Chapter 4: Approach

21.7K 1.6K 252
                                    

Approach

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Approach. Seolah-olah kau terlahir kembali dengan daya magnet tinggi yang mengundang setiap orang untuk mendatangimu. Masalahnya; kau tidak bisa menyeleksi siapa-siapa yang datang.


"SIAPA?"

Kata 'siapa' diucapkan tiga orang: Eren, Armin, dan gadis pirang tak dikenal.

"Tunggu dulu. Kau yang siapa?!" kata Eren, waswas menyeruak dalam dada. "Oi, Mikasa—Kau di dalam?"

"Eren, tu-tunggu sebentar." Armin menarik lengan temannya. "Maaf, kau ini siapa?"

Gadis itu menyandarkan lekuk tubuh langsingnya pada pinggiran pintu. "Berisik sekali sih. Kau tidak perlu teriak-teriak."

"Biarkan aku lewat," kata Eren.

"Tidak." Tangan menyilang, si gadis menghalang pintu masuk. "Kau yang siapa. Mana bisa kubiarkan orang lain masuk seenaknya."

"Tak bisa kau biarkan? Padahal kau bukan pemilik kamar ini kan?" potong Armin. "Dia adalah saudara Mikasa Ackerman."

"Apa buktinya dia saudara Ackerman? Semua penguntit akan berkata serupa."

"Kau siapa sih?" Eren mengepalkan tinju. "Kalau saja kau bukan perempuan."

"Hmp." Si gadis menanggapi dengan sorot mata yang membekukan tulang-tulang. "Kau ingin menantangku?"

Armin meneguk ludah. "Tolonglah, apa Mikasa teman kami ada di dalam? Jika ya, kami ingin bertemu dengannya–"

Bunyi kursi yang bergeser dari ruang makan menarik perhatian ketiganya.

"Mikasa! Ini kami," Eren berseru heboh. "Kau di dalam kan?"

Model berambut hitam sebahu menampakkan fiturnya dari balik sekat bergaya oriental. Mikasa, kaus longgar, syal merah dan rok panjang semata kaki, melemparkan pandangan terkejut ke arah pintu.

"Eren, Armin," desahnya.

Eren berlenggang melewati si gadis pirang. Lengan mereka berbenturan, kedua mata beradu sejenak; Biru seperti es yang dingin dan hijau dengan nyala api. Suara decakan sebal meluncur pelan dari bibir penuh sewarna bunga sakura itu.

"Mikasa, kenapa kau tidak menjawab panggilan kami?" tanya Eren, direk dan urgen. "Kau ini kenapa."

"Aku–"

"Baiklah, Ackerman," seru gadis asing yang sedang menggulung rambut pirangnya dengan jepit. Diraihnya sweater hangat yang bertengger pada badan sofa. "Aku pulang saja."

"Annie," panggil Mikasa.

"Jangan lupa–" Annie berhenti. "–tentang tawaran kami. Dipertimbangkan saja." Sorot dingin menggigit itu menyapa wajah Eren sekilas, sebelum pintu tertutup.

HAUTE [RivaEre Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang