lain kali kita bakal kayak gini lagi? Ingin sekali rasanya Dinda menanyakan hal itu kepada Bani tetapi entah kenapa Dinda memilih diam saja.

"Nda," ucap Bani pelan.

Dinda menatap Bani dengan sebelah alis terangkat. Dinda tau Bani sedang tidak memanggil namanya. Karena sejak tadi Bani menyebut nama Dinda dengan 'Din' bukan 'Nda'. Dinda menunggu apa kelanjutan yang akan Bani katakan atau ingin sampaikan entah untuk dirinya atau bukan.

"Nda," ucap Bani sekali lagi dan kali ini Bani bahkan memutar tubuhnya menghadap ke arah Dinda.

Dinda mundur selangkah. "Eh?" Dinda kini mengerutkan dahinya, bingung. "Kenapa?" tanyanya.

Bani menatap Dinda cukup dalam sebelum akhirnya menggeleng. "Nggak, nggak apa-apa."

Dinda pun tidak banyak bertanya dan kembali memutar tubuhnya ke depan, menatap senjanya Jakarta, begitupun Bani.

Infinity [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang