Zwei

4.9K 360 8
                                    

Enjoy reading.

Typo bertebaran.



Sebuah taxi berhenti di depan rumah sederhana, pemuda itu begitu ceria ketika turun dari taxi itu.

Pukul tujuh malam, setelah ia diminta papanya ikut perjalanan bisnis ke Singapura, padahal ia masih kuliah yang bukan bisnis, ia suka arsitektur tentu saja, itu adalah cita - citanya sejak dulu.

Papanya menginginkan dia bisa mengelola hotel - hotel yang tersebar diseluruh negeri ini, ia harus berbakti bukan, pada orang tuanya.

Hanya satu yang ditutupinya, pernikahannya dengan Kinanthi, pemuda yang bernama Narendra Barata Kusuma itu menikah tanpa sepengetahuan keluarganya.

Ia takut keluarganya tidak bisa menerima keberadaan Kinanthi karena gadis itu besar di panti asuhan, sedang dipihaknya, ia takut kehilangan orang yang sangat dicintainya.

Untunglah perjuangan meyakinkan Kinanthi berbuah manis, setelah lulus SMA, mereka menikah, walaupun sederhana namun tetap sakral di mata keduanya.

Ia menatap rumah sederhana yang mereka tempati hampir setahun lalu, rumah cinta mereka walau cuma menyewa, kontrakan cinta selamanya, ia mengulum senyum tentang itu.

Berjalan mendekati pintu sambil menyeret kopor, kenapa lampu mati semua, pikirnya, jangan bilang Kinanthi hemat listrik, uangnya lebih dari cukup untuk membiayai hidup mereka bertiga walau sederhana tentu saja.

Kenapa perasaannya menjadi tidak tenang begini, setelah menutup dan mengunci pintu depan, Narendra melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar tidur yang agak terbuka sedikit.

Wajah Narendra kembali berseri ketika ia semakin mendekati kamar terang yang sinarnya keluar melewati pintu yang agak terbuka.

Dahinya berkerut ketika tidak mendapati sosok isterinya di tempat tidur bahkan boks anaknya kosong, ia mendekati pintu kamar mandi.

"Kinanthi, kamu...."

Ucapan Narendra terputus karena mendapati kamar mandi yang bahkan terlalu kering seperti tidak pernah terpakai.

Perasaan was - was kembali menghampiri Narendra, tidak mungkin Kinanthi pergi tanpa meninggalkan pesan.

Ia menuju nakas, ada pesan di sana dan juga sebuah photo yang membuat dunia seorang Narendra luluh lantak.

KINANTHI DAN HINAR JANGAN DICARI ATAU KAMU INGIN BUKAN POTRET TAPI VIDEO KAMI BERCINTA, KAMI SALING MENCINTAI.

Tubuh Narendra luruh ke lantai, ia tidak bisa berpikir.

"Kinanthi katakan itu tidak benar, sayang!"

Narendra menatap potret Kinanthi yang terpajang di nakas.

"Katakan itu bohong, cinta ku!"

Narendra seakan bicara pada sosok Kinanthi, mata sendu Narendra menatap penuh permohonan.

"Kenapa baru sekarang, kenapa?"

Narendra memukul - mukul dadanya, sesak menghimpit dadanya, nyeri menjalar ke ulu hatinya.

Bagaimana Kinanthi membiarkan seseorang memotret tubuh polosnya, pikir Narendra.

"Harusnya aku, suami mu yang boleh melihat setiap inci tubuh mu, hanya aku!"

Air mata lolos mengaliri pipi Narendra, ia mengacak - acak frustasi rambutnya.

"Apakah cinta ku pada mu hanya ucapan kosong!"

"Apakah tidak ada sedikitpun rasa mu pada ku, Kinanthi?"

Narendra menarik selimut dan melemparkan asal, melempar bantal entah kemana.

"Kalau kamu hanya kasihan pada ku, kenapa begitu sempurna kepura - puraan mu?"

Narendra mengepalkan tangan memukul kasur dengan segenap hati.

"Kinanthi, apakah kamu puas sekarang, puas?"

Teriakan Narendra memenuhi kamar tidur.

"Dulu kamu malu - malu ketika bertemu dengan ku, karena aku menyatakan cinta."

Narendra tertawa miris, menertawai kebodohannya.

"Ketika aku bilang, kamu adalah cinta pertama ku, kamu berucap sama bahwa aku juga cinta pertama mu."

Narendra kembali tertawa sambil menggeleng - gelengkan kepala.

"Bodoh, tolol, aku begitu mudahnya tertipu sandiwara tingkat tinggi mu."

"Bahkan kamu mengandung serta melahirkan anak ku?"

Narendra tertawa sambil bertepuk tangan kemudian mencibir dirinya sendiri.

"Hebat, kamu bisa dapat piala Citra untuk peran mu yang meyakinkan, Kinanthi."

"Satu minggu, satu minggu aku pergi dan ternyata kamu merencanakan semuanya."

Narendra mengusap wajahnya dengan kasar, rahangnya mengetat, ia mengepalkan tangannya.

"Aku akan mencari mu kemanapun kamu berada, bahkan ke neraka sekalipun."

Mata Narendra menyorot tajam, ada bara tekad yang menggelora di sana.

"Tidak akan ku biarkan anak ku diasuh wanita seperti mu apalagi ayah tiri yang tidak aku tahu seperti apa!"

Narendra mendekat ke arah boks bayi tempat Hinar biasa tertidur pulas, tangannya mengelus permukaan kasur.

"Tunggu aku, Ayah mu ini akan membawa mu kembali kepelukan yang ternyaman di dunia!"

Narendra tersenyum namun air mata justru jatuh di pipinya.

"Ayah akan mencari mu, Hinar tunggu Ayah, sabar ya sayang, kita akan bertemu lagi!"

Narendra menepuk - nepuk guling kecil seolah - olah guling itu Hinar yang sedang terkantuk - kantuk.

"Anak kuat tidak boleh menangis, kenapa?"

Narendra seolah berbincang dengan sosok Hinar.

"Ayah tidak menangis, ini kelilipan sayang, Ayah juga tidak tahu kenapa air matanya banyak tumpah."

Narendra kembali mengusap air mata dengan kasar.

"Ya sudah, Ayah ngantuk, Hinar ngantuk juga kan, ayo cepat tidur!"

Tubuh Narendra akhirnya merosot ke bawah, tubuh lelah dan jiwa yang lemah membuatnya tertidur meringkuk di lantai.

******************************

Bunyi beep panjang menandakan orang yang terbaring di brankar kamar VIP itu telah meninggal.

"Terima kasih atas penyerahan tugas ini kepada ku, Tua Bangka."

Lelaki dengan pakaian perawat dan masker wajah itu bicara sambil terkekeh.

"Setelah aku hukum Gayatri dan Narendra, aku akan menjumpai mu di neraka, Tua Bangka,"

Pria itu pergi dengan santai meninggalkan pasien yang bernama Tuan Kusuma.

Ia membawa map keluar ruangan, langkah kakinya menuju pintu darurat.

Ia membuka map sebentar, ada nama Gayatri, Barata serta Narendra.

Dengan senyum kemenangan, ia menuruni tangga darurat.




W A H R H E I T          (KOMPLETT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang