BAB 24

44.4K 3.6K 80
                                    

__

"Sa!"

Safa berjalan cepat dengan melewati gerbang sekolah. Sandi tak berhenti mengejarnya beberapa hari ini. Ke mana Safa pergi, pasti Sandi selalu menguntitnya. Tetapi, Sandi selalu tidak berhasil menghalangi keinginan Safa untuk menjauh.

Seperti saat ini, Sandi sudah datang pagi-pagi dan menunggu Safadi gerbang sekolah karena jika dia tidak di gerbang, Safa sudah pasti masuk ke dalam kelasnya yang belakangan ini pintunya tertutup.

Bahkan semua siswa kelas X.1 tidak ada yang mau menolongnya untuk meminta maaf pada Safa.

"Berhenti ngikutin gue!" teriak Safa. Mereka sama-sama datang pagi buta. Yang satu mengejar, yang satu menghindar. "Gue bilang berhenti, Sandi!" teriak Safa dengan kesal.

"Kenapa sih lo nggak mau dengerin penjelasan gue dulu?" tanya Sandi heran. Dia berjalan hingga saat ini berdampingan dengan Safa. Safa terus berjalan, tetapi sayang langkahnya tidak secepat Sandi. "Dengerin gue kek."

Safa mendengus. Dia memilih diam. Matanya terfokus pada kelasnya.

"Gue punya alasan kenapa gue bilang ke anak-anak kalau kita putus. Lo nggak mau denger? Lo nggak sayang sama gue, ya?"

"Apaan sih!" Safa jengkel. Dia segera memasuki kelasnya dan menyimpan tasnya di atas meja. Baru dia siswa kelas X.1 yang tiba di kelas. "Lo keluar!"

"Gue nggak mau pergi sebelum lo denger penjelasan gue." Sandi tetap keukeuh. Dia menarik bangku Dias dan duduk di situ. "Lihat gue deh, lo percaya 'kan sama gue?"

Apapun alasan Sandi nanti, Safa tidak peduli. Masalah sakit hatinya adalah Sandi yang jalan dengan Mira malam minggu waktu itu. Terkadang Safa berpikir, apa dia terlalu lebay karena semarah ini melihat Sandi dekat dengan mantannya?

Dia pikir, itu wajar-wajar saja.

"Sa?"

"Tinggalin gue sendiri!" seru Safa untuk yang kesekian kalinya. Dia mengambil buku paket Biologi dari dalam tasnya. "Gue mau belajar."

"Masih pagi."

"Sandi!" Safa berteriak lagi saat Sandi mengambil bukunya dari atas meja. "Balikin nggak!"

"Apa lo nggak peka?" tanya Sandi. Dia menatap Safa di sampingnya. "Gilang ngajakin lo keluar itu ada maunya." Sandi mengalihkan pembicaraan lagi. "Lo nggak inget waktu itu apa? Dia terang-terangan bilang nungguin kita berdua putus."

Safa menoleh dan menatap Sandi dengan heran. "Terus?"

"Gue cemburu dan gue nggak mau lo deket-deket sama cowok lain."

Sandi ternyata bisa cemburu juga. Itu yang terbersit di pikiran Safa. Safa lalu menggeleng. "Udah, ah. Lo mending pergi dari sini."

"Lo ngusir gue?"

Iya. Safa rasanya ingin mengatakan hal demikian. Tetapi, dia menggeleng cepat. "Nggak. Gue masih marah sama lo. Jadi, mending lo pergi dari sini. Dan satu lagi."

"Apa?" potong Sandi cepat.

"Kita udah putus."

Oh, Sandi baru ingat kenyataan itu. Cowok itu berdiri dari bangku dan berjalan hingga berhenti di depan meja Safa. "Ya udah. Gue bakalan ke sini kalau istirahat. Dan gue mau, habis lo makan di kantin, lo langsung balik ke kelas!" Sandi meninggalkan kelas itu bersama keterpukauan Safa dengan seruan Sandi.

Sedangkan Sandi tersenyum tipis mengingat kemarahan cewek itu. Baru kali ini dia melihat Safa marah.

Dia baru sadar, cewek itu kelihatan menggemaskan kalau marah, apalagi saat tersenyum.

Sandi's StyleWhere stories live. Discover now