5- Mengenal Sisi yang Lain

99K 7.1K 173
                                    

5- Mengenal Sisi yang Lain

Dinda benar-benar tidak bisa menikmati liburannya kali ini. Bagaimana tidak? Masalahnya Bani terus mengintili Dinda kemana pun cewek itu berjalan. Sepertinya lebih lama Dinda berada di sana semakin pendek pula umur Dinda.

"Lo ngapain, sih?!" tanya Dinda ketika sedang sibuk berfoto dan Bani berdiri di belakang Dinda—dengan kurang ajar gantengnya—membuat Dinda hilang fokus.

Ok, sebenci-bencinya Dinda dengan makhluk bernama Baniansyah itu tetap saja Dinda adalah cewek normal yang 'melek' ketika melihat lawan jenis yang punya paras ganteng. Dan itulah mengapa Dinda merasa terganggu dengan kehadiran Bani. Karena cowok mengesalkan itu ganteng!

Seharusnya Dinda memang diam saja di dalam kamarnya. Lebih baik dia berkutat dengan film-film koleksi tante Ambar yang tersedia di sana daripada harus menikmati keindahan kebun teh yang jarak tidak begitu jauh dari villa tante Ambar ditemani Bani. Mana Dinda tau kalau Bani ternyata mengintilinya ke sini.

Mengintili yang dimaksud Dinda di sini adalah benar-benar mengintili. Hanya mengintili. Bani bahkan tidak bersuara sama sekali meskipun pertanyaan 'lo ngapain sih' sudah Dinda lontarkan lebih dari lima kali.

Padahal Bani hanya diam saja tetapi aura mengintimidasi cowok itu benar-benar kuat, bahkan Dinda bisa merasakannya.

"Sumpah deh, Bani, gue nggak bakalan nyebarin soal lo! Mending lo balik deh daripada ngintilin gue, lagian lo 'kan udah ngancem gue, tenang aja!" usir Dinda pada cowok yang mengenakan kaus dan celana cargo selutut itu yang kini sedang duduk di atas sebuah batu yang cukup besar.

"Bacot. Gue disuruh Bunda," sahut Bani jutek.

Dinda berdecak. Apa pula maksud tante Ambar nyuruh anaknya ngintilin Dinda. Suruh ngelindungin? Yang ada juga Dinda butuh dilindungin dari cowok itu.

"Yaudah tapi lo jauh-jauh kek, gue risih mau foto-foto diliatin!"

Bani mengeluarkan tangannya yang sejak tadi bertengger di kantung celananya. "Najis, siapa juga yang ngeliatin lo?" tanyanya jijik.

Dinda menggeram. Masalahnya saat Bani mengatakan 'najis' itu ekspresinya benar-benar menunjukkan ekspresi orang yang melihat najis.

Senajis itukah gue?! Batin Dinda miris.

"Ish! Bodo amat, gua mau balik aja ah!" seru Dinda sambil berbalik dan berjalan dengan kaki yang dihentak-hentakkan khas orang yang sedang merajuk.

Dinda juga tidak tau kenapa dirinya bersikap seperti itu. Apa untungnya juga menunjukkan kepada Bani kalau dirinya sedang merajuk? Berharap Bani akan membujuknya atau minta maaf? MIMPI!

Dinda bisa merasakan Bani melangkah di belakangnya maka Dinda mempercepat langkahnya.

"Heh bego, lo mau kemana?" Dinda berhenti melangkah ketika mendengar pertanyaan dengan nada ketus dari mulut Bani.

Dinda menoleh menatap cowok yang berdiri tidak jauh di belakangnya. "Mau pulang bukan ke sana arahnya," kata Bani.

Mampus, tengsin bego Din! Batin Dinda.

"Si—siapa bilang gue mau balik? Orang gue mau jalan-jalan!" sahut Dinda berusaha menutupi rasa malunya.

Bani menatap Dinda dengan wajah datar. "Nggak, gue laper mau balik."

Dinda mengernyitkan dahinya, "lah, urusan gue? Balik aja sono sendiri!" seru Dinda terlanjur kesal—halah kapan juga Dinda nggak kesal kalau berurusan dengan Bani.

"Tolol ya lo? Bunda nyuruh gue ngintilin lo."

Dinda berdecak. Tapi Dinda salut juga, meskipun jelas sekali di wajah Bani kalau cowok itu 'terpaksa' tetapi Bani tetap mematuhi Bundanya. Padahal bisa saja Bani tidak benar-benar mengikuti Dinda, toh Bundanya di rumah dan tidak tau kalau Bani mengikuti Dinda atau tidak, tetapi cowok ini benar-benar menuruti apa kata bundanya.

Infinity [RE-POST]Where stories live. Discover now