Part 22

1.3K 99 9
                                    

Waktu terus berlalu. Namun setiap detik dan menitnya tidak pernah berubah masihlah sama. Rizky yang semakin dingin padaku, nenek yang semakin gencar menyudutkan ku. Apa harus aku pergi dari sini? Tidak, aku bukan pecundang yang lari dalam masalah. Aku harus memperbaiki nya dengan caraku yaitu dengan bertahan nya aku disini.

Sore hari ini aku berniat akan ke tukang jahit untuk mengambil kain yang nenek inginkan. Tadi nenek menyuruhku dan tanpa ingin membantah akhirnya aku menurut walaupun tubuhku merasa lemas dan pusing.

Ku lihat awan sedang mendung semoga saja tidak hujan sebelum aku kembali ke rumah ini lagi.

Akhirnya aku melangkahkan kakiku keluar dan baru saja selangkah aku sudah melihat Rizky bersama Febby yang akan masuk ke dalam mobil. Mau kemana? Aku tidak bisa membiarkan mereka berduaan. Dengan cepat aku berlari dan berteriak memanggil Rizky membuat mereka terhenti membuka pintu mobilnya.

"Mau kemana?" tanyaku pada Rizky.

"Aku ingin mengantar Febby ke Supermarket" jawab Rizky dengan malas.

"Kebetulan aku ingin ke tukang jahit yang searah dengan tujuan kalian. Boleh aku menumpang?"

Bohong. Jelas-jelas arah tujuan nya dengan tujuanku berbeda tapi aku tak akan memberi kesempatan waktu berdua untuk mereka. Masalah arah tujuan biarkan nanti aku akan mengambil nya kembali setelah masalah ini terselesaikan.

"Mari" ajak Febby padaku.

Febby. Dia gadis cantik dan baik. Bukan dia yang menggoda Rizky bahkan sebaliknya. Itu hasil penelitian ku selama ini, Rizky terlalu ingin mengambil hati Febby yang jelas-jelas gadis itu menolaknya. Dasar suami yang tidak tahu diri sudah punya istri malah kecentilan sama gadis lain.

Sangking asyiknya mendumel tentang sikap Rizky lakukan padaku tak terasa kami sudah sampai di sebuah Supermarket.

Berkeliling mengikuti mereka dengan mencari apa yang akan Febby beli. Huft.. Harusnya itu kan posisiku. Sekarang aku seperti obat nyamuk bagi mereka.

Mereka semakin kompak. Kadang mereka bercanda bersama, memperdebatkan merk apa yang baik untuk mereka beli, dan yang membuat mataku panas ketika Rizky mengelus puncak kepala Febby pada akhirnya karena lelaki itu selalu kalah berdebat.

Baru saja aku berkedip air mata telah kembali meluncur dengan sigap aku menghapusnya.

Inhale....exhale....

Aku menarik nafas dalam-dalam demi mengurangi sesak yang berada di hatiku.

Berjam-jam kami berkeliling tak terasa awan sudah menggelap dan telah turun hujan.

"Hujan" lirih Febby disamping Rizky.

"Hujan. Bagaimana kita akan pergi ke parkiran jika hujan begini" lanjut Febby membuat Rizky berpikir.

Ketika aku hanya bisa menatap mereka di belakang tiba-tiba kepalaku pusing, tubuhku lemas dan perutku mual.

Kaki ku terasa tidak bisa menapak dengan baik, tidak. Aku harus kuat lalu aku menggeleng-gelengkan kepala semoga dengan cara itu aku bisa mengurangi rasa sakitnya.

Aku kembali menatap punggung mereka. Sekarang aku melihat Rizky membuka jaket nya dan melebarkannya tepat diatas kepala Febby dengan hitungan ketiga mereka berlari menerobos hujan keparkiran. Semoga Rizky cepat kembali karena kepalaku sekarang semakin pusing. Area parkiran memang sangat terlihat diarah sini jadi aku bisa melihat mereka, namun Rizky tidak kembali untuk menjemputku dia malah masuk ke mobil dan mobil itu berlalu dengan cepat.

Hening.

...

...

...

Marriage? (Completed) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang