PROLOG

188K 8.6K 312
                                    

                  

Hari pertama Dinda di sekolah barunya cukup lancar. Setidaknya tidak ada kejadian tidak diingankan yang terjadi padanya. Dari awal Dinda diantar kepsek ke kelas barunya yaitu XI-IPS 2, Dinda diminta memperkenalkan dirinya sebagai murid pindahan dari Bandung, Dinda diperintahkan untuk duduk di kursi barunya yang terletak di deretan ke tiga barisan terpojok dekat jendela yang menghadap ke halaman, Dinda berkenalan dengan teman sebangkunya bernama Reta, Dinda berkenalan lagi dengan beberapa teman sekelasnya yang mengajaknya ke kantin bersama sampai akhirnya hari pertama Dinda di sekolah barunya berakhir. Nggak sepenuhnya berakhir sih sebenarnya, karena Dinda saat ini masih berada di sekolah meskipun bel sudah berdering sejak sepuluh menit yang lalu. Itu semua karena Dinda yang harus mengurus seragam barunya di koperasi sekolah.

Sambil Dinda berjalan ke arah koperasi yang saat istirahat tadi ditunjukkan Reta, Dinda memikirkan kata-kata Audy, salah satu teman sekelasnya sebelum meninggalkan sekolah yang menanyakan kepadanya apakah Dinda bawa baju ganti atau tidak. Dan saat Dinda menggeleng dan bertanya balik kenapa dia harus membawa baju ganti, Audy terlihat terkejut. Tetapi gadis itu tidak berkata apa-apa lagi dan hanya pamit pulang setelah sebelumnya meremas pelan bahu Dinda dengan tatapan...kasihan? Entahlah, Dinda juga tidak mengerti.

Ruang koperasi sudah ada di depan mata Dinda dan hanya tinggal beberapa langkah lagi Dinda menggapai gagang pintunya saat tiba-tiba Dinda mendengar sebuah teriakan yang membuatnya refleks menoleh.

Dan byur!

Dinda mengerjapkan matanya. Tidak sempat berteriak ketika seember air disiramkan ke arahnya.

Tunggu, apa?                                                                       

Dinda menatap tubuh bagian depannya yang basah kuyup. Otaknya masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi tetapi Dinda gagal paham.

Suara tawa terdengar membuat Dinda akhirnya menegakkan kepalanya untuk menatap siapa orang yang sedang menertawainya dan menjadi kandidat terkuat sebagai pelaku aksi penyiramannya itu.

Damn, it. Dinda bisa melihat ada sekitar tujuh orang campuran cewek dan cowok berdiri bergerombol di depannya. Dengan center seorang cewek berambut panjang tercatok rapi memegang ember di tangannya yang Dinda yakini isinya baru saja berpindah ke tubuhnya.

Iyalah, apa lagi.

Dinda tidak berkata-kata, karena sejujurnya dia masih nggak ngerti apa yang baru saja menimpanya. Apa ini merupakan salah satu aksi pembullyan terhadapnya? Karena kalau iya, Dinda ingin teriak, "KENAPA WOY? GUE SALAH APA?" tetapi tentu saja Dinda tidak melakukannya, dia ingin tau dulu alasan sebenarnya. 'Kan siapa tau mereka salah sasaran dan Dinda akan memaafkan mereka jika memang begitu.

"Heh, anak baru, udah seger belum? Lo kepanasan 'kan ngerasain udara Jakarta? Tuh udah gue ademin, gimana? Seger 'kan?" tanya cewek yang masih memegang ember tersebut.

"Masih kaget dia Fris, liat aja tuh sampe gak bisa berkata-kata," ucap seorang cewek yang rambutnya di kuncir kuda.

Tunggu, anak baru? Ah, jadi mereka memang nggak salah sasaran? Mereka emang menargetkan gue?

Dinda menyeka air yang ada di wajahnya. "Ini apa-apaan, sih?" tanyanya tanpa merasa takut sama sekali. Iya, Dinda nggak takut, dia 'kan masih ada di lingkungan sekolah. Yang ada orang-orang ini yang harusnya takut karena baru aja melakukan aksi bullying di daerah sekolah. Cari mati apa?

Seorang cowok yang juga merupakan bagian dari gerombolan itu tertawa meledek. "Duh, kayaknya ini anak bener-bener clueless deh. Bos, gimana bos?" tanya cowok itu entah kepada siapa. Mungkin kepada cewek yang memegang ember barusan?

Infinity [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang