26- Luka Yang Berdarah

Start from the beginning
                                    

Bani menggigit rotinya dengan gigitan besar sehingga selai cokelat didalamnya meleleh keluar. Keheningan tercipta di antara mereka. Bani sibuk menikmati roti dan susu pemberian Dinda sedangkan Dinda memilih diam sambil memandangi rotinya yang baru beberapa kali ia gigit. Dinda kehilangan seleranya untuk makan.

Diletakkannya roti dan kotak susu tersebut lalu Dinda berdiri di hadapan Bani. Karena posisi Bani yang duduk dan Dinda yang berdiri, tinggi kepala Bani sejajar dengan dada Dinda.

Bani tau cepat atau lambat Dinda akan membahas soal luka-luka di wajahnya meskipun sejak tadi dirinya berpura-pura sedang tidak terjadi apa-apa.

Bani merasakan tangan Dinda menyentuh pelan dagunya. Diputarnya wajah Bani ke kiri dan kanan untuk dilihat lebih jelas. Dari posisinya yang begitu dekat dengan wajah Dinda karena gadis itu yang menunduk membuat Bani bisa merasakan deruh nafas Dinda menerpa wajahnya.

"Ngapain lo barusan sama Martin?" tanya Dinda sambil mulai membalur luka Bani dengan obat yang sudah dituang ke kapas.

Pertanyaan Dinda membuat Bani menatapnya sambil mengunyah roti dimulutnya, sebelah alisnya naik. "Ngapain? Gak ngapa-ngapain."

Dinda menjaga ekspresinya untuk tetap datar agar Bani tidak curiga akan gelagat Dinda perihal kewaspadaannya terhadap Martin. "Masa? Tapi kok gue baru kali ini liat lo bergaul sama Martin?" Dinda melepaskan tangannya dari dagu Bani dan berdecak. "Ban makannya buruan, ini luka lo keburu kering belum diobatin nanti infeksi!"

Bani memasukkan separuh dari sisa rotinya ke mulut membuat mulut itu kepenuhan. "Ga-uhuk uhuk!" Bani tersedak karena mencoba menjawab pertanyaan Dinda sebelumnya.

Dinda buru-buru mengangsurkan susu kotak kepada Bani untuk meredakan batuknya. "Dasar bego, makan aja keselek." Dinda menepuki pundak Bani.

Bani sendiri langsung meneguk dengan kalap susu yang Dinda sodorkan sambil memukuli dadanya. Gila, bagaimana bisa dia tersedak roti? Apa roti itu bermaksud untuk memberi tau Dinda kalau dia sedang berbohong? Apalagi dengan luka-luka di wajahnya yang terasa ngilu saat Bani batuk karena tersedak. Roti kampret.

Dinda menghentikan aksi memukul pundak Bani setelah lelaki itu berhenti batuk. Tanpa merasa risih ataupun jijik ia menyeka noda cokelat yang dengan seenak jidat menempel di sekitar mulut Bani. Bani hanya bisa diam menerima perlakuan Dinda.

Lalu Dinda melanjutkan pekerjaannya mengobati luka di wajah Bani.

Sejak malam itu di balkon, mereka sadar kalau hubungan mereka tentu sudah jauh lebih dekat daripada sebelumnya. Sangat dekat. Rasanya seperti ada sebuah penghubung di antara mereka. Mereka tidak mendeklarasikan hubungan mereka yang semakin dekat itu adalah hubungan romansa atau pun persahabatan. Mungkin akan aneh karena sebelumnya mereka seperti kucing dan anjing yang siap berperang setiap dipersatukan dan kini mereka menjadi begitu dekat.Baik Dinda dan Bani membiarkan hubungan mereka itu mengalir bagaikan air. Satu yang pasti, mereka akan selalu siap untuk satu sama lain jika yang lain membutuhkan. Terutama Dinda. Setidaknya sampai luka di hati Bani bisa sedikit diobati.

"Ajib. Gimana bisa gue keselek roti yang empuk itu?" Jelas sekali Bani hanya sedang mengalihkan topik dan Dinda terlalu cermat untuk diperdaya.

Dinda menekan kapas yang sudah dibubuhi betadine ke salah satu luka Bani membuatnya mengaduh. Bahkan saking dekatnya mereka sekarang, Dinda sudah berani untuk melakukan tindak kekerasan terhadap Bani. "Bani gue nanya, ih!" Kini nada bicara Dinda berubah menjadi galak. "Lo nggak ada niat buat nambah-nambahin luka di muka lo 'kan bareng Martin?"

Bani hanya bisa meringis merasakan lukanya yang baru saja ditekan Dinda. Dia tidak bisa jujur kepada Dinda saat ini karena takut cewek itu akan marah padanya jika dia jujur. "Nggak ngapa-ngapain Nda, lo ngarepnya gue ngapain emang sama dia? Pacaran?" tanyanya asal.

Infinity [RE-POST]Where stories live. Discover now