20. Melimpahkan Tanggung Jawab

153 8 4
                                    


20. Melimpahkan Tanggung Jawab

Tangan Avrin mendadak dingin saat dia berusaha menggenggam jemarinya dan melepasnya. Perutnya mulas. Tenggorokannya kembali tersumbat. Dia sudah tidak berdaya saat Tiva digiring oleh mamanya, diikuti Bastian yang nekat mengekori ceweknya. Yah, Avrin bisa membayangkan cowok itu bakal didenda atau apa karena mengendarai mobil tanpa SIM.

Sekarang, Avrin di ruang tengah lagi. Dia duduk di sofa single yang Faizal lesaki kemarin, cowok itu menatapnya lekat di samping kanan Kandika. Orangtuanya harus berangkat kerja, jadi mereka hanya bertiga.

Nama Jerrico Bimantara melayang-layang di benaknya. Otomatis, dia berusaha menghubungkan nama itu dengan Kandika. Fakhrudin Mulya. Makamnya. Avrin menunduk, sudah menekuri masa lalunya selama lima menit, memanggil dan mengais-ngais apa pun yang tersisa. Gagal.

"Ceritain aja kenapa sih, Kan," Faizal mulai jengkel dengan keheningan mereka. Avrin sudah mengerutkan kening hingga mengerucutkan bibir, dan Kandika hanya membeku di sampingnya.

"Lo aja, Zal," Avrin menimpali. Dia juga pasrah dengan semuanya. Tapi, tiba-tiba, saat melihat wajah kakaknya, dia ingat. Orang-orang yang menangis. Kematian Kandika Rafndhra Prihastama...

"Aku aja," sahut Kandika, akhirnya. Menegakkan badan dan menatap Avrin lekat. "Dengerin baik-baik ya, Rin."

Waktu Jerrico masih empat tahun, dia sering diajak ke mana-mana oleh guru TK-nya. Wanita itu cukup ramah, membuat Rico kecil percaya sepenuhnya. Orangtuanya pun tidak curiga. Sampai, suatu hari, sepulang sekolah, Jerrico dibawa pulang ke rumah gurunya. Seragamnya diganti dengan baju yang rapi. Jerrico berpikir orangtuanya tidak akan pernah mencarinya waktu itu, karena gurunya berhasil mengalihkan perhatian.

Mereka pergi ke sebuah hotel yang dipenuhi orang. Tiba-tiba saja, Jerrico ditinggal di sana sendirian. Gurunya bilang, dia akan kembali tidak lama setelah pergi ke toilet. Tentu saja, setelah beberapa lama menunggu, Jerrico mulai mencari-cari wanita itu. Dia bertemu seorang petugas hotel yang menuntunnya turun ke lantai dasar, tapi Jerrico langsung berlari ke luar, ke arah taman. Gurunya berdiri di pinggir trotoar, mencari taksi kosong yang sedang lewat. Saat hendak menyusul itulah, dia mendengar tangisan nyaring dari balik dinding bagi-an depan hotel. Seorang gadis kecil yang memanggil nama kakaknya berkali-kali.

Jerrico menghampiri gadis itu, tahu mereka mungkin sama-sama hilang. Begitu tiba di hadapannya, si gadis justru menarik-narik bajunya dan meneriakkan nama Kandika keras-keras. Jerrico yang tidak tahu apa-apa hanya bisa berkata "cup, cup", berharap tangisan gadis itu segera berhenti.

Mereka ditemukan seorang pria yang tampaknya lalai menjaga Avrin. Mukanya yang sendu mendengar nama anaknya diteriakkan mendadak terperangah menyadari keberadaan Jerrico. Anak kecil itu tidak tahu jalan pulang, membuat Mulya membawanya sembari menggendong Avrin.

Butuh waktu beberapa hari untuk berhasil menghubungi orangtua Jerrico Bimantara. Nida Aldhissa, mama Jerrico, memberitahunya bahwa guru TK itu punya rasa pada Jerry Julio, papa Jerrico. Anaknya adalah calon utama pewaris perusahaan persewaan dan jualbeli alat berat yang Jerry rintis. Membawa kembali Jerrico di saat masih banyak orang lain menyasar anak mereka bukanlah pilihan bijak.

Tindakan Avrin memanggilnya Kandika membawa ide untuk mengganti namanya. Menjadikannya anak Mulya sehingga tidak ada yang akan mencelakainya kembali.

Masalah mengganti nama pada akte ini menjadi rumit karena prosedurnya diatur dalam undang-undang. Jerry dan Nida ingin namanya kembali menjadi Jerrico. Kandika harus menulis surat permohonan, menunggu surat putusan pengadilan, dan membicarakan alasannya mengganti nama di depan jaksa. Ayah Tiva adalah penasihat hukumnya. Orangtua Avrin jadi saksi, dan jika Jerry juga Nida terbukti merugikan kehidupan orang lain, mereka bisa dijatuhi hukuman. Beruntung, kasus ini selesai dengan lancar.

BerlawananWhere stories live. Discover now