12. Melengkapi dan Menggenapi

211 13 1
                                    

12. Melengkapi dan Menggenapi

Minggu-minggu setelahnya dihabiskan Avrin dengan belajar—sekadar membaca dan membolak-balikkan halaman sih. Kandika merongrongnya dan demi membuatnya berhenti lalu menguarkan senyum andalan itu, Avrin menurutinya. (Walau pada akhirnya, Kandika cuma mengangguk, dan sibuk mengerjakan latihan soal lagi.)

Kabar perlombaan yang diikuti Bastian pun baik. Dia memenangkannya, menduduki juara tiga. Tapi dia mematahkan harapan seluruh teman sekelasnya untuk acara traktiran. Bagaimanapun, itu hasil kemenangannya. Tabungannya. Jadi, mereka hanya bisa memberi ucapan selamat dan semangat setulus mungkin, yang diimbali terima kasih oleh cowok itu.

Anak-anak di sekeliling Avrin benar-benar serius berkutat dalam kegiatan ekskul mereka. Obrolan tentang proyek demi proyek mengudara, silih berganti. Salah satu temannya si-buk membuat artikel teknik pencak silat untuk mading di lantai satu. Yang lain merekomendasikan aplikasi mengedit foto terbaru untuk mading di lantai dua. Ada lagi yang memonopoli kelas bergiliran sepulang sekolah, sebagian untuk merekam tari tradisional dan modern, sisanya untuk drama ekskul Public Speaking. Semuanya akan diunggah di YouTube. Semua-nya memperjuangkan nilai rapor akhir semester.

Cengiran miris Avrin keluar saat mengingat ucapan Pak Wahab beberapa minggu lalu. Juga salah satu anak paduan suara yang nggak enak melihat huruf C. Selama ini, dia sibuk menggali rahasia SMA-nya, atau rahasia Kandika. Bahkan sampai mengirim pesan pada Joash demi memuaskan rasa penasarannya.

Avrin nggak bakal heran kalau huruf E menari-nari di kolom ekskulnya.

Sore ini pun, dia hanya duduk-duduk di ruang flower arrangement. Menonton video merangkai bunga, bagaimana memotong batang, mengikatnya, memasukkannya ke dalam air. Cara-cara mempertahankan nyawa tanaman agar tetap awet. Memilih bentuk wadah yang sesuai—untuk dipajang di kamar mandi, ruang keluarga, atau koridor perkantoran. Bagaimana mengkombinasikan warna-warna mereka agar cocok dengan interior yang akan diselaraskan.

Setidaknya, informasi-informasi itu lebih cepat ditangkap otaknya daripada mencoba menghafal rumus percepatan sentripetal.

Beberapa hari belakangan, Avrin rajin membawa laptopnya. Wi-fi di area sekolahnya memang cukup ngebut. Kebiasaan beberapa kakak kelas yang ngetem sampai malam demi mengunduh film sudah menjadi topik umum. Bahkan, sampai ada yang iseng merekam perjalanan pulangnya dari kelas ke gerbang depan, dalam cahaya remang-remang dan jalan yang sangat gelap. Hanya ditemani suara-suara serangga mencurigakan dan tapak-tapak kaki yang tersandung. Entah sengaja atau memang diedit. Sampai diunggah di Instagram.

Kalau Kandika tahu Avrin menyerap berita-berita itu, kakaknya pasti akan geleng-geleng, tak habis pikir.

Sekali lagi, laman blog yang membuat Avrin penasaran terpampang di hadapannya. Sepertinya belum ada yang melapor pada Aralyn, atau menyuruh cewek itu memprivat seisi blognya. Untuk ini, dia sangat berterima kasih pada Joash. Hanya saja, dia terus-menerus menggeluti jalan pikirannya untuk menemukan sesuatu yang tenang tapi mendebarkan.

Student center. Avrin memasukkannya sebagai kata sandi.

Eror.

Firasat yang dia dapat terus-menerus menuju sejarah ekskulnya terbentuk. Bagaimana Aralyn begitu antusias dengan berbagai kegiatannya di student center. Mencarikan lomba dan mengimbau sebanyak mungkin siswa untuk berpartisipasi. Memberi saran yang tepat untuk menghadapi guru tertentu. Berkonsultasi dalam memilih jurusan. Semua fasilitas itu disediakan student center. Bahkan jumlah personelnya pun mencukupi.

Tapi, hasil yang sekarang dia telan justru memasuki masa kebobrokan. Lantai satunya dijadikan perpustakaan, sedangkan lantai dua didesain ulang menjadi auditorium. Tempat selebar itu, yang menyimpan ribuan lembar data dan arsip, ditukar menjadi ruang kecil di pojokan. Terabaikan. Terisolasi.

BerlawananWhere stories live. Discover now