I - Daily Hunting

168K 15.7K 850
                                    

Nadiana masih berkutat di tempat duduknya, meneliti setiap tulisan yang tertera dalam copy SPAJ dan data-data yang sudah masuk dalam sistem milik seorang calon nasabah. Telepon kantornya mendadak berbunyi. Diliriknya nama yang tertera di layar telepon.

Kemala Adinda

Ia pun langsung mengangkat telepon tersebut.

"Apaan nih, Din?"

"Hai Didi yang tahun depan 29!!!" pekik Maysa di telepon. Anak ini emang kampret. Baru juga umurnya menginjak 28, tapi yang diingatkan sama Maysa justru tahun depannya!

Nadiana memperhatikan tulisan di layar telepon kantornya. Rupanya Adin membuat conference call bersama Maysa dan Fanya. Pantas saja, Nadiana bingung. Kok yang telepon Adin, suara yang kedengaran justru si toa masjid, Maysa.

"Kampret lu, May! Gue baru banget 28!"

Terdengar suara tawa penuh kepuasan dari Maysa di seberang sana.

"Eh, ngapain sih lo? Kerja? Ya elah... Nggak usah pura-pura kerja deh. Nggak capek apa abis kejar setoran tutup buku akhir tahun kemaren? Kayak banyak polis aja hari ini!" seru Fanya. Emang sih, setelah tahun baru biasanya pengajuan polis tidak banyak yang masuk.

"Mending kita cuci mata yuk, Di! Udah jam 12 kurang nih. Pasti ODP-ODP bank tetangga udah pada berhamburan keluar cari makan siang!" ajak Adin yang memang semangat banget kalo urusan hunting cowok ganteng sekitaran kantor.

"ODP mah lapak gue, keleeeus! Mana mau Didi sama anak-anak ODP yang masih muda. Dia kan sok-sokan nggak mau sama berondong. Minimal cowoknya kudu kelahiran '86. Soalnya kan Didi lahirnya '87 hihihi," goda Maysa lagi.

Dasar anak setan! Sebut-sebut lagi tahun kelahiran Nadiana! Tapi, ya ... Emang bener sih ucapan si iblis kecil satu itu.

"HEH! Gue biar kata di akte kelahiran '87 tapi umur gue ngikutin angkatan '88 ya! Enak aja, nggak terima tauuu cuma singgah di '87 dua hari sebelum tahun '88!" bela Nadiana tidak terima. Si iblis kecil itu makin tertawa puas di seberang sana kalau sudah godain Nadiana.

"Didi, Ijal kan kelahiran '86 tuh. Masih perjaka ting-ting kayaknya hahahaha. Lo nggak mau sama dia aja?" goda Fanya yang sekarang cekikikan.

"Nggak mau, Ijal kumisnya kayak lele!" jawab Nadiana cepat. Lalu teman-temannya itu langsung cekikikan mendengar jawaban Nadiana. Nadiana memang geli banget sama cowok berkumis macam lele. Alasan pribadi aja sih.

"Didi mau yang udah matang di pohon, menuju busuk. Mending sama si Pak Camat tuh, udah jelas tuanya," ujar Adin sambil cekikikan. Pak Camat yang dimaksud adalah Chief Legal, Risk, and Compliance kantor mereka. Mereka menyebutnya dengan sebutan Pak Camat, karena kalau hari Kamis beliau seringkali memakai batik lengan panjang seperti bapak-bapak yang kerja di kelurahan atau kecamatan.

Nadiana langsung tertawa ngakak mendengarnya. "Itu mah udah udzur, Din. Kalo kata si Emak udah nggak kuat 'lama-lama' hahahaha," timpal Nadiana lagi.

"Ih! Belom tentu laaagiii... Kek udah pernah nyobain aja si Emak. Peyot di muka kan belum tentu peyot di bagian lain!" balas Adin.

"Bagian lain apa tuh, Din?" pancing Maysa.

"Umm... Yaaaa... Betisnya gitu kali masih kenceng. Kali doi doyan olahraga lari, sepedahan, jadi masih kenceng gituuu..."

"OOOHHH.... Betisnyaaaa...." seru ketiga temannya bersamaan disusul dengan tawa cekikikan keempatnya.

***

Adin, Maysa, Fanya, dan Nadiana duduk-duduk di bangku taman teras kantornya. Niatnya sih nunggu teman-teman lainnya turun, tapi yaaa sambil menyelam minum air boleh lah yaa...

Daritadi mereka memperhatikan semua orang yang lalu lalang. Kalau yang kemejanya rapi-rapi, gayanya rapi, pakai dasi, pasti anak-anak ODP Bank Southeast Asia yang memang terletak di gedung yang sama dengan kantor mereka.

"Hmm... Ganteng tuh!" gumam Adin yang otaknya cepat banget kalo soal cowok ganteng.

"Manaaa?" tanya Fanya.

"Ituuu... Arah jam 1!"

"Ah, perutnya rada buncit, Din! Dipastikan papah-papah muda," balas Nadiana setelah memperhatikan postur cowok yang dimaksud Adin.

"Hahahaha indikator mane yang bilang perut buncit itu papah-papah muda? Cowok gue belom kawin udah buncit!" timpal Maysa.

"Cowok lo bukan buncit! Tapi gembrot!" balas Fanya menjitak dahi Maysa.

"Tuh cakep cowoknya... Rapi, gayanya kekinian abis. Coba liat nametagnya!" seru Fanya dengan suara pelan setelah melihat cowok yang melintas di depan mereka bersama cewek-cewek cantik, seksi, nan fashionable.

"Itu... Item merah, kayaknya anak head hunter agency lantai 12 deh!" ujar Adin meneliti nametag si cowok.

"Duh... Jalannya gitu bet. Pinggulnya buang kanan-kiri. Nggak, nggak! Luntuuur!" seru Maysa.

"Oh iya, May... Yah, nggak jadi deh!" balas Fanya ke Maysa dengan nada kecewa.

"Udah lah, Din, Di, susah nyari cowok kece jaman sekarang. Masih ada Ijal di kantor. Biarin deh kumisnya lele juga, lu belom aja kan ngerasain dipatil si Ijal," ujar Maysa ke dua teman jomblonya.

Langsung saja mereka berempat cekikikan membayangkan kumis Ijal.

"Cowok nggak usah ganteng-ganteng, capek jagainnya. Mending yang biasa-biasa aja tapi punya prospek menghasilkan bayi yang lucu-lucu," komentar Fanya.

"Nah itu dia, Nya. Ngetesnya gimana biar tau anaknya bakal lucu?" tanya Nadiana menanggapi komentar Fanya. Fanya tampak pura-pura berpikir sembari mencari jawaban.

"Ini kan bukan The Sims, Nya, yang bisa di custom pas mau bikin anak. Geser kanan-kiri, pilih-pilih idung, bibir, mata, sama personality," ujar Nadiana lagi.

***

Red CherryWhere stories live. Discover now