24- Pelukan Hangat

61.3K 5.6K 199
                                    

24- Pelukan Hangat

Sekitar pukul sembilan, motor Bani sudah berhenti tepat di depan rumah Dinda sesuai janjinya kepada Heriska saat Bani meminta izin wanita itu di telfon untuk mengajak pergi anaknya sepulang sekolah.

Malam itu Bani sengaja tidak mengantar Dinda dengan mobil dan memilih membawa motor sport miliknya. Selain karena ingin menikmati udara malam untuk sedikit merilekskan dirinya, Bani juga ingin merasakan pelukan Dinda lebih lama.

Modus? Iya, Bani akui itu. Tetapi modus Bani ini bukan karena didasari oleh nafsunya semata. Pelukan Dinda lebih dari sekedar keinginan Bani mendapatkan sentuhan wanita. Pelukan Dinda terlalu berharga untuk itu. Pelukan Dinda adalah yang memberitau Bani kalau ada seseorang yang benar-benar peduli akan dirinya meskipun seluruh dunia sedang mencoba menjatuhkannya. Pelukan Dinda menunjukkan kepada Bani kalau masih ada sedikit ketulusan di dunia ini yang bisa dimilikinya.

Jujur saja, saat di balkon tadi Bani sama sekali tidak membalas pelukan Dinda. Bukan karena dirinya yang tidak mau memeluk Dinda, karena percayalah, sejak awal Bani dan Dinda duduk bersisian di balkon, satu-satunya hal yang ingin Bani lakukan adalah menarik Dinda ke dalam pelukannya. Meskipun memang alasan utama Bani ingin memeluk Dinda adalah karena sweater hitam milik bundanya yang dikenakan Dinda menguarkan wangi tubuh bunda. Seolah dengan memeluk Dinda, Bani seperti sedang memeluk kembali bundanya.

Tetapi Bani tidak melakukannya. Alasannya hanya satu. Karena Bani takut ketika dia sudah memeluk Dinda, dia tidak ingin lagi melepaskannya.

Berlebihan? Biarlah. Toh perasaan ini Bani yang punya. Bani yang tau bagaimana rasanya.

Dan saat ini, biarkan Bani mendapatkan pelukan dari Dindanya.

"Nda, udah sampe." Bani mengelus pelan tangan Dinda yang tengah memeluk erat pinggangnya. Bani tau kalau Dinda tertidur, terbukti dari beban tubuh Dinda yang sepenuhnya bertopang di punggung Bani saat ini. Tetapi anehnya, pelukan Dinda sama sekali tidak mengendur meskipun gadis itu tertidur.

Bani menaikkan kaca helm full-facenya. "Nda," panggil Bani lembut. Biarkan malam ini Bani menghilangkan sejenak sifat kasarnya itu. Setelah apa yang Dinda lakukan untuk Bani tadi, bagaimana bisa Bani tetap bersikap kasar kepada Dinda.

Bahkan Dinda masih nangis di perjalanan pulang.Batin Bani.

Sebuah mobil honda jazz berwarna merah berhenti di depan motor Bani. Semula Bani kira mobil itu adalah mobil tetangga Dinda tetapi begitu melihat lebih jelas, ternyata mobil itu dikendarai kakak perempuan Dinda. Andita.

Andita keluar dari mobil milik ibunya itu demi melihat siapa yang sedang berada di depan rumahnya. "Loh, Bani?" Andita pun melirik sosok yang duduk di belakang Bani. Betapa kagetnya Andita saat melihat adiknya sedang dalam keadaan tidak sadar sambil memeluk punggung Bani. "Din-Dinda kenapa?" tanyanya bingung.

Bani tersenyum canggung. "Ketiduran," jawabnya tidak enak.

Andita mengernyitkan kening sejenak, kemudian gadis yang seumuran dengan Bani itu mengedikkan bahunya. "Bangunin aja," katanya cuek sambil berlalu untuk membuka pagar rumahnya.

Bani menatap Andita sebentar. Ketika melihat fisik, jelas sekali menunjukkan kalau Andita dan Dinda merupakan adik-kakak. Tetapi Andita terlihat lebih jutek jika dibandingkan Dinda yang memiliki pembawaan yang ceria, bawel dan ekspresif. Tidak, bukan berarti sosok Andita dingin. Ah entahlah, Bani tidak peduli. Saat ini yang dia harus pikirkan adalah bagaimana membangunkan Dinda yang ternyata cukup bebal untuk dibangunkan?

"Nda, woy udah sampe!" Bani kini menepuk-nepuk lengan Dinda. Bani memutar kepalanya ke arah belakang agar lebih dekat ke arah Dinda. "Dinda!"

Dan saat itu juga Dinda terbangun dengan kaget. Saking kagetnya, Dinda tidak sadar saat tangannya yang semula memeluk pinggang Bani justru merosot hampir mengenai 'senjata pusaka' Bani.

Infinity [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang